Bab 6

1.1K 99 2
                                    


Sudah satu minggu berlalu, Arunna tak kunjung membukakan pintu kamar untuk Narendra. Sudah satu minggu berlalu Narendra tidur di kamar lain. Satu minggu juga sudah berlalu Narendra tak pernah melihat Arunna, dia tahu Arunna sengaja tak menampakkan batang hidungnya. Dia pasti sangat kesal dan semakin membenci Narendra.

Entah ada angin apa atau mungkin badai apa, Arunna keluar dari kamarnya. Narendra yang duduk menikmati sarapannya itu tersenyum samar. Senang sekali hari ini bisa melihat wajah isterinya sebelum berangkat bekerja, jadi semangat rasanya. Arunna mendekat, menghampiri Narendra. Gugup menyelimutinya, entah makian atau kata tajam apalagi yang akan dia terima dari Arunna hari ini. Apa pun itu Narendra sudah siap mendengarnya.

"Ada yang ingin saya katakan." Narendra langsung mendongak, terkejut mendengar Arunna berkata dengan nada yang lain. Ketus seperti biasanya, tapi sedikit agak lembut. Ada apa dengan Arunna? Kenapa dia mendadak berubah? Kemana Arunna dengan makiannya? Lagi-lagi Narendra tersenyum, bukan wajahnya melainkan hatinya yang tersenyum sangat lebar. Senang bukan main, kalau bisa dia ingin jungkir balik sekarang juga.

"Tolong kembalikan perusahaan ADR Company pada saya. Saya mohon!" Arunna memohon. Jadi ini yang membuat sikap ketusnya menjadi berubah sedikit lembut? Pengembalian perusahaannya? Dasar cewek, lembut kalau ada maunya, batin Narendra. Tapi dia bahagia sekali, setidaknya Arunna berbicara dengan lembut walaupun karena suatu tujuan.

"Maaf saya sama sekali tidak bisa mengembalikan perusahaan itu pada kamu. Mungkin suatu saat nanti akan saya kembalikan," jawab Narendra seadanya.

"Dasar penjahat! Sekali penjahat tetap penjahat! Saya memintanya dengan baik-baik tapi anda tidak mengembalikannya! Licik! Dasar pria brengsek!" Arunna kembali mengeluarkan makiannya.

Senyuman dalam hatinya mendadak luntur seketika saat Arunna kembali mengeluarkan makiannya. Bukan sakit hati karena makiannya, telinganya sudah terlalu tebal menerima makian itu. Yang membuat senyum di hatinya luntur perubahan nada bicara Arunna. Nada bicaranya kembali seperti awal lagi. Dirinya terlalu bodoh karena dengan mudahnya terlena dengan perubahan nada bicara isterinya itu. Dadanya terasa sesak sekali.

Dia bangkit dari meja makan dan berjalan keluar rumah. Dari pada berlama-lama di depan Arunna dan ketinggian mengkhayal lebih baik dia berangkat kerja.

"Berangkat kerja? Pergi saja sana! Yang lama sekalian kalau perlu! Saya malas lihat muka anda di sini, bikin pengen muntah saja!" Teriak Arunna, mendengar itu langkah kaki Narendra terhenti di ambang pintu rumahnya. Dadanya seperti terimpit berton-ton batuan sungai saat mendengar perkataan isterinya, sebegitu bencinya dia sampai-sampai menyuruh Narendra untuk pergi yang lama dari rumah? Narendra hanya bisa menarik napas dalam-dalam, bersabar.

***

Siang menjelang sore yang sangat damai dan membahagiakan untuk seorang Arunna. Ditemani majalah yang memanjakan mata dan satu piring berisi buah apel segar yang sudah dipotong membuat aktivitas Arunna di sore yang indah ini semakin lengkap.

*KRING..KRING* teleponnya berdering, nomor tidak dikenal. Dia mengangkat dan terdengar suara yang tegas dan berat di seberang sana.

"Benar ini isteri Komisaris Besar Narendra?"

"Iya, benar." Jawab Arunna santai, masih fokus dengan majalahnya.

"Saya Lingga, asisten komisaris. Saya hanya ingin memberi tahu kalau saat ini Komisaris Narendra di rawat di rumah sakit dekat dengan kantor karena kecelakaan!"

Panik melanda pikirannya, Narendra dikabarkan kecelakaan? Bagaimana bisa? Dia langsung menutup telepon dan segera mengemudikan mobil menuju rumah sakit tempat suaminya di rawat. Tidak perlu waktu lama, mobilnya sudah tiba di rumah sakit, dia berlari menuju kamar rawat suaminya. Ada seorang lelaki yang menunggu di depan kamar rawat suaminya, itu pasti Lingga.

Commissar, I Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang