Viah's POV
***Same Time***
Hari yang sibuk. Itulah kalimat yang menggambarkan hari yang ku jalani ini. Menyiapkan ujian akhir ternyata tidaklah mudah. Aku harus mempersiapkan ini dan itu. Belum lagi belajar, dan sialnya materinya sangat banyak.
Padahal hari ini cukup mendung yang membuat tubuh setiap manusia semakin malas digerakan. Suasana yang sangat pas untuk menikmati secangkir coklat panas dan bergelung dalam selimut di atas kasur. Buruknya, aku tidak dapat menikmati suasana itu.
Semuanya sangat menguras tenaga dan pikiranku. Tapi akan kukerahkan semua kemampuanku demi mendapatkan gelar sarjana yang ku kejar selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah langkah terakhirku sebelum kembali ke kotaku, dan bersama dengan Ansel.
Ansel...
Pria itu... Sampai sekarang ia masih berstatus kekasihku. Walau komunikasi kami yang sangat minim karena kesibukan masing-masing. Entahlah bagaimana kejelasan hubungan kami, semoga dia masih menganggapku sebagai kekasihnya, harus.
Terkadang muncul rasa ragu dan khawatir apakah dia masih di sana untukku. Apalagi mengingat wanita yang dulu sempat mencoba memisahkanku dan dia masih ada di sekitarnya hingga saat ini.
Aku menghargai keputusan Ansel yang tetap ingin berteman dengan Taylor, tapi tetap membatasi hubungannya dengan wanita itu. Aku percaya padanya, bukankah itu yang kami butuhkan saat ini?
Akhirnya hari ini aku bisa pulang, akupun berjalan menuju halte untuk menunggu bus. Di tengah perjalananku menuju halte hujan pun mengguyur. Sial, padahal aku tinggal menyebrang. Terpaksa aku harus berteduh di depan sebuah toko. Sekarang aku harus menunggu sampai hujannya reda, yang entah kapan akan redanya.
aku menyesal tidak membawa mobil. Aku terbilang sangat jarang membawa mobil. Aku hanya takut terkena macet di jalan. Lebih baik aku menggunakan bis yang bebas hambatan karena sudah memiliki jalur khusus.
Semakin banyak orang yang berteduh karena hujannya semakin deras dan semakin dingin. Huh... aku rasa aku butuh kehangatan. Baiklah, kuakui itu konyol namun menunggu selama ini membuatku bosan. Aku memilih memainkan ponselku sembari menunggu hujan reda.
"Ehh... kau menunggu seseorang?" bisik seseorang di sampingku.
Suara ini... sudah sangat lama aku tidak mendengarnya. Bahkan nada menyebalkannya tidak pernah hilang sejak 4 tahun lalu. Tanpa menolehpun aku sudah tahu siapa pemilik suara ini. Aku pura-pura tidak mendengarnya.
"Apa kau masih marah padaku, c'mon kau marah begitu lama. Bukankah itu tidak baik?" katanya lagi.
"Sebenarnya apa maumu Valen?" tanyaku berbalik menatapnya.
"Hai..." sapanya, walaupun sapaan itu sudah sangat terlambat.
Aku kembali sibuk dengan ponselku mengabaikannya yang sedari tadi memperhatikanku. Aku mulai merasa risih.
"Sudah 4 tahun kita tidak saling bicara. Bahkan kau terkesan menghindariku. Aku pernah melihatmu berpindah haluan ketika melihatku. Kau seperti melihat hantu" ucap Valen.
"Kau tahu alasannya"
"Aku mengerti kelakuanku saat itu sangat salah. Sekali lagi aku minta maaf. Tapi bukan berarti setelah itu kita menjadi seperti musuh. Bisakah kita menjadi teman?"
"Kita memang teman. Tapi itu dulu sebelum kau hampir saja memisahkanku dengan kekasihku. Kau tahu betapa fatalnya kesalahan yang kau buat dulu? Dia bahkan rela datang dari Amerika ke Australia hanya karena ulahmu. Kau tahu betapa tidak enaknya aku pada keluarganya. Apa yang akan mereka pikirkan nantinya. Aku pengganggu konsentrasi Ansel? Atau seseorang yang sangat butuh perhatian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda Tangan Kakak OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction{CERITA TELAH DI PERBAHARUI SILAHKAN BACA ULANG !!!} Musim mos kali ini ada yang dapat tugas minta tanda tangan kakak-kakak OSIS? Sama aku juga, sampai-sampai aku bertemu Ansel. Kakak kelas tampan yang ternyata adalah kakak sahabatku. Kakak kelas...