Author's POV
Ansel sekali lagi memberanikan diri untuk menghubungi Viah. Dia bahkan baru tidur jam 1 pagi. Dia hampir terlambat sholat subuh karena bangun jam 5. Taylor memang sangat ahli dalam membuat masalah.
Kira-kira mungkin di sana Viah juga pasti belum tidur. Dia pasti memikirkann kata-kata Taylor.
*** Phone On***
"Halo Viah"
"Halo Assalamualaikum Ansel"
"Waalaikumsalam Viah"
"Ada apa Ansel"
"Kamu belum tidur?"
"Belum, lagi nggak bisa tidur" jawab Viah sambil menghela nafas
"Kamu baik-baik aja kan?"
"Iya aku baik"
"Aku... Aku... Aku nggak tahu harus mulai dari mana intinya aku minta maaf"
Kata-kata yang ia rangkai sedemikian bagus pun seakan lenyap entah kemana. Ansel hanya sanggup mengucapkan maaf.
"Kamu nggak salah Ansel" Viah kembali menghela nafas.
"Aku salah. Aku salah karena bikin kamu khawatir. Kamu pasti nggak nyamankan karena kejadian tadi"
"Aku udah berusha ngelupain kok"
"Tapi masih inget kan? Buktinya kita aja jadi canggung kayak gini. Aku nggak mau Viah. Aku pengennya kita berbicara santai kayak biasanya"
"Kamu tau situasinya kan Ansel"
"Okeh jangan nyela pembicaraan aku"
"Iya" jawab Viah pasrah.
"Taylor itu teman aku disini. Aku ketemu dia karena dia bantu aku nyari makanan halal. Aku nggak pernah cerita soal dia karena nggak ada yang spesial. Nggak perlu di ceritain. Malam itu aku makan malam ber-3 sama Martin. Kamu tahu kan yang aku bilang tetangga Flat aku. Aku nyimpan handphone di meja dan pas kamu nelpon dia yang ngangkat dan aku nggak tahu. Martin memang memperingatkan aku soal Taylor dan yah ternyata dia benar. Taylor mungkin nggak bermaksud rusakin hubungan kita. Aku bilang begini bukan karena aku belain dia tapi karena aku nggak mau dibilang kegeeran" jelas Ansel "Dia mungkin kesepian aja kali. Kan nggak punya pacar" Ansel berusaha mencairkan suasana, namun nampaknya gagal.
"Dan dia ngincer kamu buat jadi pacarnya"
"Nggak gitu Viah. Aku nggak mau sok ganteng yah. Dan nyatanya aku punya pacar. Dia salah kalau ngincer aku"
"Bagi kita memang begitu. Tapi bagi dia kan sah-sah aja. Coba kamu di posisi aku. Kamu di bentak-bentak sama temen cowok aku pas aku lagi makan malam sama dia"
"Kamu kok nanya kayak gitu sih? Jelas aku marah lah. Tapi situasinya sekarangkan aku cuman makan malam biasa"
"Nah kamu aja emosikan kalau di maki-maki. Gimana aku yang emang dasarnya cewek lebih sensitiv. Yang pacar kamu itu aku Ansel... tapi aku diperlakukan kayak lagi mau ganggu pacar orang. Kita itu jauh, kepercayaan itu yang utama. Tapi sebelum kepercayaan harus ada kejujuran dulu. Aku nggak tahu gimana caranya percaya sama kamu. Ingat waktu 3 bulan setelah kamu pergi aku lihat foto kamu di peluk sama cewek di Instagram? Aku sakit hati banget Ansel. Tapi kamu selalu bilang 'enggak maksud'. Tapi kalau aku yang jalan sama teman cowok aku, kamu udah kayak singa kelaparan tahu nggak"
"Masalah itu kan aku udah bilang kalau mereka iseng, memang nggak maksud apa-apa. Aku cuman berteman sama Taylor. Dan wajarkan kalau aku posessif sama pacar aku"
"Tuhkan kamu masih aja belain dia!"
"Aku kan udah bilang aku nggak ngebelain dia. Aku nggak mau kepedean Viah!"
"Iya! Iya! Terserah kamu!"
"Loh kok kamu jadi gitu sih"
"Terserah deh pokoknya aku maafin kamu"
"Viah bukan maaf kayak begini yang aku mau"
"Ansel please... Aku lagi malas berdebat. Hari ini itu benar-benar menguras tenaga tau nggak. Yang pentingkan aku udah maafin kamu"
"Tapi selain maaf aku juga mau pengertian kamu. Kita nggak akan pernah tau kejadian macam ini akan terulang lagi"
"Bagusnya kamu yang siap-siap. Kalau hal ini terjadi ke kamu, kamu bakalan paham perasaan aku Ansel"
"Okeh anggap aja karena ini LDR jadi kita terlalu sensitiv. Aku kasih kamu waktu sendiri buat berfikir, begitupun aku. Kita sama-sama menjernihkan pikiran kita masing. Aku akan hubungin kamu lagi. Dan jangan coba-coba kamu nggak ngangkat telpon aku lagi kalau nggak mau aku tiba-tiba ada di depan rumah kamu"
Viah seketika kaget karena mengerti maksud Ansel
"Ya ampun Ansel. Udah deh jangan memperpanjang. Hanya gara-gara beginian kamu mau pulang?"
"Sejak awal kamu yang memperpanjang Viah. Apa kamu nggak bisa coba memahami kejadian tadi. Kamu kan tahu sendiri hati aku milik kamu. Aku cinta sama kamu!"
"Hehhhhh udah ahhh terserah apa kata kamu! Aku ngantuk mau tidur! Bye!"
***Phone Off***
Viah berdecak kesal dan mengacak-ngacak rambutnya Berteriak frustasi namun tertahan mengingat orang-orang di rumahnya sudah tidur.
Belum selesai menghilangkan pikiran-pikirannya tentang Ansel dan wanita itu. Sekarang malah harus memikirkan Ansel yang bisa saja nekat tiba-tiba pulang.
Sejujurnya Viah merasa tidak enak dengan keluarga Ansel terlebih Adel. Viah merasa menyebalkan dan terkesan menyusahkan. Lagi pula ini hanya masalah sepele. Tapi Viah merasa sudah bertingkah posesiv layaknya seorang istri. Dia merasa sudah mengklaim Ansel sebagai miliknya sendiri. Dia merasa seperti menahan Ansel dalam kurungannya.
Sungguh bukan seperti itu maksud Viah. Dia hanya berusaha mempertahankan apa yang memang menjadi miliknya. Dan Ansel memang miliknya walau belum sepenuhnya.
Tapi apakah itu tidak wajar mengingat status mereka sekarang? Mengingat perasaan Viah pada Ansel? Mengingat mereka sedang berjauhan sekarang?
'Bagaimana pikiran bisa jernih kalau begini' gerutu Viah dalam hati, sembari kembali mengacak-ngacak rambut indahnya.
••••••••••••••••••••••••••
Okehhhh...
Mau ngomong apa yah?
Nggak tau mau ngomong apa
IntinyaVote n Comment
Oh iya
Tolong cerita author tolong di share di sosmed kalian dong. Kali aja kalian punya temen yang ada minat baca teenfic. Kan lumayan buat bantu-bantu author.Hehhee
Udah ah sekian!
💜YAN
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda Tangan Kakak OSIS [COMPLETED]
Novela Juvenil{CERITA TELAH DI PERBAHARUI SILAHKAN BACA ULANG !!!} Musim mos kali ini ada yang dapat tugas minta tanda tangan kakak-kakak OSIS? Sama aku juga, sampai-sampai aku bertemu Ansel. Kakak kelas tampan yang ternyata adalah kakak sahabatku. Kakak kelas...