BAB 1

3K 95 26
                                    

Hujan, rindu, dan secangkir coklat panas

====================================

Hujan yang terus turun sejak tadi pagi tidak menggoyahkan kaki Kayla untuk terus melangkahkan kakinya ke arah kafe di persimpangan jalan. Seperti biasa, setelah pulang sekolah Kayla akan menuju kafe tersebut, sekedar meminum coklat panas dan membaca novel hanya untuk membunuh waktu menunggu seseorang menjemputnya. Rutinitas yang dilakukannya selama enam bulan belakangan ini.

Kayla melangkahkan kaki menuju kasir dan memesan secangkir coklat panas, kesukaannya. Lalu, berjalan menuju tepat biasa dia duduk menunggu. Lantas mengeluarkan headphone didalam tasnya. Lagu ini, batinnya.

Setelah menunggu dua jam didalam kafe, akhirnya sesorang menempuk bahu Kayla pelan, menyadarkan Kayla dari lamunannya kedunia nyata.

Kayla membalikan badannya lantas mendongakkan kepalanya "Ah Abang, padahal tuh tadi Kay udah nemu ide buat tugas essay Kayla, gara-gara Abang nepok bahu Kay, Kay jadi lupa lagi."

"Kalau bohong bisa banget deh, abis Abang nungguin kamu diluar tapi nggak sadar juga, yaudah Abang masuk. Yuk pulang." ucapnya seraya melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya.

Seperti biasa, jam 6 sore. Kayla akan dijemput Mikail, kakak angkatnya. Semenjak orang tua Mika meninggal lima belas tahun yang lalu, orang tua Kayla lah yang mengurus Mika, saat itu Kayla masih bayi. Sejak saat itu, Mika diadopsi dan diangkat menjadi anak keluarga Askara. Tidak ada perbedaan antara Mika maupun Kayla. Walapun mereka tidak sedarah tetapi Kayla selalu menganggap mereka sedarah, begitu juga dengan Mika. Dulu Mika pernah bilang, sewaktu umurnya 12,

"Mika bakalan jadi Kakak yang baik buat Kayla, bakalan jadi orang yang selalu didepan Kayla kalau ada yang sakitin Kayla. Selama ada Mika, Kayla nggak boleh nangis."

Kayla terus menatap jalan basah sisa hujan, alunan musik klasik yang terdengar melalui radio didalam mobil hanya membangkitkan kenangannya 6 bulan yang lalu. Lagu ini, lagu kesukaan mama. Kayla tidak suka, Kayla tidak suka hening, Kayla membenci sepi, tapi Kayla hanya bisa diam, sampai Mika menyadarinya.

"Gimana tadi di sekolah?" Tanyanya tanpa memalingkan pandangannya dari arah jalan.

"Seperti biasa, dengerin guru persentasi, ngerjain tugas, ke kantin, ke toilet, dan pinjem novel di perpustakaan" jawabnya tanpa memalingkan pandangannya dari jendela mobil, bahwa jalanan yang basah lebih menarik dari pada Mika.

"Cowok itu masih suka ganggu kamu Kay?" Terlihat senyum jahil yang tercetak di wajah Mika.

Kayla menatap Mika kaget lalu mendengus geli "nyetir aja Bang yang bener. Nggak usah ledekin Kay"

Mobil pun berhenti diparkiran pinggir jalan "Turun, kita makan"

Kayla menatap Mika bingung, terlihat dari kerutan didahinya "kok Abang makan disini?"

Mika tersenyum jahil, senyum yang bikin semua wanita menyukainya. Senyum yang bisa membuat Kayla merasa nyaman dan merasa bahwa dia akan selalu aman disamping Abangnya. Tapi entah kenapa, sampai sekarang belum ada wanita yang menemaninya, padahal Mika sudah mapan dan umurnya sudah mencapai 25 tahun.

"Jangan serius-serius banget jadi orang" sambil menyentil jidat Kayla "Biar kita punya alasan buat ngga makan masakan rumah" ucapnya lagi seraya mengacak lembut rambut Kayla.

"Tapi nanti Pa-"

"Papa nggak akan marahin kita berdua lagi Kay, Papa pasti akan ngerti. Lagian Papa udah gede" jawabnya sambil membuka seatbelt Kayla "ayuk ah turun, Abang udah laper"

Jingga Dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang