Semuanya tidak selalu butuh alasan
====================================
Hari minggu ini tidak lagi bisa Kayla gunakan untuk bermalas-malasan. Pagi ini ia harus mengantar dua orang sekaligus ke Bandara. Coklat panas yang sedari tadi ia pegang sudah semakin dingin. Tidak tersentuh sama sekali. Matanya lurus menerawang, tidak menghiraukan orang-orang yang berhilir mudik menarik kopernya. Satu-per-satu orang yang ia sayang pergi meninggalkannya. Entah untuk sementara atau selamanya.
Mika mengambil gelas kertas yang sedari tadi Kayla pegang. Lalu menukarnya dengan yang baru. "Kamu mau sampe kapan disini?" ucapnya lembut.
Kayla melirik jam mungilnya yang berada dipergelangan tangannya, sudah dua jam ternyata ia duduk termenung di bandara. Dan Papa pasti sudah hampir sampai.
"Abang kok nggak bilang Kayla dari tadi sih?" gerutunya kesal. "Abang tau nggak hari ini Kay janji mau kerumah Dean."
Mika mengangkat kedua bahunya, "mana Abang tau. Ya udah Abang anterin kerumah Dean deh." Alisnya ia naik-turunkan.
Kayla menatap sebal, "emang harusnya nganterin. Ini salah Abang." Kemudian ia menyeruput coklat panasnya.
Mika tertawa seraya mengacak-acak rambut Kayla. "Sekarang kamu tanggung jawab Abang, jangan nakal dan susah diatur. Abang juga udah cari pembantu biar bisa nemenin kamu kalau Abang kerja."
Kayla memutar bola matanya, "ngapain sih pake cari pembantu segala Bang, Kayla bisa kok." Mika menatapnya tidak percaya. "Iya iya seterah Bang Mika aja." Ucapnya pasrah.
Mika berdiri, mengulurkan tangannya. Kayla pun menyambutnya.
"Kamu nggak sedih lagi?"
Kayla termenung sebentar, lalu tersenyum menghadap Mika. "Kayla hanya butuh sehari untuk sedih, dan besoknya sampe seterusnya nggak boleh sedih lagi." Sorot mata yang Mika tau sebenernya tidak sesuai kenyataannya. Sorot mata yang sama seperti saat kepergian Mama. Dan kelakuan Kayla sama seperti 6 bulan lalu, ia hanya butuh sehari untuk bersedih dan besoknya hingga seterusnya ia tidak bersedih lagi. Walau Mika tau, Kayla merasa kehilangan.
***
Kayla menjatuhkan tubuhnya diatas kasur Dean yang terbalut selimut tebal berwarna biru langit. Ia memejamkan matanya. Baru saja ia memejamkan matanya, Dean mendorongnya, hingga gadis itu hampir saja terjatuh.
"Dean ih gue ngantuk." Rengeknya seperti anak kecil yang tidak dibelikan permen.
"Ya udah tidur. Geseran dikit tapi." Ia mendesis pelan. "Lagian pake segala ikut ke bandara," ia mengunyah kembali keripik tempe yang baru saja dimasukan kedalam mulutnya. "Mending tidur." Ucapnya lagi disela-sela makannya.
Kayla bangkit kemudian duduk bersila menghadap Dean. Ia merebut bungkusan keripik yang dipegang Dean. "Lo tau nggak sih-"
"Engga." Sela Dean ketus dengan tatapan itu keripik gue satu-satunya gila.
Kayla memutar bola matanya sebal, "belum selesai Dean." Ia menghela nafas sebentar, "kemarin gue telponin Kak Rakka terus tapi sampe sekarang nggak bisa dihubungin, kenapa ya?"
Dean ikut bangkit dan ikut duduk bersila dihadapan Kayla, tangannya mengambil beberapa keripik. "Mana gue tau, emang gue emak nya. Lagian kenapa juga sih lo hubungin dia, disaat lo bisa hubungin gue?"
Kayla mengangkat bahunya, "ya nggak apa-apa. Pas gue tau Papa mau dimutasi, yang gue pikir orang pertama pengen cerita itu ya ke Kak Rakka."
Dean menatap Kayla tidak percaya, mulutnya sedikit terbuka, lalu ia menyatukan alisnya. "Lo suka ya sama Rakka?"
Kayla membulatkan matanya, "hah? Gila kali lo." Ia menggeleng pelan, "kenapa juga gue bisa suka sama dia. Kalau pun gue suka, gue bakalan bilang sama lo." Kayla memasukan keripik kedalam mulutnya.
Dean memicingkan matanya, "yakin?" Ia lalu beranjak mengambil ponselnya, "coba gue hubungin dia." kemudian Dean mengetik sesuatu, lalu menaruh ponselnya diantara dirinya dan Kayla
Kayla menghembuskan nafasnya pelan, "kadang gue ngga bisa nebak dia De." Ia menjatuhkan kembali tubuhnya, lalu memandang langit-langit kamar Dean.
Untuk sesaat Dean menatap Kayla cemas dan juga kasihan tapi detik berikutnya Dean melonjak kaget kemudian berdiri, suaranya histeris. Kayla langsung bangkit dan mendongak menatap wajah sahabatnya dengan alis yang menyatu.
Air muka Dean panik, "itu Rakka telpon."
Kayla refleks langsung ikut berdiri, "kok bisa? Lo Chat apaan emang?"
Dean meringis, "gue bilang-" Dean mengetuk-ngetuk jari telunjuknya, "-kalo lo kangen dia. Eh terus taunya dia telpon gue. Lagian gue pikir, dia kan nggak bisa dihubungin kaya yang lo bilang." Jawabnya polos, kalau ini bukan dirumah Dean sudah pasti gadis itu melempari barang apa saja yang ada didekatnya.
Kayla menepuk jidatnya, "kok lo bego sih?" lalu ia kembali duduk bersila, menarik-membuang nafasnya berkali-kali, berdehem sebentar, lalu mengangkatnya.
"Lo dimana Kay?" Belum juga Kayla menyapa, suara berat laki-laki disebrang sana sudah menyahut tanpa basa-basi.
"Dirumah Dean kak." Ia berbisik ke Dean menyuruhnya untuk duduk.
"Kalau mau pulang bilang ya biar gue jemput."
Kayla tetap menyuruh Dean untuk duduk dengan memberikan tatapan tajamnya, "eh nggak usah Kak, ngerepotin."
"Katanya kangen." Jawab Rakka lempeng. Asli, nada suara Rakka serius.
"Hah?" Kayla panik. "Apa Kak? Putus-putus Kak, hallo? Kak Rakka hallo?" sambungan pun diputus sepihak oleh Kayla.
Ia menatap Dean dengan gemas, tangannya ia kepalkan. "Awas lo ya De," ucapnya geram. Sedangkan Dean hanya tersenyum jahil, dan mengambil ponselnya pelan-pelan.
Dilain tempat, Rakka tersenyum. Ia mengetik pesan sebentar lalu kembali melanjutkan tidurnya.
Rakka: Kalau bohong lucu banget sih, pasti pipinya merah. Nanti diunyel-unyel ah. Tiga jam lagi ya kalau mau pulang, mau tidur dulu sebentar.
Setelah membacakan pesan tersebut, Dean tertawa puas sedangkan Kayla memasang wajah betenya.
***
Jangan lupa Vote dan Comment ya. Kritik dan saran juga nggak apa-apa. Biar aku semakin semangat untuk menulisnya. ❤
Oh iya, mulai sekarang aku mau rubah jadwal update-nya jadi random. Jadi nggak nentu. Kalau aku lagi pengen update cepet, aku bakalan update cepet. Tapi kalau engga, ya berarti nunggu mood aku dulu.
Tergantung antusias kalian juga hehehe.See you next BAB! ❤
Terkadang kita tidak butuh alasan untuk merindukan atau menyayangi seseorang. Sebab nantinya, kita akan punya alasan untuk pergi, untuk tidak lagi merindunya atau bahkan menyayanginya
-Kayla-
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Dan Senja
Teen FictionDisaat harapan membuat mereka bermimpi indah, tetapi kenyataan seakan menampar mereka. Menyadarkan mereka, bahwa cerita Tuhan tak sejalan dengan rencana mereka. Apakah bisa seorang Mikaila Jingga Askara menyembuhkan lukanya disaat sang pemahat hati...