Obrolan Malam
====================================
Langit yang tadinya berwarna jingga, kini berubah menjadi gelap. Bulan sudah nampak samar-samar dibalik awan malam. Rakka masih duduk ditengah lapangan memegang gulungan kertas berisi strategi perang untuk besok. Satu per satu anak-anak basket sudah pada pulang. Meyisakan Rakka seorang.
Rakka memandang langit dengan tatapan hampa. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Pikirannya bercabang. Banyak kejadian yang belakangan ini sulit ia kendalikan. Bahkan takut sama sekali tidak bisa ia kendalikan. Terlebih lagi, perasaannya kepada Kayla. Haruskan ia terus memperjuangkannya atau merelakannya.
"Muka lo suntuk banget, kaya abis ditagih utang."
Davin duduk bersila disamping Rakka. Dia sudah mengganti pakaiannya menjadi kaos putih polos dan tetap menggunakan celana seragam basketnya. Ternyata ia belum pulang. Tadi ia sempat mengambil pakaiannya didalam mobil. Davin menatap Rakka yang sedari tadi tetap menatap langit. Rakka tersenyum miring, tidak membalas ucapan Davin. Davin menolehkan kepalanya, menatap lurus-lurus kearah depannya. Hening. Mereka begitu dekat namun seakan-akan ada pembatas diantara mereka. Dulu, bahkan mereka tidak mengenal pembatas itu.
"Vin." Rakka bersuara, tatapannya tetap pada langit. Davin menoleh. Tersenyum kecut. Mendengar Rakka memanggilnya seperti itu, membangkitkan kenangannya yang dulu.
"Tumben lo manggil gue pake sebutan itu."
"Lo kangen dulu gak?" Rakka tidak menghiraukan, ia mengalihkan.
Kangen.
"Engga sih, biasa aja. Semua itu pasti berubah kan?" Davin kini menatap lantai aspal lapangan basket sekolahannya.
Rakka menghela nafasnya pelan. "Pas gue tau Adera mau balik, gue jadi parno sendiri."
Davin menatapanya dengan tatapan bingung, "kenapa?"
Rakka menolehkan pandangannya, kini ia menatap ring basket yang ada didepannya. "Gue kangen. Lo tau kan gimana kita dulu? Bahkan Adera dulu." Davin tetap terdiam mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Rakka walaupun ia nampak kaget dengan segala pengakuan Rakka. "Gue suka kangen Vin, kita yang selalu kompak, kita yang selalu sama-sama. Dan gue selalu berharap kita bisa kaya dulu, tapi gue nggak pernah berharap Adera bakalan balik."
Davin tetap diam, ia mencerna setiap kata yang keluar dari Rakka. Dari dulu, Davin selalu suka dengan sifat Rakka yang satu ini, tidak pernah menutupi perasaannya.
Rakka melanjutkannya lagi, "lo berharap Adera dateng?"
"Gue berharap Adera dateng Ka, tapi bukan disaat gue kenal Kayla." Davin tersenyum kecut. "Lo mellow banget sih jadi cowok."
Rakka menyenggol bahu Davin kasar. "Lo tau, gue sayang Kayla. Tapi dihati gue masih ada nama Adera. Dan itu yang gue takutin."
Davin tersenyum penuh makna, "kalo gitu, biar Kayla buat gue."
Rakka menatapnya tajam. "Gak rela gue Vin."
Davin terkekeh, "lo mending balik sama Adera. Dengan gitu lo bisa lindungi Kayla."
"Tanpa gue balik sama Adera, gue bisa kok ngelindungi Kayla."
Walaupun ada rasa ragu dihatinya. Walaupun rasa takutnya lebih besar.
***
Kayla membuka matanya perlahan, gelap. Ia mencari-cari saklar yang berada disamping tempat tidur. Tidak ada. Kemudian ia bergumam pelan ini bukan kamar gue. Kayla beranjak dari tempat tidur, menuju saklar disamping pintu kamar. Ia terkejut ketika membalikan badannya, melihat Rakka sedang tertidur diatas sofa, ponsel lelaki itu terletak diatas dadanya. Sepertinya habis ia mainkan. Kayla melirik jam yang berada dipergelangan tangannya, pukul 9 malam.
Kayla beranjak menuju tas nya, merogohnya, dan mengambil ponselnya. Tidak ada pesan sama sekali dari Mika. Ia membuka kontaknya, mencari nama Mika lalu menghubunginya.
Mohon maaf nomor yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan area. Silahkan hubungi beberapa saat lagi.
Kayla terlihat lesu. Ia menghampiri Rakka. Mengamati lelaki itu sedang tidur membuat senyum Kayla tersungging. Ia menjulurkan tangannya ingin membangunkan Rakka tapi ia ragu. Lelaki itu benar-benar begitu nyenyak. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu lelaki itu bangun sekalian menunggu kabar Mika. Namun, ketika ia hendak berbalik tangannya tertahan. Ia menoleh melihat pergelangan tangannya, Rakka tengah mencekalnya.
"Kok jadi ngebangunin?"
Kayla kini melirik kewajah Rakka. Lelaki itu masih memejamkan matanya.
"Kok diem?" Rakka membuka matanya, melepas cekalannya, dan sudah duduk sempurna dihadapan Kayla.
Kayla masih terdiam, masih tetap sama dengan posisinya tadi dan masih tetap sama menatap Rakka.
"Sini duduk." Rakka menepuk-nepuk sofa disampingnya. Kayla pun menurut. Tetapi masih diam. Hening.
Kayla benci sepi, dan Rakka tau itu.
"Gue.." ucap mereka berbarengan.
"Lo dulu aja Kay."
"Gue hm itu Kak hm" Kayla menyelipkan helaian rambutnya kebelakang telinganya. Rambutnya berantakan, belum sempat ia rapihkan sejak bangun tidur tadi. "Tapi lo jangan marah." Lanjutnya. Rakka menggangguk, tersenyum.
"Lo ada hubungan apa sama Adera. Dia siapa?"
Rakka terdiam sedetik, detik berikutnya ia beranjak menuju meja belajarnya. Menggambil karet ikat rambut berwarna biru dongker dengan hiasanya pita kecil senada dengan warnanya. Kayla terus memperhatikannya. Hingga Rakka kembali duduk disampingnya. Tangannya memegang bahu Kayla, memutarnya kesamping hingga kini Kayla membelakanginya. Ia menyisir rambut Kayla dengan jari-jarinya.
"Gue gak pernah nyangka kalo lo bakalan tau Adera, banyak yang belum gue ceritain sama lo." Tangannya masih terus menyisir setiap bagian rambut Kayla. Kemudian meraupnya menjadi satu. "Adera itu, sahabat gue. Gue berantem sama Davin karena Adera. Terus dia pindah ke Surabaya, sejak itu gue putus hubungan sama dia. Dan juga Davin. Gue baru deket lagi sama Davin sejak ada lo Kay." Rakka sudah selesai menguncir rambut Kayla, tidak rapih tapi lumayan tidak seberantak tadi.
Rakka membalikan kembali tubuh Kayla, kini menghadapnya. Jari-jari tangannya merapihkan poni Kayla. "Apapun nanti, kalo Adera ganggu lo, lo bilang sama gue ataupun Davin. Dan nanti, apapun yang Adera bilang, tolong jangan percaya." Rakka berbicara nyaris memohon namun senyum lembutnya tercetak diwajahnya.
Kayla tersenyum, ia hanya mengganggukan kepalanya. Dalam hatinya masih ada beribu pertanyaan tentang Adera. Tapi ia lebih memilih memendamnya. Lebih baik tidak tau kan dari pada membuat sakit nantinya. Atau lebih baik mengetahui kebenarannya sekarang?
Kayla menatap Rakka tepat dimanik matanya, "kalo nantinya lo berada disuatu pilihan antara gue atau Adera, lo bakalan pilih siapa?
***
Aku pengen buru-buru tapi nanti ceritanya jadi nggak jelas. Hm sedikit-sedikit aku kasih tau Adera tuh siapa hehe.
Jangan lupa vote dan comment ya
Biar semangat nulisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Dan Senja
Teen FictionDisaat harapan membuat mereka bermimpi indah, tetapi kenyataan seakan menampar mereka. Menyadarkan mereka, bahwa cerita Tuhan tak sejalan dengan rencana mereka. Apakah bisa seorang Mikaila Jingga Askara menyembuhkan lukanya disaat sang pemahat hati...