BAB 5

739 56 13
                                    

Tidak ada salahnya untuk menerima

====================================

Pak Karim membukakan gerbang rumah saat motor Rakka tepat didepannya. Setelah melepas helm nya dan memberikan senyum tipis, Rakka melajukan kembali motornya kedalam perkarangan rumah Kayla. Rumah yang cukup luas, dihalaman depannya tersusun rapi tanaman mawar merah, bunga kesukaan Riana, Mama-nya Kayla. Dan juga terdapat tanaman lily, bunga kesukaan Kayla dan juga Tante Lily, istri baru Papa.

Seorang wanita berumur sekitar 30-an keluar dari dalam rumah. Niatnya melihat siapa yang datang. Karena ia tau, jam segini, biasanya, anak-anaknya belum pulang. Namun ekspresinya berubah dari rasa penasaran menjadi rasa kaget.

"Kamu kenapa Kay?" Tanyanya cemas. Raut mukanya benar-benar khawatir. Ditatapnya Kayla dan Rakka bergantian menunggu jawaban.

Kayla melepas tangan Rakka yang tadi membantunya turun dari motor lalu menatap Lily "nggak apa-apa kok Tan." Kemudian tersenyum.

Tante.

Kayla belum terbiasa untuk memanggilnya dengan sebutan Mama, beda dengan Mika yang biasa memanggil Lily dengan sebutan Mama ataupun Quenna yang memanggil Ardan dengan sebutan Papa.

Suasana canggung menyelimuti perasaan Rakka, akhirnya ia pamit pulang setelah memberikan salam kepada Lily. Motor Rakka pun tidak lagi terlihat setelah keluar dari gerbang.

"Tante bantu kamu ke kamar ya." Nada suaranya lembut sekali. Nada suara yang biasa diucapkan seorang ibu ke anaknya.

Kayla mengangguk. Rasa sakit pada dagunya sudah tidak terasa tapi entah kenapa badannya pegal semua. Mungkin akibat berbenturan tadi. Atau karena efek ia pertama kali naik motor. Entah.

Lily memapah Kayla hingga ia duduk di tepi ranjangnya, ditatapnya lagi Kayla dengan raut wajah yang cemas. Merasa terus ditatap, Kayla merasa canggung. Sebelumnya, mereka tidak pernah sedekat ini. Bahkan saling menyapa pun jarang mereka lakukan. Berbagai pendeketan Lily untuk mendekatinya sering ia tolak secara halus ataupun terang-terangan.

"Tante bikinin makanan kesukaan kamu dulu ya Kay. Mungkin rasanya nggak akan sama percis sama masakan Mama kamu." Kemudian ia tersenyum. Ramah sekali. "Sekalian nanti Tante ganti perban dan plesternya, pasti tadi udah kena debu pas kamu naik motor. Terus Tante kompres memar yang ada di sikut kamu." Lanjutnya sambil matanya menatap sikut Kayla.

Ah, Kayla rindu diperhatikan seperti ini. Mungkin sering oleh Mika, tapi rasanya beda. Masih ada yang kosong dihatinya. Hingga Lily begitu baik dan perhatian kepadanya. Seakan rasa tidak sukanya pudar secara perlahan.

Ma, Mama nggak marah kan kalau Kayla manggil Tante Lily dengan sebutan Mama? Batinnya.

Suasana kamar Kayla canggung, akhirnya Lily memutuskan untuk keluar kamar.

"Makasih ya Ma" ucap Kayla pelan.

Langkah Lily terhenti. Ia membalikan badannya. Menatap Kayla. Matanya bekaca-kaca namun sudut bibirnya membentuk senyuman.

Pada akhirnya kita semua harus bisa berdamai. Mengikhlaskan segalanya. Membuka lembaran baru. Walau mungkin tak kan seindah dulu, tapi kebahagian baru akan segera datang dari berbagai sudut belahan bumi. Asal kita percaya.

***

"Kamu nggak apa-apa Kay?" Tanya Mika panik, raut wajahnya begitu cemas. Ia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya ketika Lily menghubunginya bahwa Kayla jatuh di sekolah.

Begitu juga dengan Papa-nya. "Kita kerumah sakit ya?"

Kayla menatap dua orang itu bergantian dengan tatapan yaelah luka gini doang, tapi buru-buru ia menjawab "aku nggak apa-apa kok. Udah nggak sakit dan nggak perlu ke dokter," lalu dia melirik kearah Lily yang berdiri disamping Papa-nya, "Mama juga udah obatin luka aku" ucapnya lagi pelan.

Papa dan Mika saling menatap namun kemudian seulas senyum tipis tercetak diwajah mereka.

Pintu kamar Kayla terbuka, seseorang dengan langkah tergopoh-gopoh memasuki kamar Kayla. Rambutnya yang dicepol sedikit berantakan. Dibalik kaca mata minusnya terdapat sorot mata khawatir. Serentak mereka berempat memandang kearah pintu.

"Kay kamu nggak apa-apa? Mana yang sakit? Kita ke dokter ya. Kak Qwin temenin, oke?" Nafasnya tersengal-sengal.

Queena, kakak tiri Kayla. Tiga tahun diatas Kayla. Kayla cukup dekat dengan Queena, terkadang ia meminta bantuian Qwin untuk mengerjakan tugas sekolahnya.

Empat pasang mata yang dari tadi menatap Queena kini berangsur-angsur menggeleng.

Kayla tersenyum geli "Kayla nggak apa-apa Kak. Lama-lama aku tulis nih di jidat "Kayla baik-baik aja'."

Mereka semua tertawa. Jarang mereka berlima bisa seperti ini. Suatu keajaiban yang baru. Dalam hati Ardan, Papa Kayla, berharap bahwa kebahagian ini akan terus bertahan hingga nantinya.

Lantas mereka semua terhenti ketika suara dering ponsel berbunyi diatas nakas samping kasur Kayla.

Kak Davin is calling..

***

Pembaca ku tersayang, terimamasih sudah membaca part ini. Jangan lupa untuk di Vote dan Comment ya!
See you next part ❤

Jingga Dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang