Antara Rakka dan Davin
====================================
Kayla mengamati sekelilingnya. Sepi. Hanya ada dia dan tiga orang pengunjung lainnya yang berada di kafe tersebut. Ia mengambil earphone dari dalam tasnya seraya mengeluarkan novelnya. Hari ini, Kayla dijemput Bang Mika lagi. Tadinya, Rakka bersikeras mau mengantar Kayla pulang, tetapi gadis itu menolak. Lagipula hari ini ada latihan basket, mengingat pertandingam semakin dekat. Padahal Kayla khawatir dengan tangan Rakka yang masih terbalut perban, tapi dengan santai lelaki itu bilang, main basket pake telapak tangan bukan punggung tangan, dan Kayla hanya bisa berdecak sebal.
Kayla menyeruput coklat panasnya, pikirannya melayang ke 8 bulan silam. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di GeHa.
Saat hari pertama MOS, seperti siswa lainnya ia memakai atribut name tag yang terbuat dari kardus dengan menggunakan tulisan yang berasal dari potongan kertas koran, memakai topi kerucut yang terbuat dari daun pisang, tali sepatu yang diganti dengan tali rapia, dan keanehan lainnya yang menurut Kayla terlalu kekanak-kanakan.
Kayla tidak suka. Lantas ia berjalan menuju rooftop sekolahnya. Duduk di pinggir gedung sambil menikmati susu kotak coklatnya. Semua atribut MOS nya dilepas, hanya tertinggal seragam yang ia pakai dan juga kaus kaki yang masih terpasang rapih dikakinya. Ia mengedarkan pandangannya melihat seluruh rangkaian acara MOS, hingga pandangannya beralih ke seorang lelaki yang tengah menatapnya. Lelaki itu berdiri tidak jauh dari posisi Kayla. Kayla tersenyum ramah, namun detik berikutnya ia langsung mengalihkan kembali pandangannya ke lapangan.
"Woi ketua OSIS!" lelaki itu berteriak. Kayla menatap lelaki itu dengan dahi yang berkerut lalu membulatkan matanya ketika sadar jangan-jangan lelaki itu ingin memberitahu keberadaannya.
Kayla secepat kilat bangkit dari duduknya dan menghampiri lekaki itu, tatapannya jengkel. "Mau lo apa sih? Gue kan nggak ganggu lo dan lo nggak usah ganggu ketenangan gue."
Lelaki itu tidak menghiraukannya, "ketua OSIS, nih anggota lo ada yang cabut." Teriaknya lagi. Kali ini sang ketua osis tengah menatap mereka berdua dari lapangan.
"Turun lo woi!" Teriak Danny, si ketua OSIS.
Kayla menatap lelaki itu tidak percaya, sorot matanya sangat kesal. Ia menghentakan kakinya lalu berdecak sebal, ia berbalik mengambil atribut MOS-nya.
"Pake dulu kali sepatu lo, nggak usah ditenteng gitu." Ucapnya sambil menahan tawanya.
Kayla menatap tajam lekaki itu lalu mendengus sebal, ia tetap berjalan kearah tangga. Setelah sampai dilapangan, Kayla bertemu dengan Danny. Saat Danny ingin mengeluarkan sumpah serapahnya, lelaki yang tadi bersama Kayla datang menghampiri. Berdiri disamping Danny.
"Udahlah Dan, jangan gangguin dia." Ucapnya sambil menunjuk Kayla menggunakan dagunya.
"Nggak bisa gitu dong Ka, lo nggak usah ikut campur." Lalu Danny menatap Kayla, "lo harus bersihin sampah yang ada dilapangan, pake tangan lo sendiri dan ini kantung plastiknya." Tangan kanannya memberikan kantung plastik sampah berwarna hitam.
Kayla membulatkan matanya, namun tangannya menerima kantung plastik tersebut. Ia berjongkok ingin memakai sepatunya, tetapi lengannya tertahan.
"Buruan, nggak usah pake sepatu." Ucap Denny sambil tersenyum miring. Kayla menghembuskan nafasnya pasrah lalu berjalan mencari sampah.
Rakka mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ia tidak suka, tatapan tajamnya ia berikan kepada Danny. Seketika Danny langsung ciut. "Awas aja lo Dan, tunggu." ucapnya dingin. Lalu ia mengambil sepatu Kayla dan kemudian berlari kecil kearah Kayla, ditarik lengan gadis itu, lalu menggendongnya paksa. Kayla tersentak kaget dan membulatkan matanya.
"Lo gila? Turunin gue. Lo mau ngapain?" ucapnya memekik, tangannya memukuli punggung Rakka tiada henti. "Ih turunin gila, eh cowo gila. Sarap. TURUNIN NGGAK!?"
Semua mata tertuju pada mereka berdua. Tatapan yang memiliki arti masing-masing. Namun Rakka tetap berjalan menjauh, keluar dari lapangan.
Kayla tersadar dengan lamunannya ketika tangan hangat milik Mika menepuk pelan bahunya. Kayla membereskan barangnya dan mengikuti langkah Mika menuju mobilnya.
"Abang..." panggilnya lirih saat mobil sudah bergabung dengan mobil lainnya ditengah kemacetan.
Mika menatap Kayla sebentar, "kenapa?"
Kedua jari telunjuknya ia ketuk-ketukan dipahanya. "Bingung."
Mika menghembuskan nafasnya pelan. "Kenapa? Soal Rakka? Atau Davin? Atau keduanya?"
Kayla menatap Mika takjub, bagaimana ia tau. "Nggak tau Bang, Kay bingung." Ia menarik nafasnya pelan.
"Rakka dan Davin itu kaya koin Kay, setiap sisinya beda kan nggak sama? Tapi mereka saling melengkapi, biar jadi utuh. Secacat apapun sisi koin satunya, sisi satunya tetap ada disana, nemenin. Jadi menurut Abang, walaupun hubungan mereka lagi renggang, tapi sebenernya mereka saling membutuhkan untuk melengkapi satu sama lainnya."
Kayla hanya diam. Ia termenung dengan ucapan Mika. Kepalanya ia senderkan di kaca mobil.
Tangan kiri Mika mengelus puncak kepala Kayla lembut. "Kamu harus bisa buat mereka berdamai. Setidaknya pas lagi sama kamu." Mika menarik tangannya kembali ke setir kemudinya. "Abang nggak mau liat kamu sedih karena dua cowok itu Kay."
"Iya Bang." Ucap Kayla pelan.
Kayla kembali sibuk dalam pikirannya. Rakka yang selama ini selalu ada untuk dia di sekolah, begitu juga dengan kedatangan Davin yang tiba-tiba. Awalnya Kayla tidak mengenal Davin begitu dekat, ia hanya tau bahwa Davin kakak kelasnya yang selalu nolongin dia disaat Rakka tidak ada atau Davin yang buntutin Kayla secara diam-diam menuju kafe dipersimpangan sekolah, duduk dibangku ujung sampai Kayla dijemput Mika. Davin yang kini sudah mulai bersikap seperti Rakka. Rakka dan Davin, yang entah kenapa selalu tidak akur. Bagaikan air dan api.
Tanpa Kayla tau, sebenarnya dulu mereka bersahabat, mereka pernah saling berkorban, saling melindungi, dan pada akhirnya hubungan mereka retak, bukan lagi retak tetapi hancur.
***
Sebenernya ada apasih antara Rakka dan Davin? Apa karena Kayla?
Ah aku bingung hahahahaJangan lupa untuk vote dan comment ya sayang-sayangku ❤
See you on wednesday!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Dan Senja
Teen FictionDisaat harapan membuat mereka bermimpi indah, tetapi kenyataan seakan menampar mereka. Menyadarkan mereka, bahwa cerita Tuhan tak sejalan dengan rencana mereka. Apakah bisa seorang Mikaila Jingga Askara menyembuhkan lukanya disaat sang pemahat hati...