BAB 20

166 7 0
                                    

Dia milikku, hari ini dan seterusnya.

====================================

Pagi ini Rakka sudah berada di rumah Kayla, duduk manis di meja makan bersama Mika. Kayla masih berada di kamarnya, masih siap-siap untuk pergi sekolah.

"Ka, boleh Abang minta tolong?"

Rakka yang sedari tadi hanya memainkan garpunya menatap Mika lurus-lurus. "Apa Bang?"

"Tolong, jagain Kayla. Jangan buat dia nangis atau sedih."

Rakka menurunkan bahunya lemas, ia terdiam sejenak sebelum kembali menatap Mika yang menunggu jawaban. Hanya anggukan kepala yang bisa Rakka berikan. Anggukan kepala yang sebetulnya ragu untuk ia berikan.

"Dari kecil, Kayla anak yang kuat. Diejek temannya pun gak pernah nangis, sampai Mama pergi buat selamanya, Kayla berubah. Walaupun Abang tau Kayla mencoba menutupinya. Jadi Abang minta tolong banget sama kamu untuk tidak membuat Kayla sedih. Karena Abang ngerasa gagal."

"Abang tetap yang terbaik bagi Kayla, jangan bilang bahwa Abang ngerasa gagal. Sebisa mungkin Rakka akan memberikan yang terbaik untuk Kayla."

Walau ada rasa bersalah di hati Rakka. Ada rasa yang tidak bisa Rakka utarakan. Menyesal sudah pastinya. Rakka takut, takut bahwa semesta akan mempermainkannya. Takut kalau nantinya, semua tidak berjalan seperti yang ia harapkan.

"Serius banget mukanya. Pada tegang. Pasti lagi ngomongin Kayla ya?" Kayla sudah duduk disamping Rakka, mengambil garpunya lalu memakan omlette-nya.

"Mau banget apa lo diomongin?" Ujar Rakka lalu meminum susunya.

Kayla hanya berdecak sebal sedangkan Mika tersenyum melihat kelakuan dua remaja di depannya.

Mika melirik jam yang berada dipergelangan tangannya, kemudian ia meminum jus jeruknya. "Abang berangkat ya, mau ada meeting sama klien."

Kayla hanya mengangguk dan Mika pun bangkit dari kursinya, mengecup sebentar puncak kepala Kayla lalu mengambil kunci mobil yang tergantung di samping pintu utama.

"Ayok berangkat, nanti kesiangan lo ngomel-ngomel lagi."
"Kak..."
"Apa?"
"Gak jadi, bentar mau bekalin makanan dulu."

Rakka mengangkat sebelah alisnya, "buat siapa? Kan gue udah sarapan sama lo."

"Kak Davin. Dia iri pasti nanti." Teriak Kayla dari arah dapur.

Rakka hanya menghela nafas panjang.

***

"Jadi lo udah nembak Kayla?"

Rakka menghentikan langkahnya, ia menoleh dan melihat Davin yang bersender di dinding dekat tangga, tangannya bersedekap di depan dadanya, matanya menatap Rakka lekat-lekat, ada sorot marah bercampur khawatir dari iris coklat tersebut.

"Apa urusannya sama lo?" Rakka menjawab sambil berjalan menghampiri Davin.

"Lo udah sembuh?"

Rakka mengeraskan rahangnya, menahan gejolak emosinya untuk tidak melayangkan pukulan kepada Davin.

"Jawab!!" Davin bertanya sekali lagi sambil menegakkan badannya.

"Gue gak mau Ka, lo sampe nyakitin dia. Lo bukan hanya aja nyakitin dia, tapi bisa jadi lo kehilangan dia. Dan gue gak mau liat lo semakin hancur." Davin kembali bersuara saat Rakka masih diam mengatur emosinya.

Rakka menghela nafas kasar, membuang tatapannya kearah tangga.

"Lo harus berdamai sama masa lalu lo dulu Ka. Inget, masa lalu lo bukan hanya sekedar Adera, tapi.." Davin menjeda ucapannya, ia menghela nafas frustasi.

"Gue udah gak make, lo tenang aja." Rakka berujar seakan tau kemana arah pembahasan Davin.

Davin menatap Rakka, tangannya kini sudah terkepal disamping badannya. Sorot matanya menajam. "Jangan bego Ka! Lo pikir gue gak tau? "

Rakka kembali menatap Davin, tatapannya melunak seakan memohon untuk tidak memperpanjang masalahnya.

"Untuk kali ini aja. Biar gue bahagia sama Kayla. Gue mohon." Ucap Rakka lirih nyaris tak terdengar.

Tidak ada sahutan apapun dari Davin, hanya terdengar deru nafas mereka masing-masing. Sedangkan lorong kelas yang sudah sepi sejak bel pulang tiga puluh menit yang lalu.

"Apa jaminannya?" Davin bersuara, menghetikan keheningan yang ada.

Rakka terdiam, pikiran dan hatinya saling berperang. Ia tidak mau untuk melepaskan Kayla. Rasanya terlalu berat melepaskannya. Melihat Kayla seminggu lalu saja membuat hatinya teriris. Bahkan ia sampai membatalkan semua janjinya dengan Randy. Bahkan ia tidak mengalihkan pikirannya ke club dan minuman keras.

Davin maju selangkah, mencengkram kerah kemeja sekolah Rakka. "See? Bahkan dengan lo diem kaya gini memperkuat dugaan gue kalau lo belum sembuh!"

Rakka menundukan kepalanya, bahkan ia tak berniat membalas serangan Davin, walau mati-matian ia sedang menahan emosinya.

"Lo kenal Kayla lebih lama, bahkan lo orang yang ada saat nyokapnya pergi. Harusnya lo sadar kalau lo jangan nambah kesedihan dia lagi." Davin menghela nafasnya kasar.

Rakka tetap diam, ia sama sekali tidak bergeming. Hanya menatap Davin dengan sorot yang tak bisa diartikan.

"Untuk kali ini aja. Gue mohon." Lagi. Hanya sebaris kalimat itu yang terucap dari bibir Rakka.

Davin menghentakan tangannya, ia melepas cekalannya. "Apa jaminannya lo gak bikin dia sedih?" Davin tersenyum miring sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Adera aja udah bikin dia ngurung diri, gimana dia tau kalau lo seorang pemakai?"

Rakak tersentak. Detak jantungnya seakan berhenti. Ada rasa sakit yang menjalar didadanya. Darahnya berdesir membuat tubuhnya menegang.

Davin yang melihat perubahan Rakka, melunakan tatapannya. Ia memegang bahu Rakka sejenak. Kemudian menghela nafas pelan. "Tinggalin, jauhin, selagi belum terlambat."

Samar, Rakka menggelengkan kepalanya. "Enggak Vin. Dia milik gue. Lo tau kan, sesuatu yang gue miliki, gak akan dengan mudah gue lepas."

"Ya termasuk hal gelap yang lo miliki." Davin mundur selangkah lalu membalikan badannya. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara Rakka.

"Adera buat gue hancur, bahkan gue hampir ngajak lo hancur. Tapi gue sadar, lo gak berhak ikut hancur bareng gue. Gue kacau Vin, kacau!" Suara Rakka parau, terdengar lirih. "Gue sadar gue emang brengsek, bajingan, pengecut. Tapi apa salah kalau gue milikin dia? Apa gak boleh pelan-pelan gue sembuh?" Rakka kembali berucap, bahkan kini suaranya bergetar menahan air matanya yang ingin keluar.

Davin menoleh, menatap punggung Rakka yang tertunduk lesu. Ada perasaan sakit, saat mendengar Rakka berbicara seperti itu. Ia terlalu mengenal Rakka. Bahkan saat Rakka jatuh ke dunia gelap, Davin dengan senang hati menemaninya. Namun Rakka saat itu memaksa dirinya tetap menjadi waras diantara ia dan Randy. Alasannya, kalau nanti gue hancur, terus Randy hancur, lo jagain Adera ya. Dan untuk kali ini, apakah berlaku juga dengan Kayla?

***

Holla, I'm back yuhuuuuuu!
Aku bakalan kelarin ini cerita, karena aku punya cerita baru ;D

Bhayyyyyyy, Love.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jingga Dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang