Nineteen • Marah.

763 100 7
                                    

"Jika ada yang mengganjal di rongga hati, ucapkanlah.. Atau biarkan ia tenggelam tanpa pernah bisa terkuak."

-i hope u can.

------- ~ -------

Playlist : Surat Cinta untuk Starla - Virgoun.

Cila enggan memberanikan diri memecah keheningan yang terjadi selama mereka dalam perjalanan. Terlihat raut muka marah di wajah bagas. Ditambah bagas tak berbicara sedikitpun setelah kejadian tadi.

'Ni anak nyesel kali ya, udah bilang suka gue didepan elsa.' batin cila menatap wajah bagas.

Setelah itu cila memilih menatap luar kacanya. Hingga beberapa menit berlalu, mereka sampai di suatu tempat yang sudah tak asing bagi cil. Ya, tempat itu adalah danau tempat terfavorit cila bilamana hati cila sedang gundah gulana.

"Yaampun, gue udah lama banget ga kesini." ujar cila setelah turun dari mobil.

Bagas turun tanpa merespon perkataan cila dan langsung menuju pinggir danau itu, diikuti oleh cila yang memajukan beberapa senti bibirnya karena kecuekan bagas.

"Bagas." panggil cila setelah mereka duduk di salah satu akar besar di pinggir danau.

"Hmm." bagas menatap danau.

"Lo kenapa?." ucap cila.

"Biasa aja." jawab bagas.

"Tapi dari tadi lo diem aja." Tak ada jawaban.

"Lo nyesel ya udah bilang suk-" lanjut cila namun di potong oleh bagas.

"Gue lagi marah sama lo." potong bagas.

"Lah?" cila terkejut mengetahui bagas marah kepadanya.

"Ko gue?" ucap cila namun bagas tetap dengan pendiriannya untuk tidak berbicara.

"O-oke oke gue minta maaf udah bikin nyusahin lo. Tapi gas tanpa lo bela kaya tadi, gue gapapa gas."

"Gue bukan marah karena itu."

"La terus?" cila menatap bagas yang tak kunjung menatapnya balik.

"Gue marah karena kelakuan lo." bagas menoleh menatap cila,  pandangan mata orang dua itu kini saling bertemu.

Cila mengerutkan keningnya. "Ye emangnya lo nyokap gue." ujar cila mencoba merubah suasana.

"Kenapa?"

"Yang boleh marah sama gue itu ya cuma nyokap gue. Ga boleh ada yang lain." cila mengalihkan pandangannya.

Bagas memiringkan senyumnya. "Mau marah atau nggak itu hak gue."

"Iya, tapi bukan kewajiban lo. Lo harus tau itu."

"Terserah."

Beberapa saat mereka saling diam, tidak ada yang ingin membuka pembicaraan walaupun banyak pertanyaan yang ingin cila tanyakan namun ego-nya mengalahkan keinginannya. Hingga akhirnya bagas lah yang memecah keheningan di sore hari itu.

"Asal lo tau. gue marah, karena lo terlalu bego." bagas kembali ke topik pertama kenapa dia marah.

"Lo ngatai gue?" cila spontan menoleh.

"Yaiyalah, emang gitu kenyataannya." bagas menatap cila.

"Apa?" cila balik menatap tajam bagas.

"Lo di tindas elsa cuma bisa diem aja. Itu namanya pinter?"

"Eh gue ga sebego itu juga kali. Buang waktu banget ngebales perbuatan dia."

i Hope U CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang