"Perjuangan yang berakhir dengan kegagalan itu memang tak pernah diinginkan dan memang menyakitkan, namun lebih menyakitkan lagi jika perjuangan itu di balas tetapi hanyalah dengan kepalsuan."
Tara sedang duduk sendirian di kantin, Alana tidak masuk sekolah karena sakit, Tara juga sudah mencari Deani dan Sari namun Tara tidak menemukan keduanya. Jadi terpaksa Tara pergi ke kantin seorang diri, Tara memesan makanan dan minuman favoritenya. Tetapi semenjak Tara memesan semua itu tak pernah ia menyentuhnya apalagi memakannya, Tara menatap ke arah makanannya dengan tatapan kosong.
Akhir-akhir ini Tara menjadi anak yang pendiam dan sering melamun padahal dia adalah anak yang sangat ceria, bahkan sahabat-sahabat Tara juga menyadari perubahan Tara yang drastis ini. Tara juga tidak tau kenapa dia bisa menjadi seperti sekarang ini, sekarang ia lebih sering menyendiri dan melamun. Saat Tara sedang melamun tiba-tiba seseorang duduk tepat di depannya sambil membawa makanan minumannya.
"Woy ngelamun mulu lo." Tara mendongakkan kepalanya dan ternyata yang duduk di depannya adalah Gifar.
"Emang ada masalahnya sama lo kalau gue ngelamun?" Tara menjawabnya dengan ketus.
"Gak sih, tapi gak enak aja kalau ngelihat orang ngelamun, eh itu makanan lo kok gak dimakan sih?" Tanya Gifar yang melihat bakso Tara yang terlihat seperti belum dimakan, walaupun memang kenyataannya seperti itu.
"Males." jawab Tara singkat.
"Lo kenapa sih Ra?"
"Kenapa apanya?" Tara balik bertanya karena dia memang tidak mengerti apa maksud pertanyaan Gifar.
"Lo tuh akhir-akhir ini gue perhatiin beda tau gak?!" ternyata Gifar juga merasakan jika Tara berubah.
"Beda apanya sih Far? Perasaan, gue biasa aja deh."
"Ya gak tau juga sih, mungkin cuma perasaan gue aja." Gifar menyendokan bakso milik Tara yang telah ia potongnya tadi, "Ra buka mulut lo!" Gifar mencoba menyuapi Tara karena dia tau Tara belum memakannya sejak tadi.
"Ih apaan sih lo Far?! Malu tau gak dilihatin banyak orang!" Tara menolak membuka mulutnya karena mereka menjadi pusat perhatian orang yang berada di sana sekarang.
"Biarin aja Ra, lo emang udah sarapan tadi?" Tara hanya menjawabnya dengan menggeleng karena memang tadi pagi dia tidak sempat sarapan.
"Tuh kan, lo belum sarapan, pokoknya sekarang buka mulut lo!" Akhirnya Tara membuka mulutnya dan Gifar langsung memasukkan baksonya, Tara tidak bisa menolak lagi karena Gifar memaksanya.
"Gak enak tau Far, kita dilihatin sama orang-orang." Tara kembali melihat sekelilingnya dan melihat orang-orang yang masih terus memperhatikan mereka berdua.
"Ya udah kalau gak mau di suapin sekarang makan baksonya, nanti kalau sakit gimana?"
"Hmm, bosen tau gak udah dua kali lo bilang "kalau sakit gimana" kaya waktu gue kehujanan waktu itu." ingatan Tara kembali berputar saat di taman waktu itu, Gifar datang disaat yang tepat, Gifar datang disaat Tara sedang bersedih dan sedang membutuhkan seseorang disampingnya.
"Ya terus, gue harus ngomong apa dong? Masa gue ngebiarin lo sakit."
"Huh!! Gak tau deh gue, gue juga aneh sama diri gue sendiri."
Tara mulai memakan baksonya, Gifar memperhatikan Tara yang sedang makan dan dia tersenyum ketika melihat tingkah Tara yang menurut Gifar sangat lucu. Tara yang baru sadar jika dia diperhatikan oleh Gifar langsung menghentikan kegiatan makannya dan menunduk malu, "Lo ngapain sih ngelihatin gue kaya gitu banget?"
Gifar terkekeh, "Emangnya gak boleh kalau gue ngelihatin lo kaya gini?" bukannya menjawab pertanyaan Tara, Gifar malah balik bertanya.
Tara merasakan panas di pipinya, "Ya gak gitu juga kali!" Tara menjawab sambil terus menundukan kepalanya karena dia tidak mau menatap Gifar yang sekarang tertawa geli, karena melihat Tara yang mulai salah tingkah.
Gifar menghentikan tawanya, "Oke gue gak bakal ngetawain lo lagi, sekarang lo lanjutin tuh makannya sampe habis." Tara hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan Gifar.
"Mau gue suapin lagi?" Gifar menaik turunkan alis tebalnya, itu membuat Tara semakin salah tingkah dan membuat rona merah di pipinya semakin menjadi-jadi.
"Gak usah!!! Far mending lo pergi deh!" Tara mengusir Gifar karena dia takut jika Gifar terus di depannya jangtungnya bisa-bisa copot.
"Far buruan pergi, kalau lo dideket gw terus nanti jantung gue lama-lama lari dari tempatnya." batin Tara.
"Haha ya udah deh, gue pergi tapi jangan lupa habisin baksonya!" Tara mengangguk dengan cepat agar Gifar juga langsung berlalu dari hadapannya.
Gifar beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Tara sendirian di kantin, Tara memegang dadanya, "Aduh gila banget tuh cowok bikin gue salah tingkah mulu kerjaannya." Tara mengumpat dalam hatinya.
***
Setelah jam istirahat selesai Tara kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran selanjutnya, karena Alana tidak masuk sekolah, Gifar yang tadinya berada di belakang Tara ketika mengetahui Alana tidak sekolah sekarang menjadi duduk di samping Tara dan membiarkan Bayu yang sedang marah-marah gak jelas itu duduk sendirian.
Gifar mendekatkan wajahnya pada Tara dan sorot matanya yang tajam menatap Tara, hati Tara sudah berdegup sangat kencang. Tara menjauhkan dirinya dan menggeserkan bangkunya.
"Ra, kok lo wangi banget?" ternyata Gifar mendekatkan wajahnya itu untuk mencium aroma tubuh Tara yang sangat harum.
"Eh! Dasar lo Far, gue udah ketakutan tadi sangkain gue lu kesambet apa gitu ngedeketin gue?!" ujar Tara sambil memukul lengan Gifar pelan.
"Ya kali gue mau nyium lo?!" Gifar terkekeh, karena wajah Tara yang sudah bersemu merah.
"Ya gak gitu juga!" Tara membetulkan posisi duduknya kembali seperti semula.
"Ouh iya Ra nanti baliknya bareng yuk! Mau gak?" ajak Gifar.
"Gak mau, gue bisa balik sendiri." tolak Tara yang memasang wajah jutek andalannya.
"Jutek amat mba, biasa aja kali!"
"Ya terserah gue dong, lagian siapa lo?" jawab Tara yang sekarang sedang senyum-senyum sendiri.
"Ouh jadi gitu sekarang, gue emang bukan siapa-siapa lo, tapi emangnya lo mau jadi siapa-siapanya gue?" tanya Gifar dengan wajah sok polosnya itu.
"Siapa-siapanya lo itu, maksudnya apa ya?" Tara balik bertanya karena dia memang benar-benar tidak tau apa yang Gifar maksud.
"Maksud gue, lo mau jadi pacar gue?" Gifar bertanya seolah-olah pertanyaannya itu adalah pertanyaan biasa tetapi membuat Tara menjadi mati kutu mendengarnya.
*** The Same Wound ? ***
Maaf ya kalo gw ngegantung ceritanya, niatnya sih biar bikin penasaran gitu hehe......
Ya udah gw gak mau basa-basi lagi jadi jangan lupa ya tinggalin jejak vomment kalian ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Same Wound ? [COMPLETED]
Dla nastolatkówCinta adalah sebuah kata yang sangat mudah untuk di ucapkan, tetapi cinta adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dideskripsikan.