(20) Permintaan

598 79 6
                                    

- 4 O'clock -













Hentakan kaki itu tak henti membuat bunyi nyaring. Suara debaran jantungpun ikut riuh, bersama dengan cucuran keringat yang terus mengalir seperti tak ingin berhenti.

Jejak air mata terlihat jelas di pipinya, menunjukan kalau ia baru saja menangis.

Rasa cemas yang sudah menguasai hatinya, membuatnya tak nyaman bila terus berdiam diri diatas bangku yang mungkin sudah dingin dimakan suhu.

Ini sudah hampir lebih dari 30 menit, tapi ia masih berdiri disini tanpa kepastian yang jelas.

Namjoon benci itu.

Pikirannya kembali berputar, Namjoon kalang kabut saat jantung sang adik sudah tidak berfungsi. Ia berpikir jika Taehyung sudahㅡtidak, ia masih hidup.

Bahkan untuk mengingatnya saja, Namjoon tidak ingin.

Lantas, yang menjadi beban pikirannya adalah penyebab dari semua ini. Ada apa dengan kondisi Taehyung? Hingga ia bisa berhenti bernafas seperti tadi?

"Aargh!" Namjoon menggerutu.

Ia mengutuk dirinya sendiri. Ia masih tidak mampu menjaga dan melindungi adiknya dengan baik, ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai Taehyung tidak pernah bercerita soal ini semua padanya.

"Hah," Namjoon mengendus. "Betapa tololnya kau, Kim Namjoon."

"Bodoh. Untuk menjaga Taehyung saja aku tidak bisa." Namjoon tersenyum miring, meledek dirinya sendiri.

"Kau salah Namjoon-ah,"

Namjoon melirik sumber suara itu, dan berdirilah di hadapannya seseorang dengan jas putih dan stetoskop yang melingkar di lehernya.

"Jin hyung." gumam Namjoon.

Seokjin tersenyum simpul, ia menepuk pundak Namjoon kemudian membawanya untuk duduk bersama, di bangku kosong yang terletak tak jauh dari posisi mereka sebelumnya.

"Hyung, bagaimana?" suara Namjoon bergetar.

Pria ini tengah menahan tangis dan air matanya agar tidak tumpah di depan Seokjin.

"Dia baik-baik saja, tenanglah. Masa kritisnya sudah berlalu, dan sekarang ia sedang beristirahat." Seokjin kembali menepuk pundak Namjoon, ia sedikit mengalirkan ketenangan di dalamnya.

Namjoon tersenyum simpul. Beribu rasa syukur ia ucapkan dalam hatinya.

"Namjoo-ah, apa Taehyung sudah memberi tahumu?" tanya Seokjin ragu-ragu.

Sementara Namjoon hanya mengerenyitkan dahinya, tak mengerti. "Memberi tahu? Memberi tahu apa?"

Seokjin terlihat seperti menghela nafasnya. 'Jadi dia belum memberi tahu kakaknya?'

Namjoon melambaikan tangannya tepat di depan wajah Seokjin saat mendapati kalau pria ini tengah melamun.

"Hyung, ada apa? Memang Taehyung ingin bicara apa? Apa kau tahu hyung? Beritahu aku hyung, apa yang sebenarnya ingin Taehyung bicarakan"

"Bicara pelan-pelan Namjoon-ah." pekik Seokjin. Kemudian, ia kembali menatap mata Namjoon yang penuh dengan banyak harapan di dalamnya.

'Haruskah aku beri tahu? Tapi..' batin Seokjin.

"Namjoon-ah," gumam Seokjin, "Berjanjilah untuk tabah dan sabar untuk menerima semua ini."

"Sabar? Apa maksudmu? Memangnya apa yang terjadi?"

[kth] 4 O'ClockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang