Jinan sudah menginjakkan kaki di Seoul sekarang, dan gadis itu tengah menunggu Appanya yang akan menjemputnya.
Jinan mencari wajah ayahnya di antar banyak penjemput hingga mendapatkan dimana ayahnya berada.
"Appa menunggu lama?" tanya Jinan.
"Anniyo, ayo masuk." ucap Appanya setelah Sang supir memasukkan barang jinan ke dalam bagasi.
Di dalam mobil ayahnya mulai bertanya hal hal ringan seperti bagaimana perjalanan Jinan dan sebagainya hingga ayahnya mengubah nada suaranya menjadi serius.
"Jin-"
"Appa, aku sedang tidak ingin membahas hal ini. Dan aku harap appa mengerti. Aku pasti akan datang saat waktunya telah tiba." ucap Jinan menyela appanya sebelum pria paruh baya tersebut melanjutkan ucapannya .
Appanya hanya bisa mengangguk memaklumi gadisnya.
"Kau hanya perlu tau bahwa kau bukan penyebab dia meninggalkan kita, tidak ada yang menganggapmu seperti itu." ucap Appanya lalu mengelus kepala putrinya.
"You're not but everyones out there didnt think so." ucap Jinan lalu mengalihkan pandangannya keluar.
Orang tuanya, dan kakak laki-lakinya mungkin memang tidak menganggap itu salahnya, tapi bagaimana orang di luar sana? Bahkan keluarga besarnya sempat menyalahkan Jinan atas kejadian tersebut.
Jinan melamun menatap jalanan hingga sampai dirumah. Jinan langsung turun dari mobil meninggalkan ayahnya masuk kerumah, lalu berlari masuk ke dalam kamarnya.
Gadis itu kembali menangis seperti sesuatu yang memang terjadi secara berulang setiap tahunnya. Hingga sebuah ketukan membangunkannya dari kesedihannya.
"Jin, buka pintunya aku ingin bicara denganmu." ucap yang diyakini Jinan adalah oppanya.
Jinan beranjak turun dari ranjangnya berjalan menuju pintu dan membuka kuncinya lalu kembali menuju ranjangnya.
Jiwoo langsung masuk ketika Jinan membuka pintunya dan mengikuti gadis tersebut untuk duduk di tepi ranjang gadis itu.
"Kenapa kau masih menyalahkan dirimu Jin?" tanya Jiwoo.
Jinan tak menjawab dia hanya menghela nafas berat.
"Kau tahu kalau itu bukan salahmu." ucap Jiwoo lagi.
"Bukan salahku huh?!Asal kau tau aku yang menyebabkannya meninggal! Aku alasanya pergi! Dan karena aku lah dia tidak akan pernah kembali!!" teriak Jinan dengan kesal.
"Aku bosan mendengar kata-kata naif kalian itu, atau kalian hanya ingin menyenangkanku huh? Kalian munafik, bahkan eomma sempat menyalahkanku." Ucap Jinan sinis.
"Bahkan orang di luar sana lebih tau dibanding kalian semua yang menutupi kesalahanku!" teriak Jinan sekali lagi sebelum akhirnya dia menangis tersedu-sedu
"Seharusnya aku yang mati saat itu. Seharusnya-, seharusnya dia tidak perlu melindungiku. Dan aku pantas mati untuk itu sekarang. Setidaknya saat aku mati aku bisa meminta maaf secara langsung padanya." ucap Jinan di sela sela tangisannya.
"Ta-tapi kalian semua menahanku disini di dunia kejam ini. Kalian menahanku tanpa mengetahui betapa sakitnya aku saat semua orang menyalahkanku. Seharusnya kalian membiarkanku mati waktu itu."
Jiwoo menggenggam tangan adiknya tersebut lalu menarik pelan dagu Jinan agar menghadapnya.
"Sssttt... Itu adalah naluri yang akan dilakukan seorang kakak, Jin. Dia melakukannya dengan naluri seorang kakak, dia melakukannya karena dia menyayangimu. Ketika dia tidak pernah menyalahkanmu kenapa kami harus melakukannya?" ucap Jiwoo lalu menghapus air mata Jinan.
"Aku, ah tidak bahkan semua orang yang menyayangimu tidak akan pernah membiarkanmu sendiri, kami tidak akan pernah membiarkanmu melakukan hal itu."
Jiwoo memeluk Jinan dengan erat memberikan dukungan untuk Jinan. Setiap tahunnya adalah hal berat untuk Jinan menghadapi hari ini, ditambah setahun lalu gadis itu harus menghadapinya sendiri membuat Jiwoo benar-benar merasa bersalah.
Jinan menangis hingga dia lelah dan tertidur. Setelah tidak lagi mendengar tangisan Jinan, Jiwoo melepaskan pelukannya dari gadis itu lalu menidurkan Jinan dengan sempurna.
Jiwoo menatap keadaan Jinan yang kacau, ia merasa tidak tega pada gadis itu. Tapi ia juga tak bisa memberitahu gadis itu tentang laki-laki brengsek yang dicari Jinan.
"Tidurlah yang nyenyak agar besok kau bisa kembali ceria, kami mencintaimu." ucap Jiwoo sambil mengelus kepala adik bungsunya itu lalu pergi keluar dari kamar itu.
Malam itu Jinan tidur dengan lelap tanpa harus terbangun di tengah malam.
Sedangkan seseorang disalah atu kawasan apartement mewah sedang menenggak minumannya entah yang keberapa sambil terus menangis lirih.
"Ya! Jiyong-ah! Berhenti minum, kau mau mati hah?!" ucap Seunghyun lalu merampas botol yang hampir kembali di tenggak oleh Jiyong.
'Gila' hanya satu kata itu yang terlintas di otak Seunghyun. Dia mungkin memang drunker seperti Jiyong ketika ia stress, tapi dia tidak segila Jiyong yang meminum hampir lebih dari lima botol.
"Hyung... " lirih Jiyong.
"Apa aku egois? Apa aku egois jika aku ingin melanjutkan hidup ku? Aku egois kan hyung... "
"Aku menghianati-nya 'kan hyung? Dia pasti kecewa kan? Ah, haha kau ini bagaimana sih Ji, bahkan dia sudah kecewa sejak hari itu."
"Aku tau kau sangat egois. Aku sudah berkali-kali mengatakan dia pasti ingin kau melanjutkan hidupmu. Tapi kau terlalu egois bahkan terhadao dirimu sendiri. Kau tidak ingin melanjutkan hidupmu dan itu akan membuat-nya tidak tenang disana. Kau egosi." Ucap Seunghyun sambil menenggak minuman Jiyong yang tadi ia rampas tadi.
"Yah... Bukan tak ingin, hanya saja aku merasa tak pantas mendapatkannya." ucap Jiyong menyenderkan kepalanya di senderan kursi.
"Tapi nyatanya, kemarin mulutku ini melantur. Tidak seharusnya aku meminta hal seperti itu padanya, bukan kah aku sangat brengsek?" ucap Jiyong lalu tertawa sinis untuk dirinya sendiri.
"Tak ada yang salah dengan itu. Kau pantas melanjutkan hidupmu. Kejadian itu sudah dua tahun yang lalu Ji." Ucap Seunghyun.
"Sudah dua tahun? Karena baru dua tahun itu aku merasa belum pantas hyung. Dia baru saja pergi meninggalkanku, dan aku sudah ingin melanjutkan hidupku? Aku memang seorang bajingan." ucap Jiyong lalu tertawa dengan perih.
Keheningan menyelimuti situasi mereka berdua membawa mereka larut dalam pikiran mereka sendiri
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Fool- K.J.Y
FanfictionKetika kau mendapatkan kembali energi kehidupanmu bahkan saat itu kau sudah mendapatkan kepercayaannya tapi semua itu hancur hanya karena satu kalimat yang kau keluarkan pantaskah itu di katakan bodoh. Ketika kalian telah mendapatkan yang kalian but...