6. Disgusted Surprise

3.6K 253 0
                                    


"Asyik banget kayaknya... Sampe ada yang nyapa aja gak nyahut." Alika tersentak saat mendengar suara bass yang sudah begitu dikenalnya dan ia langsung menolehkan wajahnya, tampak sosok tampan berkaca mata yang tanpa disadarinya sudah mencuri perhatiannya.

"E-eh, Alfan... Ma-maaf." Alika gugup saat melihat senyuman pemuda berkaca mata itu. Wajahnya tiba-tiba saja merona malu. Ia langsung memalingkan wajahnya saat Alfan menatapnya.

"Rame banget kayaknya Al bukunya. Buku apa, sih?" Alfan melihat buku yang sedang dipegang Alika. Alika tersenyum.

"Hehehe..., biasa novel."

"Hm..., pasti deh cewek itu sukanya baca novel. Udah nebak."Alika tertawa

"Emangnya, cowok gak ada gitu yang suka baca novel? Buktinya itu, si Dany penggemar berat novel juga. Dia kan cowok juga." Alfan tertawa.

"Itu kan lain lagi perkaranya. Dia masih dipertanyakan gender-nya." Alika tergelak mendengar opini konyol Alfan.

"Ih..., jangan suka ngeledek orang. Siapa tahu, beberapa tahun kemudian dia menjadi cowok gagah dan tampan yang jadi impian semua cewek."Alfan tertawa.

"Tapi..., kayaknya masih kalah deh sama aku." ucap Alfan dengan narsisnya. Alika memutar bola matanya.

"Ck..., masih saja ya PD tingkat dewa." lalu, mereka berdua tertawa bersama melepaskan semua beban hari itu di bawah langit biru yang cerah, tak peduli dengan mentari yang membakar dan lalu lalang orang-orang sekitar. Alika terpesona untuk kesekian kalinya saat melihat binar bahagia di wajah penuh kharisma itu. Tanpa sadar, ia tenggelam dalam pandangan yang membawanya ke alam imajinasi tentang bayang-bayang masa depan bersama Alfan.

"Eh, Al. Aku ke masjid duluan, ya?! Kebetulan, aku kebagian jadi imam sekarang. Kamu sholat gak?" Alika tersentak dari lamunan liarnya. Ia tergagap, takut tertangkap basah ketahuan memperhatikan Alfan.

"Oh..., i-iya. Nanti aku nyusul." Alfan mengangguk sambil tersenyum dan berlalu meninggalkan Alika yang masih berdiam mematung memandang punggung tegap itu hingga menghilang. Ia meraba dadanya. Jantung ini masih berdetak liar dan entah sampai kapan ia akan terus memendam rasa yang membahagiakan sekaligus menyiksa ini.

Alika menghela nafas lelah saat tiba-tiba saja kenangan 4 tahun lalu melintas dalam benaknya. Senyuman dan tawa lepas Alfan yang membuat dada Alika sesak akan rasa sakit yang tak sanggup ia abaikan begitu saja. Setetes air mata meluncur saat genangan itu tak mampu ditampung oleh pelupuk matanya. Ia menjadi tidak fokus lagi dengan layar komputer di depannya. Ia beranjak dari duduknya untuk pergi ke toilet sebelum cairan bening itu membasahi wajah ayunya. Alika masuk ke sebuah bilik dan menumpahkan air mata yang sejak tadi ditahannya. Ia terisak melepaskan semua beban yang berusaha ditahannya. Tak dipungkiri, kekecewaan masih dirasakannya. Ia tak bisa menyalahkan siapa pun, karena dari awal, ia dan Alfan tak memiliki hubungan apa pun. Hak Alfan untuk memilih wanita yang terbaik untuk masa depannya yang pasti dicintainya. Tapi, Alika tak bisa mencegah perasaan yang datang kepadanya. Ia perempuan. Apa ia pantas jika harus mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu? Ia memikirkan kemungkinan respon yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, ia adalah seorang perempuan muslimah yang sangat menjunjung harga diri dan kehormatan. Ia sangat menjaga dirinya dan tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk menghindari pacaran. Ia berusaha menenangkan dirinya agar ia bisa mengubur perasaannya secara perlahan. Ia berpikir bahwa Alfan sama dengan lelaki lainnya yang menganut prinsip pacaran. Percuma saja jika Alfan mengajak berpacaran tanpa jelas tujuan ke depannya. Lebih baik menunggu lelaki yang memintanya kepada orang tuanya untuk dijadikan istri daripada digantung dalam hubungan yang belum pasti beratasnamakan cinta. Alika tak tahu seperti apa definisi cinta itu. Tapi ia tahu pasti, cinta sejati adalah cinta yang berada dalam diridhoi oleh Allah dan rasa cinta hanya untuk kekasih yang sudah halal. Alika menghapus air matanya dan bertekad untuk mengikhlaskan segala ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Mungkin memang Alfan bukan jodoh terbaik untuknya. Ia terus menyemangati dirinya dan fokus akan tanggung jawabnya saat ini. Ia tak boleh bersikap kekanakan. Ia keluar dari toilet menuju tempatnya kembali. Alika mengambil beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh bosnya dan berjalan menuju ruangan sang bos. Begitu ia membuka pintu, matanya melotot seakan ingin loncat keluar saat ia menyaksikan pemandangan asing di depannya.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang