5. My Very First Day

3.9K 286 1
                                    

Suara langkah kaki berbaur dengan hiruk pikuk lalu lalang tiap individu yang tenggelam dalam kesibukan hari-hari yang tak pernah padam akan semangat dan ambisi. Pagi hari yang tak pernah mati hingga lampu-lampu kota menyala menggambarkan api semangat yang terus berkobar tak tersentuh waktu. Begitu juga yang terjadi dengan seorang gadis berhijab coklat tua dengan baju panjang sampai paha yang bermotif berwarna senada dengan hijabnya dan celana bahan yang agak longgar. Ia terus melafalkan do'a dalam hati untuk kejutan yang akan diterimanya hari ini. Tekad yang bulat tergambar jelas di mata indahnya.

"Permisi Mbak, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang resepsionis ramah. Alika terlihat berpikir sejenak.

"Emm..., saya kemarin mendapat panggilan kembali dari sini dan disuruh datang hari ini untuk menghadap Pak Direktur tentang wawancara kerja yang tertunda."

"Oh..., tunggu sebentar ya, Mbak!" Alika harap-harap cemas menunggu dengan tangan gemetar.

"Silakan Mbak langsung saja ke lantai 9. Pak Direktur dan yang lainnya sudah menunggu di ruangan tempat wawancara."

"Terima kasih, Mbak." Alika melangkah cepat dengan degup jantung tak karuan. Semoga saja nanti dilancarkan.

Sesampainya di tempat yang dituju, Alika disambut oleh seorang wanita cantik dengan setelan kerja formal dengan rok selutut dan masih menunjukkan kesopanan.

"Ayo, Mbak! Bapak sudah menunggu di ruangannya." Alika bingung, namun tetap mengikuti langkah wanita itu. Ia sampai di sebuah ruangan dan wanita itu mengetuk pintunya.

"Masuk!" perintah suara bariton dari dalam.

"Mbak Alika sudah datang, Pak."

"Ok. Kamu boleh pergi." tinggalah Alika seorang diri, berdiri di ambang pintu seperti orang linglung. Masih berat untuk melangkahkan kaki ke dalam.

"Kenapa masih berdiri di situ? Ayo masuk!" Alika tersentak.

"Eh..., i-iya, Pak." Alika gugup dan perlahan ia melangkahkan kakinya ke dalam. Sesampainya di ruangan, ia disambut oleh keadaan ruangan yang besar dan luas. Alika terkagum dengan desain interior ruangan tersebut. Nuansa abu-abu mendominasi ruangan tersebut. Terkesan maskulin dan agak misterius, sesuai dengan karakter orang di hadapannya. Agak acuh, tapi ada ketegasan pada raut wajahnya. Alika masih mengedarkan pandangannya mengagumi kemewahan ruangan tersebut sampai sebuah suara menginterupsinya.

"Sudah puas mengamati?" Alika hampir terjungkal karena kaget sambil mengelus dadanya sebentar.

"Eh, oh... Ma-maaf, Pak." Alika salah tingkah ketahuan seperti orang udik yang baru melihat ruangan semewah ini meskipun memang benar faktanya. Alika mengalihkan pandangannya dan matanya langsung bertemu dengan mata sipit namun tak mengurangi ketajaman dan ketegasan yang tergambar di mata hitamnya. Beberapa detik berlalu dan Alika langsung membuang pandangannya ke arah lain. Astaghfirullah... Alika meredakan degup jantungnya yang berdetak liar. Ia menundukkan pandangannya menyadari dosa kecil namun indah yang baru saja dirasakannya. Ia tak berani menatap wajah tampan di depannya lagi.

"Ehm... Silakan duduk Alika!" suara tegas itu kembali membuyarkan lamunan abstrak Alika. Dengan rasa canggung dan gugup yang masih melanda, Alika akhirnya duduk di kursi yang tersedia.

"Saya minta maaf soal kejadian beberapa minggu yang lalu." Nathan membuka suara memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka.

"Iya, Pak. Gak apa-apa. Saya cuma tidak suka aja jika ada yang sudah menyinggung area privasi saya." Nathan mengangguk.

"Baiklah. Saya ingin menawarkan kembali pekerjaan yang sempat tertunda kemarin. Bagaimana? Apa kamu masih bersedia untuk menerima tawaran ini?" Alika mendongakkan wajahnya dan lagi-lagi matanya bertemu dengan mata kelam Nathan. Alika buru-buru menundukkan wajahnya kembali.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang