15. Days For Recovery

2.8K 206 0
                                    

Sudah seminggu ini Nathan belajar pada Ustadz Hanafi tentang pengetahuan seputar Islam. Sepulang kantor, ia langsung pergi menuju mesjid yang berada di dekat dengan rumah Ustadz Hanafi saat pertama datang bersama Alika. Hari pertama dan kedua ia diantar oleh Alika, dan selanjutnya ia datang sendiri. Kini, ia sudah ada di dalam majlis yang bersebelahan dengan mesjid yang suka dipakai untuk pengajian anak-anak dan ibu-ibu juga untuk menerima tamu yang kadang ada yang ingin belajar mengaji atau pengetahuan untuk memperdalam Islam seperti Nathan. Kebetulan sedang diadakan pengajian ibu-ibu yang dipimpin oleh Umi Aisyah, istrinya Ustadz Hanafi. Nathan jadi pusat perhatian ibu-ibu yang berkumpul mulai dari anak-anak kecil yang ikut, remaja, ibu-ibu muda sampai paruh baya dan lansia, terutama remajanya yang bereaksi berlebihan seperti melihat idola mereka. Nathan hanya tersenyum dan membuat mereka semakin bertingkah konyol. Kebetulan ada tirai penutup yang memudahkan mereka berdua untuk mengobrol dan belajar dengan leluasa tanpa merasa risih dengan berbagai pandangan dan ekspresi dari banyak pasang mata di sana. Bagaimanapun, ketampanan Nathan cukup mengganggu konsentrasi kaum hawa di sana.

"Kamu ingin belajar seperti mereka?" tanya Ustadz Hanafi saat melihat Nathan yang sedang memandang ke arah masjid memperhatikan orang-orang yang sedang sholat dari jendela majlis yang besar. Nathan menolehkan wajahnya.

"Memangnya boleh ya, Pak?" tanya Nathan polos. Ustadz Hanafi hanya tersenyum.

"Tidak ada yang melarang. Jika kamu memang benar-benar ingin belajar, kamu bisa minta belajar dengan Bapak." Nathan terlihat ragu.

"Semuanya tergantung niat kamu, Nak." Nathan berpikir sejenak.

"Akan saya coba nanti, Pak." jawabnya. Ustadz Hanafi tersenyum. Beliau salut dengan tekad dan keberanian Nathan untuk mempelajari keyakinan lain yang penuh dengan resiko. Beliau berdo'a semoga apa pun yang terjadi, Allah selalu menolong dan melindungi Nathan.

Selanjutnya, Ustadz Hanafi menerangkan tentang asal mula datangnya Islam dan riwayat Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa dan penyebar Islam di seluruh dunia. Nathan begitu tertarik dengan ceritanya tak mempedulikan suara speaker dari ceramah pengajian yang sedang berlangsung yang mengalahkan suara Ustadz Hanafi, tapi ia mendengarkannya dengan seksama.

"Jadi, Muhammad itu adalah orang pertama yang menjadi pelopor penyebar Islam di dunia ini?"

"Iya. Beliau yang membawa Islam untuk menyempurnakan akhlaq manusia supaya mereka kembali ke jalan yang benar." Nathan hanya mengangguk mendengar penjelasan Ustadz Hanafi.

"Apa benar Islam satu-satunya agama yang benar dan lurus?" tanyanya. Ustadz Hanafi mengangguk.

"Benar. Siapa pun yang mengingkarinya, maka ia akan masuk neraka." Nathan merasa tidak enak dan Ustadz Hanafi memahaminya.

"Tak usah dipikirkan, Nak. Nanti juga kamu akan menemukan jawabannya sendiri. Pilihlah jalan hidup yang menurutmu nyaman bagimu dan menjamin kehidupanmu selanjutnya setelah hari ini. Maaf, Bapak tak bermaksud untuk menyinggungmu, tapi itulah kenyataannya." jelas Ustadz Hanafi saat melihat kecemasan di wajah Nathan. Nathan tersenyum tipis. Dalam hati, ia takjub dengan penuturan bijak lelaki paruh baya di depannya ini. Benar-benar seorang guru yang patut diteladani.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya berterima kasih sekali atas ilmu yang saya dapatkan hari ini dari Bapak." Ustadz Hanafi tersenyum.

"Alhamdulillah. Semoga Allah berkenan membukakan pintu hatimu dan menuntunmu ke jalan yang benar." Nathan tersenyum menanggapinya, lalu matanya tak sengaja bertubrukan dengan pemilik sepasang mata indah yang sedang tersenyum sambil mengangguk ke arahnya. Alika dengan gamis abu-abu yang senada dengan hijab panjangnya yang hampir menutupi seluruh badannya tampak cantik mempesona sore ini. Ia sedang menghadiri pengajian rutin khusus perempuan yang biasa diadakan sore hari bersama ibunya. Senyuman dan anggukannya seolah menjadi isyarat motivasi yang paling penting untuk Nathan. Beberapa detik mereka tenggelam dalam tatapan yang membuat keduanya saling terpesona, terutama Nathan yang tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Senyuman yang akan selalu membekas dan mengiringi setiap langkahnya, menjadi semangat untuk menjalani misi hidup yang tak mudah untuk dijalani. Ia percaya, semuanya pasti akan ada jalannya. Jangan pernah menyerah apa pun yang terjadi. Kurang lebih, itulah pesan yang disampaikan dari isyarat senyuman gadis itu.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang