31. Genggamlah Tanganku Selalu!

2.9K 200 2
                                    

"Assalamualaikum!" seru Alika dari luar rumah. Sang pemilik rumah keluar menghampiri Alika dan Nathan yang berdiri di depan pintu pagar.

"Walaikumsalam. Eh, Alika, dan Nak Nathan? Ayo masuk dulu!" suruh Umi Aisyah dan mereka mengikuti wanita paruh baya yang berhijab panjang itu ke dalam. Tempat inilah yang menjadi tujuan Alika dan Nathan saat mereka dilanda kebingungan, terutama Nathan yang baru saja diusir keluarganya.

"Bentar, ya?! Umi panggilkan dulu Bapaknya. Silakan diminum dulu!" Alika dan Nathan mengangguk dan duduk di sofa. Tak lama, Ustadz Hanafi keluar diikuti oleh Umi Aisyah. Beliau tersenyum melihat kedatangan dua anak muda itu.

"Baru pulang dari kantor?" tanya Ustadz Hanafi. Alika dan Nathan saling pandang.

"Iya, Pak." jawab Nathan. Ustadz Hanafi melihat ada yang tidak beres dengan mereka berdua.

"Ada yang mau kalian bagi? Sepertinya..., keadaan kalian sedang tidak baik." Nathan menunduk diam. Alika menatap Nathan prihatin.

"Be-begini, Pak... Pak Nathan baru saja..., diusir keluarganya." ucap Alika. Suami istri itu terkejut.

"Astaghfirullah... Kok bisa?" tanya Umi Aisyah kaget sekaligus penasaran. Nathan menghela nafasnya.

"Saya sudah memutuskan untuk pindah keyakinan dan meminta restu untuk menikahi Alika di depan keluarga saya." ucap Nathan. Ustadz Hanafi masih terkejut. Ia tak menyangka Nathan benar-benar serius akan hal ini.

"Kamu serius, Nak? Kamu sudah pertimbangkan ini matang-matang?" Nathan mengangguk.

"Saya serius, Pak. Dan seperti yang sudah saya duga, Papa dan Mama saya marah besar dan Papa memukuli saya. Akhirnya, saya diusir dan dicoret dari daftar keluarga, juga semua fasilitas yang mereka berikan sudah Papa cabut. Sekarang saya bingung Pak harus gimana...." jelas Nathan frustasi. Ustadz Hanafi dan Umi Aisyah memandang lelaki muda itu iba.

"Sekarang kamu tinggal di mana?" tanya Ustadz Hanafi.

"Saya gak tahu, Pak. Papa juga mengusir saya dari apartemen yang merupakan satu-satunya tempat tinggal saya yang lain selain rumah orang tua saya."

"Kalau begitu, kamu bisa tinggal di sini sampai kapan pun kamu mau. Kebetulan kami hanya berdua di sini. Kedua anak kami tidak ada di rumah. Anak saya yang pertama sudah menikah dan tinggal di Madura. Yang kedua mondok di pesantren." usul Ustadz Hanafi yang diangguki oleh istrinya.

"Benar, Nak Nathan. Tapi..., apa benar kamu serius untuk pindah keyakinan mengikuti kami?" tanya Umi Aisyah.

"Iya, Umi. Saya sudah memikirkan ini dan sekarang, saya sudah mantap." jawabnya. Suami istri paruh baya itu tersenyum lega. Mereka bersyukur, akhirnya hidayah Allah datang juga pada lelaki muda di depan mereka.

"Baiklah. Di sini kami bisa membimbingmu untuk menjadi seorang muslim. Apakah kamu memilih Islam dengan ridho dan ikhlas? Jika kamu masih ragu dan setengah setengah, lebih baik Bapak sarankan jangan." Nathan menggeleng cepat.

"Saya sudah serius, Pak. Saya mau menjadi seorang muslim." ucapnya mantap. Alika tersenyum senang melihatnya. Ia berharap Nathan benar-benar menjadi seorang muslim sejati.

"Baiklah kalau begitu. Kamu bisa mulai tinggal di sini sekarang." Nathan tersenyum penuh terima kasih kepada lelaki paruh baya yang sudah dianggap sebagai gurunya tersebut. Yang mengenalkannya pada Islam yang membuatnya tertarik sejak pertama.

"Terima kasih banyak, Pak. Tanpa Bapak, mungkin saya sudah menjadi gelandangan sekarang." ucap Nathan sambil tersenyum malu.

"Berterima kasihlah pada Allah." Nathan tersenyum mengangguk. Ia bersyukur masih ada orang yang berhati mulia untuk menolongnya yang sedang kesulitan dengan ikhlas.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang