23. Please Believe Me!

2.3K 168 0
                                    

Nathan masih emosi dengan kejadian di restoran tadi. Rahangnya mengeras dan tangannya mencengkeram setir kemudi dengan erat. Di sebelahnya, Alika masih menunduk dengan sesenggukan. Sisa air matanya masih menggenang membasahi wajahnya yang berantakan. Setelah ia melihat Wilmer yang ikut izin ke toilet tak lama setelah Alika pergi ke toilet, perasaan Nathan entah kenapa menjadi tidak enak, apalagi setelah dirasanya Alika terlalu lama di toilet. Ia memutuskan untuk menyusulnya ke toilet karena firasatnya mengatakan tidak baik. Dan benar saja, saat ia sampai di sana, pemandangan yang membuatnya gelap mata dan tanpa aba-aba langsung menghajar Wilmer membabi buta, dan ia bisa saja membuat Wilmer masuk rumah sakit jika saja Jason tidak segera datang dan menahannya. Ia tak menyangka, orang yang selama ini sudah dianggapnya sebagai sahabat, bisa sebajingan itu merendahkan kaum perempuan. Ia akui, memang benar dulu sewaktu masih di Amerika, mereka sering bertukar teman kencan untuk memuaskan nafsu binatangnya. Tapi sekarang, ia tak pernah menyentuh wanita mana pun lagi setelah ia dekat dengan Alika karena hatinya sudah tertawan tanpa ia sadari oleh gadis itu. Ia menjadi tak bernafsu lagi pada perempuan-perempuan yang dulu menjadi mainannya. Mungkin benar, ia sudah benar-benar berubah, bukan Nathan yang liar seperti dulu lagi. Bahkan, ia hampir tidak pernah mengunjungi klub malam lagi selain keperluan pertemuan dengan klien kerja atau reuni dengan teman-temannya saat kuliah dulu. Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan saat melewati jalan yang lumayan sepi.

"Alika, lihat aku sekarang!" pinta Nathan tegas sambil menghadap Alika dan memegang bahu Alika. Alika masih bergetar ketakutan dan air matanya masih mengalir. Ia masih menunduk takut.

"Jangan takut! Aku gak akan nyentuh kamu. Aku memang bajingan dulu. Tapi aku masih menghargai perempuan." ucapnya melembut. Alika mendongakkan wajahnya perlahan dan melihat Nathan yang menatap lembut ke arahnya. Tangannya terulur begitu saja untuk menghapus air mata Alika. Gadis itu hanya diam tak bergeming antara kaget, takut dan malu.

"Maafkan atas perlakuan temanku terhadapmu tadi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika saja aku terlambat menemukanmu." ucapnya dengan nada menyesal. Alika jadi merasa tidak enak.

"I-ini bukan salah Bapak...."

"Aku juga tak menyangka dia akan melakukan perbuatan serendah itu. Kami memang bukan lelaki baik-baik, tapi aku masih menghormati perempuan meski aku sering mempermainkan dan menyentuh mereka sesukaku. Tapi itu dulu...." ucap Nathan sendu. Ia terlihat begitu frustasi. Alika menjadi iba melihatnya.

"Sudahlah Pak, jangan dibahas lagi! Semuanya udah terjadi." ucap Alika menenangkan Nathan. Nathan kembali menatap Alika.

"Alika...."

"Ya?"

"Tentang ucapanku di depan teman-temanku tadi di restoran..., itu benar." Alika menahan nafas gugup melihat Nathan yang serius menatapnya.

"Aku cinta kamu, entah sejak kapan. Aku serius dengan ucapanku ingin menjadikanmu pasangan hidupku sampai tua nanti." Alika membulatkan matanya tak percaya.

"T-tapi kita beda, Pak... Kita ini bagai langit dan bumi. Kita pikirkan keluarga kita, dan Bapak lihat sendiri dengan teman-teman Bapak. Apa kita bisa bersatu?" ucap Alika tersulut emosi mendengar Nathan yang menurutnya tak berpikir panjang dengan kata-kata yang dilontarkannya.

"Aku sudah memikirkan ini dari kemarin-kemarin. Kita akan hadapi ini bersama. Aku mohon, percayalah padaku Alika! Aku akan membantumu untuk menghadapi keluarga kita."

"Kita pikirkan itu nanti. Sekarang saya sangat lelah. Saya cuma pengen pulang." ucap Alika lemah. Ia hanya ingin cepat sampai dan tidur. Hari ini terlalu banyak kejadian yang membuat kepalanya pening dan menguras emosinya. Nathan paham itu.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang