11. Silaturahmi

3.1K 223 0
                                    

"Assalamualaikum, Pak...." sapa Alika pelan takut akan teguran sang ayah.

"Walaikumsalam, Nak. Ke mana saja tadi? Kenapa teleponnya gak diangkat? Tadi kata teman kamu sudah pulang duluan dari pestanya." cecar Bapak membuat Alika berjengit dan menjauhkan ponselnya. Nathan di sampingnya menahan tawanya.

"I-itu, Pak...." Alika bingung mau menjawab apa. Ia tak siap bilang jika ia menghabiskan waktu seharian ini bersama Nathan di pantai. Ia menoleh ke arah Nathan yang sedang fokus menyetir. Alika menggigit bibir bawahnya gugup.

"Ehm..., ada urusan dulu tadi, Pak. Nanti Ika ceritain pas pulang, ya?!"

"Itu di mana? Ibu panik dari tadi kamu belum nyampe, Nak." suara ibunya resah dari sebrang sana. Alika menghela nafasnya menenangkan diri.

"Bapak sama Ibu yang tenang dulu, ya?! Ini Alika lagi di jalan, kok. Kalau gak macet bentar lagi juga nyampe."

"Yaudah. Kalau gitu, hati-hati, ya! Cepetan jangan terlalu malam! Gak baik anak gadis keluyuran malam-malam, nanti jadi fitnah." Alika mengangguk sambil tersenyum. Ia tahu bagaimana kuatnya didikan agama di keluarganya dan ia bersyukur akan itu.

"Iya, Bu. Yaudah, Alika tutup dulu, ya?! Assalamualaikum."

"Walaikumsalam." balas suara dari sebrang sana dan Alika langsung memutus sambungannya. Nathan menolehkan wajahnya dengan tangannya masih memegang stir.

"Orang tua kamu?" Alika mengangguk.

"Iya, Pak. Saya lupa tadi gak minta izin dulu, jadinya mereka panik. Saya ngerasa bersalah." Nathan tersenyum.

"Nanti saya akan bilang ke mereka. Biar saya yang jelaskan." Alika hanya menggumam sambil menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya yang lelah ke kursi jok setelah seharian ini berkeliling pantai menikmati keindahannya.

"Rumah kamu arah mana?"

"Terus lurus aja, nanti masuk jalan kecil, terus nanti ada gang kecil. Rumah saya masuk lagi ke dalam." Nathan mengangguk. Selanjutnya hening yang menggantikan. Hanya suara lantunan lagu Let Her Go yang menggema di ruang sempit mobil dan deru mesin yang membelah jalan ibu kota yang terang benderang oleh lampu-lampu jalan sambil menikmati hamparan lampu-lampu kota dari setiap sudut sepanjang jalan.

***

Sebuah mobil hitam yang terlihat mengkilat berhenti di depan gang kecil di jalan kecil yang agak sempit itu dan menjadi pusat perhatian anak-anak yang baru pulang mengaji dan bapak-bapak serta pemuda yang baru pulang dari masjid, juga orang-orang yang kebetulan sedang berkumpul di pinggir dan warung yang ada di sana. Di sana adalah kawasan padat penduduk rata-rata menengah ke bawah dan lingkungan yang terlihat kumuh. Mungkin mereka jarang melihat mobil mewah yang terpakir selain banyaknya sepeda motor yang berlalu lalang dan mobil biasa.

"Rumah kamu masuk lagi?" Alika mengangguk.

"Iya. Nanti ke dalamnya jalan kaki. Nanti saya titipin dulu mobilnya sama yang lagi pada nongkrong di warung. Paling parkirnya di sini, soalnya gak ada tempat lagi. Gak apa-apa kan, Pak?"

"Iya, gak apa-apa. Ayo kita turun, kita ke rumah kamu!" Alika terdiam sejenak sambil menatap Nathan.

" Eh..., g-gak apa-apa, Pak? Rumah saya kecil dan sederhana." Nathan tertawa mendengar Alika yang merendah.

"Memangnya kenapa kalau rumah kamu kecil dan sederhana?" Alika hanya tersenyum tipis.

"Enggak. Cu-cuma..., gak enak aja, soalnya kan Bapak pasti gak biasa datang ke tempat ini." Nathan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti dia dianggap raja saja.

Where Is Heaven? (SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang