3.5 Kambing Hitam (b)

2.5K 592 531
                                    

Firly

Aku udah ada di Jakarta. Sekarang lagi di kamar kamu. Pinjem gitar kamu ya, Al?

Alfan menatap pesan itu tanpa ada niatan membalas. Untuk apa gadis itu menghubunginya lagi? Kisah mereka sudah berakhir. Alfan tak berminat membuka cerita lama dalam buku usang yang berdebu.

Cinta pertama memang sukar dilupakan meski berlangsung singkat. Namun, bukan berarti terjebak dan tidak bisa lepas. Alfan berlapang dada saat cintanya memilih pergi. Jarak menjadi alasan kandasnya hubungan mereka.

"Lo mau makan apa, Al? Biar gue yang pesan," ujar Farzan.

"Tahu! Ngelamunin apaan lo?" tanya Rama sambil membenahi kacamatanya yang melorot.

"Bukan apa-apa. Gue pesan es mangga aja, Zan." Alfan beralih pada Farzan yang mengernyit namun, tetap pergi untuk memesan makanan.

Suasana hati menjadi latar belakang setiap tindakan. Orang-orang tertentu mempunyai peran dan memberi pengaruhnya masing-masing. Diam hanya akan memberi peluang bagi emosi untuk menguasai diri. Beban di hati harus segera ditangani terlepas dari apa pun cara yang dipilih.

"Gue dengar lo berantem sama Zean. Kenapa?"

Alfan menoleh pada Rama. "Harus banget gue jawab?"

"Kalau orang lain, gue masa bodoh. Tapi, Zean? Kita semua tahu perangainya dia sebagai murid kesayangan."

"Gue cium ceweknya."

Rama tersedak. "A-apa? Maksud lo ... lo nyium Nalindra?"

"What?!!! Alfan nyium Na—"

"Ini di kantin bego!" desisan Rama menghentikan teriakan heboh Farzan yang baru datang dengan minuman di tangannya.

"Berita keren nih! Cepet cerita, Al!" ucap Farzan bersemangat seraya menopang dagu setelah duduk terburu-buru.

"Itu bukan kesengajaan. Gue cuma antisipasi kalau Kambing itu teriak. Kita lagi sembunyi dari gangster Demon Killer yang tiba-tiba datang ke alun-alun."

"Demon Killer?!! Astaga! Kalau gue yang ketemu mereka, udah pasti pingsan di tempat. Minggu lalu mereka nyulik 14 cowok dan 8 cewek. Gak tahu deh gimana nasib orang-orang itu." Farzan bergidik ngeri.

Detik selanjutnya, Farzan menyeringai. "Yang tadi cuma alasan buat ngambil kesempatan, kan? Kapan lagi ada peluang buat kissing sama primadona sekolah."

"Najis! Lo gak tahu aja betapa jeleknya dia dulu. Gendut, item, bulet, makannya banyak," ucap Alfan menerawang.

"Siapa? Nalindra? Gak percaya gue!"

Farzan memang yang paling cerewet di antara ketiga sekawan itu. Dia hanya akan diam saat tidur. Rama kebalikannya. Kepribadiannya yang tenang menjadikannya penengah ketika masalah datang. Alfan lain lagi. Dia memiliki sifat angkuh dan sedikit otoriter. Sebagian besar aktivitas yang mereka lakukan berasal dari otaknya.

Kepribadian yang berlawanan, bukanlah tolok ukur kecocokan suatu pertemanan. Yang paling mendasar adalah kenyamanan dan toleransi. Dengan catatan tidak mengganggu pihak lain. Sifat yang beragam dapat berdampingan dan saling mengisi.

"Ya. Kita satu SD. Se-SMP juga sih, meski cuma setahun. Gue belum lupa betapa ngeselinnya dia. Gue hampir sakaratul maut di tindih Sapi Bengkak itu. Terus ... awal masuk SMP dia—Ah! Udahlah."

Farzan merengut tak suka. "Cerita dong, Al!"

"Geli gue!" Rama menjitak Farzan yang berucap manja. Belum lagi tingkahnya seperti seorang gadis yang merengek pada pacarnya minta dibelikan sesuatu.

My Pretty TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang