7.5 Pagar Transparan (b)

1K 141 58
                                    

Alfan menengadah. Lehernya terasa pegal usai cukup lama menunduk. Belum lagi tangannya yang terasa kebas setelah memenuhi beberapa lembar kertas dengan pena. Pandangannya beralih pada seorang gadis yang tertidur pulas dengan tangan yang dijadikan tumpuan kepalanya.

Entah apa yang mendorong dirinya hingga Alfan menawarkan diri untuk membantu Nalindra. Rasa empati menghampiri ketika melihat gadis itu menyentuh buku tanpa minat dengan raut wajah malas. Nalindra dan perpustakaan adalah dua hal yang bertolak belakang.

"Lo manis kalau lagi tidur," ucap Alfan seraya memindahkan helaian rambut Nalindra yang menutupi wajahnya.

Alfan tersenyum kecil kala mengingat raut masam Nalindra ketika dia menyusulnya alih-alih pulang seperti yang Rama katakan. Wajah gadis itu langsung semringah ketika Alfan mengatakan akan membantu Nalindra mengerjakan tugasnya.

"Seriusan?!" tanya Nalindra dengan mata berbinar senang.

Alfan beringsut menjauh ketika Nalindra bergerak pelan. Matanya mengerjap beberapa kali mengenyahkan sisa kantuk.

"Gue udah nulis poin-poin yang penting. Tinggal lo salin ulang dan sedikit penambahan."

Nalindra menerima buku yang Alfan sodorkan.

"Sama-sama," ujar Alfan setelah beberapa saat.

"Terima kasih!" sahut Nalindra setengah menggerutu.

Dia mengekori Alfan yang lebih dulu berjalan di depannya. Tanpa sadar, Nalindra terus memerhatikan punggung tegap Alfan. Kekhawatiran mencuat. Nalindra bisa menahan diri, tapi entah dengan hatinya.

Hati tak selalu sejalan dengan logika. Salah, terlarang, tua, jelek, miskin, jahat, bukan hambatan bahkan sekadar pertimbangan. Benci jadi cinta pun tak jarang terjadi. Nalindra juga sadar jarak antara dirinya dan Alfan mulai menipis. Keberadaan lelaki itu di sekitarnya tak lagi asing.

"Ah!"

Nalindra sontak mundur karena terkejut. Mendapati wajah Alfan begitu dekat ketika mendongkak, membuat jantungnya bertalu cepat. Dia merutuki diri sendiri karena larut dalam pemikiran konyol, hingga tanpa sadar terus berjalan dan berakhir dengan menabrak dada Alfan.

"Lo mikirin apa, sih?" tanya Alfan kesal seraya menggosok dagunya yang berbenturan dengan kepala Nalindra.

"Bukan apa-apa. Salah lo juga sih malah berhenti mendadak." Nalindra bersidekap. Tak ingin menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan.

Alfan tak menghiraukan. Dia fokus menatap layar handphone-nya dalam genggaman. Sedetik kemudian, Alfan mendongkak dan mengatakan bahwa Rama dan Farzan absen untuk hari ini. Alfan segera memesan taksi online setelah menghubungi Pak Jojo yang mengatakan tak bisa menjemput karena menemani Hesti yang pergi keluar kota.

"Pak Jojo gak bisa jemput. Gue udah pesan taksi," ucap Alfan sambil merogoh sesuatu di saku celananya.

Nalindra menatap Alfan yang menyodorkon sebuah lolipop padanya. "Apa?" tanyanya bingung.

"Buat lo. Bukannya dulu suka banget, ya? Setiap hari gue lihat lo gak pernah absen ngemut lolipop."

Nalindra tersenyum kecil seraya menerimanya. "Gue suka karena lolipop satu-satunya pemanis dalam hidup gue. Terlebih setelah nyokap tiada. Rasanya berat menjalani hari tanpa dia."

"Taksinya udah datang." Nalindra lebih dulu masuk.

Sepanjang perjalanan, Nalindra diam seribu bahasa. Matanya memandang kosong luar jendela mobil. Alfan tersentak ketika melihat setetes air mata meluncur membasahi pipi gadis itu. Sudah dipastikan Nalindra tengah bernostalgia dengan bagian masa lalunya yang tak menyenangkan.

"Lo mancing, ya?"

Nalindra menoleh setelah terburu-buru menghapus air matanya. "Maksud lo?"

"Lo modifikasi rok sekolah jadi rok mini. Setengah paha lo kelihatan. Mending kalau mulus. Itu banyak bulunya. Apa bulu—"

Dengan brutal Nalindra segera menjewer telinga Alfan. "Kunyuk Mesum! Cuci terus rendem otak lo 7 hari 7 malam pake kembang tujuh rupa sana!"

Alfan mengusap telinganya yang memerah. "Cewek semacam lo itu PHP. Dipamerin tapi giliran disentuh dikit bilangnya pelecehan."

"Gak intro! Lo juga pamer. Jendela lo kebuka. Penampilan boleh kayak laki sejati. Tapi burung lo banci pake sampul warna pink," balas Nalindra seraya memalingkan wajah.

Apa?! Jangan bilang kalau .... Sial! Alfan berdeham. Dia ikut memalingkan wajah ke arah yang berlawanan dengan Nalindra sembari menutup ritsleting area pribadinya. Sejak kapan itu terbuka? Kenapa Nalindra baru mengatakan sekarang?

"Bwahahaha!"

Nalindra tak mampu lagi menahan tawa. Sungguh menyenangkan membuat Alfan bungkam dan mati kutu seperti itu. Apalagi melihat rona merah yang menjalar ke seluruh wajah sampai telinganya, benar-benar kesenangan yang jarang sekali ia dapatkan.

"Unch!!! Pink!"

Nalindra sengaja menggoda Alfan. Kapan lagi menikmati wajah tertekuk Kunyuk Mesum bin setan itu? Pikirnya. Benar saja. Alfan mendelik seraya mendengkus kesal padanya.

"Lo yang bayar," ucap Alfan setelah sampai di tujuan.

"Apa?!"

Nalindra melotot ketika Alfan membuka pintu dan segera berlalu. Dengan bersungut-sungut Nalindra membayar ongkos taksi. Selain menindas, sekarang Kunyuk itu juga memerasnya. Sungguh perbuatan yang terpuji!

Alfan mengabaikan Nalindra yang memprotes padanya dan segera pergi menaiki tangga menuju kamarnya.

Sosok Alfan kembali dengan pakaian santai.

"Biar gue yang buka pintu," ucap Nalindra ketika terdengal bunyi bel rumah Alfan.

Seorang pria pemilik senyum ramah menyerahkan sebuah paket.

"Siapa, Nal?"

"Allah hu akbar! Ih! Lo ngagetin gue!" Nalindra menjambak rambut Alfan gemas. Paket dalam genggamannya terjatuh.

"Buat lo," ucap Nalindra seraya mengambil paket tadi dan menyerahkannya pada Alfan.

"Dari siapa?"

"Mana gue tahu!"

Alfan mencubit pipi Nalindra. "Gue nanya baik-baik. Kenapa lo ngegas?"

Nalindra mendengkus sebelum memerhatikan Alfan yang tengah membuka paketnya. Itu kan!

"Hei! Kenapa lo rebut paket gue?"

"Ini bukan buat lo," ucap Nalindra seraya menjauhkan paket itu dari jangkauan Alfan.

"Jelas-jelas nama gue yang tertera di sana."

Nalindra berteriak ketika Alfan menggigit tangannya. Dia hendak mengambil kembali paket yang sudah Alfan rebut. Namun, kesialan terjadi. Nalindra terjatuh saat melangkah karena menginjak tali sepatunya yang terlepas. Nalindra ingin mengubur dirinya sendiri ketika tak sengaja menarik celana Alfan saat terjatuh.

"Aaaarrgh!!!"

Keduanya berteriak histeris. Secepat kilat Alfan memakai kembali celananya yang melorot. Dia membuka paket itu dengan ekspresi menakutkan. Menahan amarah.

"Permen sama balon!" desis Alfan kesal seraya melempar isi paket itu sebelum kembali masuk seraya membanting pintu.

My Pretty TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang