6. Ada Apa, Zean (a)

1.3K 217 145
                                    

Nalindra menatap bangunan minimalis di depannya. Tampak elegan disertai tamannya terawat dengan baik. Suasana yang tercipta seolah membangkitkan ingatan. Wajah-wajah bahagia memenuhi bayangan. Rindu memenuhi hati Nalindra.

"Ngapain lo di situ? Jadi patung selamat datang? Sini bantuin gue!"

Nalindra memutar matanya jengah sebelum menghampiri Alfan yang berjalan di belakangnya. Lelaki itu terlihat kesulitan saat menyeret tongkat sebagai tumpuan berat badannya. Nalindra membawa lengan Alfan melingkari pundak.

"Al ... nyokap lo tahu kalau gue yang bikin kaki anaknya jadi tiga?"

"Apa lo ngalamin sesuatu yang aneh?"

Kening Nalindra mengerut. "Misalnya?"

"Kalau semuanya baik-baik aja, berarti lo aman."

Mata Nalindra menyipit. "Lo nakut-nakutin gue, ya? Tante Hesti kelihatannya gak seseram itu."

"Itu karena gue majikan yang baik. Memberikan jaminan asuransi hidup aman plus bebas dari amukan nyonya besar."

Nalindra mendelik melihat ekspresi sombong Alfan. "Majikan apanya yang mempekerjakan orang tanpa bayaran?"

"Wajah gue. Asupan vitamin terbaik buat mata lo. Pasti segar tuh ngeliat wajah ganteng gue setiap hari."

"Kok perut gue jadi mules, ya?"

Alfan terkekeh. Sesekali diliriknya wajah Nalindra yang tampak masam. Alfan tak mengerti. Betapa menyenangkan membuat Kambing itu merasa kesal. Andai saja dulu Alfan dapat mengendalikan diri. Menyelesaikan kesalahpahaman sedikit-sedikit alih-alih membalas tanpa memikirkan konsekuensinya. Mungkin setidaknya kebencian tidak akan ada di antara mereka.

Nalindra membantu Alfan duduk di sofa.

"Ini ditaruh di mana, Den?" tanya Pak Jojo.

"Di kamar saya aja, Pak."

Pandangan Nalindra mengikuti Pak Jojo yang menaiki tangga. "Kamar lo di mana, Al?"

Sekilas keterkejutan membayangi wajah Alfan. "Ngapain lo nanyain kamar gue? Ini masih siang kalau lo mau ... ekhem! Tapi, kalau lo maksa gue bisa apa?"

"Kunyum mesum! Gue nanya buat jaga-jaga. Menghindari area berbahaya dari penghuninya yang punya pikiran kotor!" desis Nalindra setelah melempar bantal sofa tepat mengenai wajah Alfan.

Tawa Alfan perlahan surut. Pandangannya menatap Nalindra lekat yang bersungut-sungut menyumpahinya.

"Nal ...."

"Apa?" tanya Nalindra setelah beberapa saat Alfan diam tak melanjutkan ucapannya.

"Lo masih benci gue?"

Nalindra tak langsung menjawab. Pertanyaan Alfan memaksanya mengingat kembali pengalaman buruk. Upaya melupakan hanya akan membuat insiden itu semakin melekat kuat. Nalindra memilih menyimpannya di sudut paling jauh.

"Jujur, gue gak lupa sama tindakan lo dulu. Tapi—"

Alfan mendesah ketika suara lain memotong ucapan Nalindra. Kedua sahabat Alfan yang memiliki sifat bertolak belakang itu datang menjenguk.

"Kita ke rumah sakit tapi, katanya lo udah pulang." Farzan menghempaskan diri di samping Nalindra.

"Buat apa datang kalo nyetor muka doang? Seenggaknya bawain gue makanan," ketus Alfan.

Farzan membalas. Alfan berusaha memojokkannya sementara Farzan berupaya membela diri. Di sisi lain, Rama memilih menjadi pendengar. Perdebatan yang terjadi mengukir senyum kecil di bibir Nalindra pula Rama.

"Eh? Ada teman-teman kamu rupanya."

Alfan menunjukkan kekesalan ketika seseorang mengambil tempat di sisinya. "Ngapain lo kesini?"

"Mama kamu tadi nelepon. Minta aku nemenin kamu."

"Nikmatnya dikelilingi cewek cakep. Dikenalin boleh kali." Farzan berdeham.

Alfan mendesah. Dia memperkenalkan Firly kepada teman-temannya. Beberapa kali Rama mengingatkan Farzan agar menghentikan godaannya pada Firly dengan gombalan receh.

"Nal, mau bantuin aku ngambil minum, gak?"

Nalindra mengangguk sebelum mengikuti langkah Firly menuju dapur. Dari langkah Firly yang mantap, sepertinya gadis itu sudah hafal seluk-beluk rumah Alfan. Nalindra menggeleng. Menghentikan asumsinya menerka-nerka hubungan Firly dan Alfan. Itu sama sekali bukan urusannya.

Nalindra meraih gelas di lemari yang Firly tunjuk.

"Kamu pacarnya Alfan?"

Gelas yang ada dalam genggaman Nalindra hampir terjatuh. "Bukan. Dia cuma... teman masa kecil, mungkin? Intinya gue dan Alfan enggak dalam hubungan yang seperti lo pikirkan. Gue  udah punya cowok."

Senyum lega milik Firly terukir. "Beneran? Syukurlah. Aku pikir gak ada kesempatan lagi. Kami pernah pacaran. Tapi aku nyakitin dia. Sekarang dengan gak tahu malu, aku mau balikan lagi. Menyedihkan, ya?"

"Menurut gue, sah-sah aja kalau lo mau usaha. Setiap orang berhak meraih mimpinya tanpa kecuali."

Ucapan Nalindra menghidupkan kembali binar harap yang sempat meredup. Firly senang merasa ada pihak yang mendukung. Tak ada yang salah membangun kembali puing-puing bangunan yang telah runtuh. Tak peduli seberapa banyak Alfan menolak, Firly akan tetap datang dengan harapan yang dia genggam.

"Kalau gak keberatan, kamu mau bantu aku dapetin Alfan lagi?"

Nalindra menggaruk leher dengan tangannya yang kosong. "Rasanya gue gak berhak ikut campur masalah kalian. Tapi, gue usahain menciptakan sedikit celah untuk lo deketin Alfan pelan-pelan. Dengan catatan, ini bukan janji dan perasaan Alfan juga harus diperhitungkan. Gue gak bisa bantu banyak kalau Alfan tetep nolak dan gue harap ..., lo gak nuntut apa pun dari gue."

Firly mengangguk semangat. Dengan Nalindra yang bersedia membantunya, sedikit membawa Firly lebih dekat mewujudkan mimpinya.

Ketiga cowok itu tampak hanyut dalam pembicaraan mereka saat Firly dan Nalindra datang. Farzan bereaksi heboh ketika melihat minuman segar yang dibawa kedua gadis itu.

Alfan menahan Nalindra yang meraih tasnya kemudian pamit. "Lo mau ke mana?"

"Nemuin pujaan hati. Gue baru ingat besok Zean pergi ikut karantina buat OSN."

"Lah? Sekolah kita lolos seleksi nasional? Cowok lo bener-bener jenius, Nal. Jadi gengsi gue ngajakin dia bersaing. Tapi, kalau kalian putus kabarin, ya?"

Godaan Farzan berbuah delikan tajam dari Nalindra. Meski tak terhitung gombalan receh dia dapatkan dari lawan jenis, tetap saja terselip ketidaknyamanan. Terlebih Nalindra dan Zean pernah bersitegang karena lelaki itu menilai dirinya terlalu cuek bahkan terkesan menikmati ketika digoda laki-laki lain.

"Gue cabut, ya? Bye semua."

My Pretty TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang