2. Sapi Bengkak Sebelum Kambing (a)

3.2K 790 858
                                    

Alfan memasuki rumahnya seperti pencuri. Konyol memang, tetapi dia benar-benar melakukannya. Kakinya sedikit berjinjit ketika mengendap-endap. Alfan menghela napas lega setelah melihat jam masih menunjukkan pukul 10 malam.

"Al?"

Umpatan hampir keluar karena terkejut andai Alfan tak mampu mengendalikan diri. Dia bersyukur tidak memiliki riwayat penyakit jantung hingga lolos dari kemungkinan penyematan gelar 'almarhum' setelah insiden tadi.

"Kamu dari mana? Kok, pulangnya telat?"

"Keluar sebentar, Ma."

"Ya, udah. Kamu mandi dulu abis itu turun ke bawah kita makan. Mama udah beli sate sama makanan lain."

"Faren mana?" Alfan menanyakan adik perempuannya yang pulang tadi pagi. Faren boarding school. Dia duduk di kelas 8 SMP.

"Faren tidur, dia udah makan duluan."

"Oh. Al ke atas ya, Ma."

Baru saja bibir Alfan melengkung sedikit, pertanyaan Hesti menghentikan langkahnya di undakan tangga ketiga. Memupus bayangannya terbebas dari integorasi mamanya.

"Kamu kenapa jalannya kayak orang habis disunat?"

"Um ... tadi Alfan main futsal. Lupa pemanasan jadinya kram."

Alfan bergumam. Semoga Allah memaafkan dosanya karena telah membohongi mamanya sendiri. Tak mungkin Alfan mengatakan kalau juniornya ditendang karena dia mencium perempuan. Berabe kalau Hesti mengadakan sunat part dua.

"Oh, lain kali hati-hati. Mau Mama suruh Bi Runi pijitin atau panggil dokter?"

Alfan tersenyum sebelum menggeleng samar. Dia beruntung memiliki Hesti sebagai mamanya. Selalu memerhatikan Alfan dan totalitas memberi kasih sayang di sela kesibukannya yang juga sebagai seorang wanita karier.

"Gak perlu, Al istirahat aja."

"Nanti Mama suruh Bi Runi nganterin makanan kamu. Makannya di kamar aja, Mama juga udah makan duluan sama Faren. Tadinya Mama cuma mau ngemil sate sambil nemenin kamu makan." Hesti terkekeh pelan.

Alfan mengangguk. Dia kembali melanjutkan langkahnya. Desisan keluar dari mulutnya ketika denyutan nyeri terasa. Junior Alfan masih ngilu usai mendapat tendangan keras. Semoga saja aset masa depannya itu sehat sentosa. Tidak bengkak, bengkok, patah, ataupun sederet masalah lainnya.

"Cermin kejujuran, tunjukkan padaku. Siapa laki-laki tertampan di dunia ini?"

Alfan mengedipkan sebelah matanya lalu berpose usai menyisir rambut. Lelaki itu tersenyum kecil ketika mengingat mata Nalindra yang membulat lucu. Juga wajah shock-nya yang imut. Lalu, bibir pink itu ... terasa lembut, kenyal dan manis. Shit! Kenapa Alfan memikirkan itu? Bisa-bisanya dia juga ingin merasakannya lagi.

"Gila lo, Al!"

Kilasan tadi bagai alarm pengingat memori di masa lalu. Antara dirinya dan Nalindra mempunyai kisah tak menyenangkan terutama bagi Nalindra. Tak heran jika gadis itu memilih mengabaikan dan pura-pura tak mengenali pada pertemuan pertama mereka setelah bertahun-tahun tak bertemu.

Alfan dan Nalindra bersekolah di SD yang sama. Pertemuan menyebalkan bagi Alfan, membuatnya menaruh dendam hingga tak segan mem-bully Nalindra terlebih sekolah itu milik keluarganya.

Saat itu Nalindra bertubuh gemuk. Dia asyik mengemut lolipop sampai tak memerhatikan langkahnya saat menaiki tangga. Alhasil, Nalindra terjatuh dan menindih Alfan yang berada di belakangnya.

"Dasar!"

Alfan terkekeh pelan sembari membuka lembar demi lembar album foto SD-nya dulu yang dia ambil di laci meja. Tatapannya intens setiap kali menemukan sosok Nalindra.

"Teman-teman! Ada Sapi bengkak lagi makan!"

Nalindra menghentikan suapannya ketika orang-orang menghampiri setelah teriakan Alfan. Anak lelaki yang selalu mengganggunya seminggu terakhir ini. Nalindra memilih diam. Alfan akan semakin merundung jika dia melawan ataupun membalas.

"Sapi bengkak jelek!"

Nalindra terjatuh karena dengan sengaja Alfan mendorongnya. Tak sampai di sana, Alfan juga menumpahkan air hingga membasahi tubuh Nalindra. Teman-temannya ikut menertawakan. Mereka tak ingin membantah terlebih tahu status Alfan.

Alfan tersenyum getir. Waktu memang tidak bisa diputar. Masalah bisa diselesaikan andai dirinya mampu mengesampingkan ego dan gengsi. Kesombongan telanjur berakar kuat dalam hatinya hingga enggan merendah meski sesaat.

"Gue emang pengecut. Tapi lo bener-bener ngeselin," ucap Alfan sembari menggali memori di masa lalu.

"Gue gak bawa celana ganti lagi. Mampus bisa diketawain teman sekelas. Papa juga pasti marah," monolog Alfan gusar.

Ragu antara menaiki tangga atau tidak. Terlebih Alfan memakai sarung milik masjid karena celananya dirazia. Sambil mengumpat pelan, Alfan memantapkan langkah. Bolos hanya akan menambah masalah. Serapat apa pun ditutupi, berita kenakalannya pasti akan sampai ke telinga papanya.

Kenakalan terus mengikuti Alfan hingga memasuki usia remaja. Namanya sudah dikenal ketika baru saja memakai seragam putih biru. Latar belakang keluarganya menjadi salah satu pemicu. Peringatan dan hukuman dari guru BK tak juga membuatnya jera.

"Anjir!" pekik Alfan ketika sarungnya melorot.

Nalindra tampak gemetaran. Bukan takut, melainkan sedang menahan tawa. Dirinya tak sengaja menginjak bagian sarung Alfan yang menjuntai ke lantai. Nalindra terburu-buru untuk mengambil buku agenda saat pelajaran olahraga.

Sontak siswa yang melihat kejadian itu tertawa.

"Sori, gue gak sengaja," ucap Nalindra sebelum melipat bibir.

Tangan Alfan mengepal kuat. Hatinya diselimuti emosi dan buncahan benci. Harga dirinya terluka karena dipermalukan oleh seorang gadis pecundang. Alfan tersenyum miring. Sapi Bengkak itu akan membayar dengan harga yang pantas.

"Kenapa diem? Mana tawa lo? Coba tunjukkin ke gue seperti kemaren!"

Nalindra menangis tanpa suara. Alfan merealisasikan niatnya. Dia membawa paksa Nalindra ke halaman belakang sekolah usai jam pelajaran berakhir, lalu melempari Nalindra dengan telur mentah.

"Salah gue apa sampe lo jahatin gue terus?" tanya Nalindra di sela tangisnya.

"Salah lo? Banyak! Sapi Bengkak kayak lo gak pantes berada di tempat orang-orang berkelas."

Alfan mengakihiri kegiatannya dengan menendang tas milik Nalindra yang tak jauh dari pemiliknya.

Beberapa hari telah berlalu, Nalindra tak terlihat di mana pun. Tindakan Alfan sampai ke telinga Harez hingga papanya itu marah besar. Alfan tak tahu siapa yang membocorkan aksinya. Alfan harus meminta maaf dan membawa Nalindra ke rumahnya untuk meredakan emosi Harez.

"Bawa gadis itu dan minta maaf padanya di hadapan Papa, Alfan!"

Terbiasa mendapatkan segala hal tanpa usaha, Alfan luar bisa marah ketika menerima kekecewaan karena gagal membawa Nalindra ke hadapan papanya. Gadis itu pindah sekolah.

Alfan menutup album itu dan meletakkannya kembali di tempat semula. Akhirnya, waktu berbaik hati mempertemukannya kembali dengan Nalindra. Gadis yang dulu menjadi bulan-bulanan bully-annya telah berubah. Si Sapi Bengkak itu sudah bermetamorfosis menjadi 'iblis cantik'.

"Waktu bisa ngerubah segalanya, ya." Alfan tersenyum tipis.

My Pretty TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang