13. Bermain peran (a)

697 93 4
                                    

Seperti apa bayangan seorang gadis ketika diajak kencan? Nonton film romantis di bioskop. Jalan-jalan di taman seraya bergandengan tangan. Menaiki berbagai wahana menantang di taman bermain. Mengunjungi tempat wisata yang menakjubkan. Makan di restoran mewah atau membuat istana pasir di pantai.

Tapi tidak. Alfan menghancurkan ekspektasi Nalindra. Bukan berarti Nalindra mengharapkan Alfan melakukan semua itu untuknya. Tapi, ayolah ... mana ada kencan pergi ke warnet! Iya, WARNET. Selera laki-laki itu benar-benar payah.

"Udah dong, Nal. Dari tadi ngomel terus."

"Gimana gak ngomel selama tiga jam gue duduk nungguin lo main game. Pantat gue panas. Sumpah! Jalan sama lo gak ada enak-enaknya?"

Nalindra mempercepat langkah. Menjaga jarak dengan Alfan yang berjalan di belakangnya. Kali ini, entah ke mana Alfan mengajaknya pergi. Sebenarnya kaki Nalindra sudah pegal sedari tadi hanya berjalan menelusuri trotoar tanpa tujuan. Belum lagi debu dan polusi serta asap kendaraan yang mengotori wajahnya menambah kekesalan.

"Yang enak ngapain emang?" Alfan tersenyum jahil. Kembali menyejajari langkah Nalindra yang memasang wajah galak.

"Kunyuk Mesum!"

"Dih, gak intro! Lo tuh, yang mikirnya ke sana. Salah sendiri nolak tawaran gue main game. Gue menang tiga kali berturut-turut! Bisa lebih dari itu kalo lo gak terus-terusan minta cabut."

Alfan meringis ketika Nalindra mencubit pinggangnya gemas.

"Menang tiga kali dapet apa? Piring cantik? Ya, lo lanjut main aja. Apa hubungannya sama gue yang cabut!" Nalindra bersidekap kesal.

"Gue mau tunjukkin kebolehan. Siapa tahu lo kecantol sama gue yang jago main game. Keren gak, tuh?"

"Keren pantat lo! Cowok hobi main game gak guna, buang-buang waktu. Ceweknya di sebelah dijadiin kambing conge."

"Lo udah liat?"

"Apa?" Nalindra mengangkat satu alisnya.

Ini kenapa bahasan Alfan keluar jalur, sih? Nalindra ke Sumatera, Alfan malah ke Papua. Jika begini, pasti bukan sesuatu yang baik. Awas saja jika omongannya unfaedah. Maka Nalindra akan--

"Pantat gue. Lo tadi bilang keren 'kan?"

Astaga! Rasa-rasanya Nalindra bisa mengidap penyakit darah tinggi jika berlama-lama dengan Alfan. Demi bulu ketek Bu Nina yang gak pernah dicukur, Nalindra rela jika Alfan keracunan oleh aroma pekatnya. Ikhlas lillahi ta'ala. Setelah ini, ingatkan Nalindra nge-chat Kakek Cangkul untuk menggali liang lahat khusus untuk Alfan.

"Suka-suka lo, deh!"

"Tuh, 'kan. Kemaren-kemaren jual mahal. Sekarang ngaku." Alfan mengintimidasi Nalindra dengan bersidekap seraya memicingkan mata.

"Apa lagi sih, Al? Lo kebanyakan drama hari ini." Nalindra mengacak rambutnya kesal.

"Gue cuma suka lo. Sukanya sekali. Tapi, barusan lo ngomong 'suka-suka gue'. Bilang sukanya dobel."

Tarik napas. Buang.

Mengalah sekali-kali tidak akan rugi. Biarkan Alfan menang atas dasar kasihan. Nalindra tahu, lelaki itu sedang berupaya memperbaiki mood-nya yang jatuh ke dasar. Kehilangan orang yang kita andalkan meninggalkan lubang besar. Namun, hidupnya tidak akan berhenti ketika dia memilih pergi. Nalindra masih bisa menjalaninya meski tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Menata ulang kehidupannya tanpa seseorang yang menemani butuh usaha yang besar.

"Bentar, Nal."

Langkah Nalindra tertahan ketika Alfan berjongkok. Memperbaiki ikatan sepatunya yang terlepas. Alih-alih tersipu, Nalindra malah berdelik. Sok romantis, decihnya. Sebaik apa pun kesan yang coba Alfan tunjukkan, belum cukup untuk membuatnya mendapat kesempatan. Ruang di hati Nalindra sudah dipenuhi nama Zean.

"Sengaja ya, biar gue ada kerjaan?" Alfan mendongkak. Tangannya masih mengutak-ngatik tali sepatu Nalindra.

Nalindra mendorong kening Alfan hingga lelaki itu jatuh terduduk. Alfan melongo. Setidaknya ucapan terima kasih ia terima. Namun, Nalindra malah meninggalkannya begitu saja setelah memeletkan lidah. Kambing itu!

"Minta, Nal!" Alfan menunjuk botol mineral milik Nalindra yang sisa setengah. Gadis itu menepi di pedagang kaki lima untuk menghilangkan dahaga.

"Bekas lo yang mana?" Alfan menanyakan bagian bibir botol yang Nalindra minum.

Nalindra mengernyit ketika Alfan meminum di bagian yang ia tunjukkan.

"Ini ciuman kita yang kedua, 'kan?"

Uhuk!

Nalindra tersedak ludahnya sendiri. Ia menepis kasar tangan Alfan yang menyodorkan botol tadi. Juga menjauhkan diri ketika Alfan hendak mengelus punggungnya. Kunyuk itu tidak waras! Sekarang, Nalindra harus menahan malu karena beberapa pasang mata terang-terangan memerhatikan. Tentu saja itu efek ucapan asal celetuk Alfan tanpa pikir panjang. Terlebih, volumnya tidak bisa dikatakan pelan.

"Lo ngomong apa, sih!" Suara Nalindra pelan tertahan. Matanya melotot.

"Iya, itu ciuman kedua kita. Meski ciuman gak langsung," gumam Alfan lebih kepada dirinya sendiri.

Tahan diri lo, Nal! Kunyuk itu emang gak waras. Salah lo mau-mau aja jalan bareng dia. Mata Nalindra memejam. Mulutnya komat-kamit merapalkan mantera untuk menahan gejolak emosi.

"Kita ke mana lagi?" tanya Nalindra sembari melirik jam ditangannya. Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran.

"Segitu gak menyenangkannya ya, deket-deket gue? Muka lo jutek terus." Alfan menatapnya lekat. Sorot terluka terlihat meski samar.

Nalindra berdecak. "Gue harus gimana? Nyengir sampe gigi gue kering? Jungkir-balik sambil goyang itik? Gue gak mau nambah dosa dengan berdusta. Plis ... jangan nanyain hal yang udah lo tahu jawabannya."

"Ya, gak papa pura-pura sedikit. Ceritanya hari ini lo 'kan cewek gue."

"Alfan sayang ... diem, ya? Aku lagi males ribut. Jadi tutup mulut lo sebelum gue gampar pake sepatu."

Alfan melipat bibir. Menahan senyum yang hampir merekah. Kalimat kedua Nalindra ia abaikan.

Gila! Jantung gue salto denger dia manggil sayang. Mana ngomongnya di manis-manisin lagi.

Nalindra geleng kepala melihat Alfan mesem-mesem sendiri. Lelaki itu sudah hilang akal sehat sejak dulu. Tubuh Nalindra membeku ketika sesuatu yang hangat menggenggam tangannya.

"Hari ini lo milik gue, 'kan?" Alfan tersenyum hangat.

Tidak Nalindra! Ini bukan pengkhianatan. Nalindra sudah tidak terikat apa pun dengan siapa pun. Misalkan Nalindra benar-benar bersama Alfan--bukannya pura-pura pacaran--itu bukan sesuatu yang salah. Zean sendiri yang sudah melepasnya.

"Ya, gue milik lo."

My Pretty TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang