#Dua belas

3.6K 190 2
                                    

Just The Way You are - Bruno Mars




Arel sedang gila-gilaan di lapangan bersama Vanza dan Areon. Tiga cowok yang dicap sebagai most wanted itu nyatanya malah bertindak bobrok bahkan di depan umum.

Arel yang sedang puas melemparkan bola kasti terus-terusan ke arah Vanza sontak terdiam lantaran melihat seorang gadis keluar dari ruang guru sambil tangannya membawa setumpuk buku penuh. Areon dan Vanza juga ikut terdiam. Mengikuti ke arah sorot mata Arel.

"Wuih, dedek imut," ujar Areon sambil bersiul.

"Samperin, bego! Bantuin!" Seru Vanza melempar bola kasti mengenai lengan Arel membuat cowok itu meringis.

"Nggak mau, ah!" Tolaknya malu. Sudah jelas kini wajahnya memerah.

"Sok malu-malu, anying! Sana pergi! Atau nggak gue yang samperin, nih?" Ancam Areon sambil berpura-pura melangkah mendekat.

"Eh, iya, iya," Arel menahan Areon. "Gue ke sana," lanjutnya.

Berikutnya Arel berlari kecil. Langsung berdiri di depan Asya menghalangi gadis itu. Asya terlompat kecil. Berikutnya mengerjap melihat Arel.

"Sini," ucap Arel mengambil alih semua buku tanpa aba-aba.

Asya tak bergeming. Cuman bisa diam menatap Arel yang entah kenapa tiba-tiba langsung mengambil alih tumpukan buku dari tangannya.

"Mau dibawa kemana?" Tanya Arel sebelum beranjak.

"Ah? O-oh ke perpus."

Arel mengangguk begitu saja. Lantas berjalan lebih dulu membawa buku-buku itu menuju perpus.

"Eh, nggak usah astaga," kata Asya berlari kecil. Berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Arel.

"Ck, berisik lu," tukas Arel seolah tak peduli.

Padahal dalam hatinya senang bukan kepalang bisa berjalan bersama Asya begini di koridor. Berduaan lagi.

"Ck, balik belajar sana. Gue bisa sendiri," ujar Asya masih berdecak. Menolak bantuan dari Arel.

"Dah pinter," sahut cowok itu, melirik ke arah Asya kemudian terkekeh pelan. "Lagi jamkos. Pak Muis lagi nggak ada di lapangan," jelasnya.

Asya memandang Arel dari arah samping. Wajah cowok itu tak terlihat main-main sekarang. Memandang lurus ke arah koridor. Cowok itu mengulas senyum. "Lo... Keringatan."

Arel berhenti. Tangannya berusaha mengelap pelipisnya. Namun terhalang dengan tumpukkan buku ditangannya.

Asya jadi gemas sendiri. Cewek itu langsung merogoh tissue dari saku seragamnya, kemudian menarik beberapa lembar. Tangannya terulur ke pelipis Arel, menghapus peluh di sana.

Arel mengerjap. Tak sanggup berbuat apa-apa. Mata nya menatap lekat wajah polos yang sangat dekat dengannya kini. Bibir ranum nya melengkung ke atas membentuk senyum lebar tak tertahan.

"Apa senyam-senyum?" Kata Asya menurunkan tangannya. "Jarang ya ngeliat cewek cantik kayak gue?" Lanjutnya.

Arel berdecih. Pura-pura muak dengan ucapan Asya barusan. "Cewek-cewek yang deketin gue juga cantik-cantik. Model kayak lo doang mah lewat."

Asya mencibir. Lantas berjalan lebih dulu meninggalkan Arel yang masih terkekeh di belakang. "Woi, tungguin astaga!"

Asya pura-pura tak mendengar. Gadis itu berjalan cepat dan sampai lebih dulu di depan pintu perpustakaan.

"Dah, sini bukunya," tagih nya. "Buat apaan?" Arel menautkan alis. "Mau gue jual. Ya dibawa masuk, lah!" Seru Asya.

Arel menggeleng, "Gue aja yang bawa. Bukain pintunya," suruhnya menunjuk pintu dengan dagu.

 'A' SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang