#Sembilan

3.8K 225 0
                                    

Possibility - Tiffany Alvord

"Rame banget kayaknya rumah lo."
Asya turun dari motor seraya melepas helm dan menyerahkannya kepada Arel. Cewek itu menghela napas lesu. Tangannya meraih kantung plastik belanjaan miliknya.

"Iya, kayaknya ada tamu," jawabnya berbohong.

Arel memajukan bibir bawahnya, mengangguk percaya. "Yaudah, gue pulang dulu. Lo istirahat, gih. Besok Masih sekolah," ujarnya dan hendak menancap gas.

"Kamu yang pergi!"

"Udah, Aku mau cerai aja!"

Arel menghentikkan pergerakannya. Cowok itu mematikan mesin dan melepas helm. Menatap Asya yang mengurungkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Gadis itu merunduk. Menggigit bibir nya tak tahan.

"Sya? Itu ribut-ribut ada apaan?" Tanya Arel memastikan.

Asya cuman diam. Ia bukannya tak mau menjawab, namun gadis itu bingung mau menjelaskan dari mana.

"Eung.... Kakak pulang aja. Udah malam," ujar Asya dengan suara yang bergetar. Mata nya sudah panas, namun Ia tahan dengan menggembungkan kedua pipi nya. Berharap tidak menangis, setidaknya jangan di depan Arel.

Arel tahu ini bukan keadaan yang baik-baik saja. Arel paham kalau Asya menyembunyikan sesuatu darinya. Dari sorot mata Asya, Arel sudah bisa membaca derita yang dipikul gadis itu.

"Aku nggak mau cerai!"

"Tapi Aku juga nggak bisa pilih dua-duanya!"

Asya meneguk ludah. Tubuhnya lemas mendengar teriakkan dari dalam rumah. Ia memalingkan wajah ke arah lain asalkan jangan menatap Arel saat ini.

Arel turun dari motor. Berjalan mendekat ke arah Asya. Menarik tangan gadis itu ke pelukannya. Tangan kiri nya melingkar di pinggang, sedangkan tangan kanan nya mengusap kepala Asya lembut. Membiarkan gadis itu menangis sejadi-jadinya di pelukannya. Tak peduli mau bagaimana keadaan kaus nya yang mungkin sudah basah air mata.

Asya tidak bisa mengendalikan diri. Tubuhnya menurut saja jatuh di pelukan sang ketos. Entah kenapa jadi tidak terkontrol begini. Mata nya sukses mengeluarkan air mata sederas-derasnya. Menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Arel.

"Nangis, nangis aja kalau lo mau," ujar Arel pelan. Tangannya tak berhenti mengusap kepala Asya, berusaha memberi ketenangan di sana.

Asya mengontrol diri. Berusaha menghentikkan tangisannya, kemudian melepas diri dari pelukan Arel. Gadis itu menatap Arel lurus, meminta sesuatu.

"Bawa gue pergi, Kak. Kemana aja yang penting jauh dari rumah," pintanya.

Arel menganga. Cowok itu jadi serba salah. "Besok lo sekolah, Sya. Ini juga udah malam dan --"

Arel menghembuskan napas. "Yaudah, ayo."

***


"Ck, Kay! Asya kemana sih..." Decak Tasya khawatir.

Bel sudah berdering kurang lebih lima belas menit yang lalu. Namun bangku di sebelah Tasya masih saja kosong. Sejak tadi Ia melihat ke arah pintu, namun tidak ada tanda-tanda Asya akan datang.

Kay menoleh, "Gue juga nggak tahu. Mungkin ada urusan, Kali," jawabnya tenang dan kembali belajar.

Saat jam istirahat, Arel mendatangi kelas Asya. Berusaha mencari kabar gadis itu dan ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang.

"Asya nya nggak ada, Kak. Ini Kita bertiga lagi bingung dia kemana. Nggak kasih kabar," ujar Firda saat Arel baru saja mau bertanya tentang keberadaan Asya.

 'A' SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang