Arel menghela nafas. Sejak tadi cowok itu sudah naik pitam. Namun Ia tahan lantaran saat ini masih berada di ruang musik sekolah karena masih ada latihan dengan anggota band lainnya. Ia berdecak. Merasa dada nya bergetar begitu saja. Arel mau membentak, namun Ia sendiri tak tahu alasannya.
Arel beranjak dari tempat duduk nya. Menyandarkan gitar dengan keadaan agak miring di dinding, kemudian menghampiri sang drummer yang sedang memainkan stick nya.
"Lo latihan bisa yang bener, gak sih?"
Faiz menoleh. Disatukannya kedua stick di tangan, kemudian menatap Arel sambil menaikkan satu alis. Tanggannya dilipat di depan dada. Cowok itu diam, tak sama sekali bicara. Menunggu lanjutan dari sang ketos.
"Kontrol stick nya yang bener! Dari tadi main lo gak sebagus biasanya. Ancur!" Caci Arel emosi.
"Lah?" Hanya satu kata yang bisa Faiz lontarkan. Dalam hati, Ia tak mengerti kenapa tiba-tiba Arel begini.
"Lah, loh, lah, loh! Mainnya yang bener,Iz! Kita mau tampil di acara sekolah. Malu kalau ancur!"
Faiz menyeringai. Cowok itu membanting kecil kedua stick nya. "Lo kenapa sih? Gue udah main kayak biasanya! Lo nya aja kali yang gak fokus. Dari tadi kunci gitar lo salah terus," balas Faiz tak tahan.
"Lo yang harusnya main yang bener. Bukan gue!" Tambahnya lagi.
Ica -- sang pemain keyboard yang terusik dengan pertengkaran itu berdiri. Cewek itu maju diantara Faiz dan Arel sambil menatap mereka bergantian. "Lo berdua ribut mulu kenapa,sih?!" Tanya nya tak tahan.
"Lo!" Seru nya menunjuk Arel. "Dari tadi kenapa sih marah-marah terus? Padahal gak ada yang salah disini. Harusnya lo yang mainnya bener. Kunci gitar yang lo mainin salah sampai Kita harus ngulang beberapa kali. Kontrol emosi lo. Kalau emang ada masalah, jangan dibawa-bawa ke sini. Fokus!" Oceh nya.
"Dan, Lo, Iz," ujarnya menoleh ke arah Faiz. "Udah tau Arel lagi emosi. Gak usah pake lo jawab segala. Nanti jadi panjang, Kita gak jadi-jadi latihannya!" Seru nya.
Ica kemudian menghela nafas berat. Ia menepuk-nepuk pelan pundak Arel prihatin. "Fokus,ya. Acara nya dikit lagi," ujar nya tenang kemudian kembali berlatih keyboard.
Arel mendengus. Mendongak, dan kini mata nya bertemu dengan tatapan tajam Faiz pada nya.
"Lo marah cuman gara-gara gue jalan sama Asya kemarin?" Tanya Faiz datar.
Cowok itu kemudian berdecih, "Jadi pacar aja belum, udah cemburu. Punya hak juga nggak," sindirnya pedas kemudian kembali memainkan drum nya. Kini dengan keras.
Arel mendengus keras. Ia juga heran sendiri kenapa hari ini jadi sering marah-marah tidak jelas, padahal semuanya berjalan normal. Cowok itu mengusap wajah frustasi.
Bukan masalah Asya jalan dengan Faiz kemarin.
Tapi pengakuan sang Mama yang membuatnya jadi tak fokus begini.
***
Asya sedang tergelak. Gadis itu tak bisa berhenti tertawa lantaran lawakan konyol yang Kay lontarkan sejak keluar dari perpustakaan. Firda sampai-sampai dibuat sakit perut dan tidak lagi kuat berjalan sampai ke kelas. Tawa mereka meledak-ledak, menggelegar di koridor lantai dua.
Tawa Asya perlahan memudar. Mata nya menangkap sosok Arel yang sedang duduk tertunduk di kursi panjang samping tangga. Sampai mata mereka bertemu dan yang membuat Asya jadi bingung adalah Arel yang tidak merespons seperti biasanya. Cowok itu malah kembali merunduk, sambil mengacak rambutnya frustasi.
"Duluan aja. Gue mau ke toilet dulu," ujar Asya menyuruh yang lain pergi lebih dulu ke kelas.
"Oh. Mau ditemenin?" Tawar Kay.
Asya menggeleng, "Gak usah. Gue bisa sendiri," tolaknya kemudian berbalik membiarkan yang lain pergi ke kelas.
"Kak?"
Arel mendongak. Mata nya mengerjap melihat sosok yang ada dihadapannya kini. "L-lo gak ke kelas?" Tanya Arel basa basi. "Hm?" Dehem Asya. Gadis itu merapihkan bagian belakang rok nya, kemudian ikut duduk di sisi Arel.
"Nggak. Mau disini aja. Emang gak boleh?" Ujarnya cuek sambil menjepit rambutnya ke belakang.
"Eh? Ya boleh, boleh. Duduk aja," sahut Arel kikuk.
Diam. Suasana tiba-tiba jadi canggung begini. Asya menggerak-gerakkan kaki nya sambil bersenandung kecil tak karuan. Cewek itu memandang lapangan sekolah yang terlihat sepi. Kemudian mengalihkan ke arah Arel yang masih saja merunduk.
"Kenapa, Kak? Habis diputusin cewek nya, ya?" Tanya Asya penasaran.
"Lo berasa habis mutusin gue, gak?" Tanya Arel balik. Sesaat kemudian, cowok itu tergelak melihat kepolosan dari wajah sang adik kelas. "Cewek gue aja disini. Mana mungkin gue diputusin?" Lanjutnya.
Asya merona. Pipi nya panas, kemudian meninju kecil lengan Arel -- menutupi rasa malu nya. Sedangkan pemuda yang duduk di sampingnya malah tergelak puas.
"Eh, iya. Gimana jadinya? Lo ikut ekskul apa?" Tanya Arel berusaha menetralkan suasana.
"Masih mau join teater," jawab Asya. "Ha? Selepas kejadian kemarin, Lo masih mau gabung, Sya?" Arel melongo. Cowok itu tak percaya kalau Asya seberani ini
"Emang kenapa? Kejadian kemarin, ya kemarin. Gak ngaruh apa-apa untuk gue yang mau ikut ekskul teater," jawab Asya santai. "Lagipula dari dulu emang gue minat sama dunia teater. Jadi kalau sekarang ada kesempatan, kenapa nggak?" Ujarnya.
"Tapi nanti kalau Salwa ngapa-ngapain lo, kabarin gue," ucap Arel. "Buat?" Tanya Asya. Cewek itu menoleh, kini berhadapan lurus dengan Arel.
Arel tersenyum tipis. Cowok itu menatap Asya lurus. "Gue 'kan udah pernah bilang kalau ada apa-apa, gue yang maju," ujarnya. "Gue yang lindungin lo," lanjutnya.
Asya membeku. Gadis itu jadi diam di tempat. "Apa sih, Kak," ujarnya berusaha menguasai diri.
Arel menekan bibir bawahnya. Matanya tiba-tiba saja menyayu menatap Asya dari arah samping. Ia sendiri tak mengerti kenapa begini. Hati nya selalu saja berdesir kalau bertemu dengan gadis ini. Rasanya ingin terus-terusan berdekatan supaya bisa melindungi nya setiap waktu.
Apa sih, ah.
Alay banget Arel.
"Sya, kapan-kapan ikut gue,yok!" Ajaknya. "Kemana?" Tanya Asya. "Ke rumah. Nyokap mau ketemu sama calon menantu nya, katanya," jawabnya santai sambil terkekeh.
Asya mendelik. Namun lama-kelamaan jadi ikut tertawa, terbawa suasana. Asya menghela nafas. Mata nya menatap wajah Arel yang selalu nampak tenang. Wajah cowok menyebalkan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam hidupnya itu berhasil membuat adem hari dan hati nya belakangan ini.
Arel berdiri. Cowok itu kembali menatap Asya serius. Tangannya terulur, mengacak pelan rambut Asya seraya mengembangkan senyum. "Dah, gue mau balik ke kelas. Lo belajar yang bener, sana biar pinter," ucapnya pamit, kemudian berjalan meninggalkan Asya di sana.
Asya menggerutu dalam hati. Tangannya merapihkan rambutnya yang sedikit berantakkan. Gadis itu menatap punggung Arel yang perlahan mulai menjauh, seraya tersenyum tipis.
Dasar ketos gila. Hari ini bukan cuma rambutnya yang dibuat berantakkan, tapi hati nya juga.
Bahkan lebih tak karuan.Kalau Asya gak mau dilindungin, lindungin Aku aja sini, Rel!
Ehe. Gimana ni gimanaaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
'A' Senior
Fiksi RemajaArel,ketua OSIS SMA Nusa 3.Ganteng iya,pinter iya,bijak iya,cool?Beuh,jangan ditanya!Pecicilannya Arel minta ampun,bikin semua anak-anak SMA Nusa 3 meragukan jati diri Arel sebagai seorang ketua OSIS. Gimana jadinya,kalau Arel yang notabenenya ketua...