#Empat Belas

3.5K 186 1
                                    

Arel menaikkan satu alisnya saat menatap Asya yang sedari tadi diam dan malah memandang ke arah aspal seperti orang ketakutan.

"Lo mau ngambil helm nya atau ngebiarin tangan gue pegel?"

Asya menoleh. Menyadari Arel sudah lelah karena mengulurkan tangannya, cepat-cepat Ia mengambil helm hitam itu.

"Lo kenapa? Muka lo ketakutan gitu," tanya Arel.

Asya menghela napas. "Gue mau ketemu Mama lo deg-degan nya kayak mau ketemu calon mertua, tau nggak?" Jawab Asya. Arel melempar tawa renyah. "Lah, emang iya, kan mau ketemu calon mertua nya lo?" Ujarnya yang sukses dibalas dengan sikutan Asya di perutnya.

"Udah, santai aja. Mama cuman mau ketemu aja, kok. Gara-gara Areon sama Vanza ngomporin, jadi Mama penasaran. Cewek kayak gimana sih yang bisa bikin anaknya klepek-klepek begini?"

Asya meneguk ludah. Bukannya itu secara nggak langsung Arel bilang kalau dia....

Ah, udahlah.

"Sekarang jadi Kakak yang ngulur waktu. Ayo, jadi pergi atau nggak?" Tanya Asya mengalihkan pembicaraan.

"Iya, iya jadi. Ayo."

***


"Sebenernya Tante nyuruh Arel bawa Kamu ke sini minggu depan, loh. Tapi Tante lupa kalau Arel paling nggak sabaran."

Asya cuman bisa mengangguk-angguk sekarang. Cewek itu nggak tahu mau balas omongan Reva apa barusan.

"Udah izin sama orang rumah?" Tanya Reva.

Asya jadi tersadar. "Udah kok, Tante. Udah izin sama Mama tadi," jawab Asya seadanya.

"Mau minum apa, Nak?" Tawar Reva membuat Asya dengan cepat menggeleng. "Aduh, nggak usah repot-repot, Tante. Asya jadi nggak enak," ujarnya tak enak.

Reva mengulas senyum simpul. "Beneran, Kamu nggak mau minum apa-apa?" Tanya Reva memastikan. "Udah makan belum tadi? Kebetulan Tante masak, tuh," lanjutnya lagi.

"Nggak usah, Tante. Santai aja," jawab Asya.

Reva mengangguk. Kemudian memangku bantal sofa cokelat yang kini Ia duduki bersama Asya. "Tante denger katanya Kamu pindahan dari Malang, ya?" Tanya Reva membuka obrolan.

Asya mengangguk mengiyakan. "Iya, Tante. Kami sekeluarga ikut Papa yang pindah tugas dari Malang ke Jakarta."

"Betah tinggal di Jakarta?" Tanya Reva lagi. "Awalnya sih nggak, Tante. Karena kan temen-temen Asya banyak di Malang, saudara juga di sana semua. Apalagi Asya baru aja masuk SMA di Malang, kan. Udah dapat temen banyak, malah disuruh ikut pindah sama Papa," cerocos Asya. "Tapi lama-lama betah, kok. Udah mulai banyak teman juga di sini," lanjutnya menambahkan.

"Kalau Arel?"

Asya bingung. "Eh? Gimana, Tan?" Tanya nya tak paham.

Reva jadi terkekeh kecil. "Kamu betah nggak temenan sama anak Tante? Arel kan orangnya begitu, Sya. Petakilan, aneh, nggak jelas, usil. Makanya Tante tanya. Kamu betah temenan sama anak Tante?"

Asya mengulas senyum tipis saat Reva menjelaskan bagaimana sikap Arel yang menyebalkan. "Kak Arel tuh aneh, sih Tan emang. Usil, kadang. Mungkin bukan kadang-kadang lagi," jawab Asya. Kini dengan nada yang lebih santai. Sepertinya gadis itu sudah mulai merasa nyaman.

Reva jadi ikut tertawa mendengar cerita Asya. "Terus pertama kali Kamu ketemu Arel gimana?" Tanya nya makin penasaran.

Asya menautkan alisnya, berusaha mengingat bagaimana pertama kali cewek itu bertemu sang ketos gila. "Kalau pertama kali liat sih, waktu Aku baru dateng ke sekolah, Tante. Waktu itu lagi jalan sama Bu Dewi, terus Aku ngeliat Kak Arel lagi lari keliling lapangan. Katanya dia telat," ujar Asya kemudian memberi jeda. "Tapi beneran papasan nya pas lagi di koridor, Tante," lanjut Asya.

 'A' SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang