Gelas kelima.
Aku menghela napas panjang. Sudah lima gelas kopi yang kuhabiskan tapi aku masih belum bisa berpikir dengan jernih. Kutatap kertas di hadapanku yang penuh dengan coretan. Sejak tadi aku belum menemukan lirik yang tepat.
Kualihkan tatapanku pada jam dinding. Pukul tiga pagi. Lagi-lagi aku menarik napas panjang. Kuputuskan untuk meletakkan pulpen lalu beranjak keluar dari studio. Tak akan ada gunanya kalaupun kupaksakan untuk menulis lirik saat ini.
"Kopi lagi?" tanya Namjoon yang sedang menyeduh kopi begitu aku tiba di dapur.
Aku menggeleng. Kubuka kabinet, mencari cokelat bubuk kemasan. Seingatku, masih ada beberapa bungkus. Aku perlu cokelat panas kali ini.
"Hyung sedang merindukannya, ya?" tanya Namjoon yang mengamatiku menyeduh cokelat bubuk.
Kali ini aku mengangguk. Tak ada gunanya menyangkal. Namjoon tahu kebiasaan dan cara pikirku, ditambah lagi dia tahu tentang aku dan Chaerin.
"Tahun ini akan lebih sulit dibanding tahun lalu. Dengan jadwal kita saat ini, sepertinya sulit kalau Hyung ingin ke Sejong," lanjut Namjoon yang telah duduk di kursi pantry.
Setelah mengambil sendok untuk mengaduk cokelat panas, aku duduk di depan Namjoon."Itulah. Kenapa sih Big Hit suka sekali menggelar konser di musim dingin. Kasihan kan ARMY yang harus kedinginan saat mengantre untuk membeli merchandise, atau mengantre untuk masuk vanue."
Mata Namjoon semakin menyipit. "Hyung, akui saja. Yang membuatmu terganggu bukanlah konser di musim dingin, tapi karena kau tak bisa leluasa ke Sejong seperti tahun lalu."
"Ya... Kim Namjoon, tak bisakah kau pura-pura setuju dan menemaniku merutuki Big Hit?" selorohku.
Tepat seperti dugaanku, leader kebangaan kami ini justru tergelak. Senang sekali rupanya dia melihatku uring-uringan. Sialan.
Dengan tenang, Namjoon menyeruput kopinya. Meski begitu, dari raut wajahnya aku tahu dia sedang berpikir keras. Dan aku juga tahu ke arah mana topik yang ingin dia bahas. Tinggal seatap selama tujuh tahun lebih sudah lebih dari cukup bagi kami untuk saling memahami satu sama lain.
"Tiga hari yang lalu aku ke Jebi Dabang. Jeong Hoon hyung menunjukkan video Chaerin yang sedang menampilkan puisi John Clare." Kuputuskan untuk mengatakannya sebelum Namjoon selesai dengan pertimbangan-pertimbangan memusingkan di kepalanya.
"The Secrets?" Namjoon menyebutkan judul puisi yang ditampilkan Chaerin. Sebelum debut, beberapa kali aku mengajak Namjoon ketika bertemu Chaerin. Kami bertiga sering membahas musik, puisi klasik, atau buku-buku yang menarik. Ya, meski aku tak banyak menimpali topik-topik bertema buku karena belum segila Namjoon dan Chaerin untuk urusan yang satu itu. Kecuali kalau mereka membahas Murakami.
"Ya. Puisi yang menyebalkan itu."
Hening.
Namjoon menyesap kopinya.
Aku membaui aroma cokelat panasku.
Namjoon berdeham. "Hyung, hari ini..."
Aku mengangguk. Sebelum Namjoon menyelesaikan kalimatnya, aku sudah tahu dia ingin mengatakan apa. Kukeluarkan kalung dengan liontin berbentuk tumpukan daun maple dari saku jaketku. Kalung yang kusimpan sejak lima tahun yang lalu, kalung yang belum juga kuberikan pada pemilik yang seharusnya.
"Hyung masih menyimpannya?"
"Aku belum sempat memberikannya. Sudah lima kali aku melewatkan kesempatan untuk memberikan kalung ini padanya."
Ya, kau benar. Kalung ini adalah hadiah ulang tahun yang tadinya ingin kuberikan pada Chaerin saat ulang tahunnya lima tahun yang lalu. Tapi lihatlah, sampai hari ini pun aku masih belum mendapatkan kesempatan untuk memberikannya.
Kutatap lekat-lekat kalung di tangan kananku. Tawa hangat Chaerin terdengar lamat-lamat, disusul suara tepuk tangan yang saling menimpali.
Selamat ulang tahun, Chaerin-a...
![](https://img.wattpad.com/cover/130254953-288-k524990.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself: Autumn Leaves
FanfictionOver there, the autumn leaves that look like they're at stake, seem like they're looking at us. If our hands touch, even if it's all at once, it only seems like it's going to be crumbs... --Min Yoongi-- *** 365 puzzle berserakan. Tak selamanya yang...