"Kapan terakhir kali kau bisa bernapas lega?"
Dari sekian banyak hal yang tadinya berputar di kepalaku, justru kalimat itulah yang keluar. Sebenarnya, aku bahkan tak memikirkan kalimat itu sebelumnya. Sama sekali. Kalimat itu terlontar begitu saja saat melihat air mata Chaerin yang terus mengalir hingga dia terisak, membuatku kehilangan semua rasa kecewa dan marah yang pernah kurasakan. Bahkan aku kehilangan niat untuk menanyakan alasan kepergiannya dua tahun yang lalu. Aku hanya ingin tahu kapan terakhir kali dia merasa baik-baik saja. Karena dari air mata itu, juga suara isakan itu, aku bisa tahu sebesar apa kesedihan yang menghimpitnya.
"Yoongi-a..." Suara Chaerin terdengar pecah. Tangan kanannya mengepal, memukul pelan dada kirinya.
Chaerin-a, sesesak itukah? Seberat apa kehidupan yang kau jalani selama ini? Seberapa besarkah kerinduan yang harus kau tahan?
Siapa yang akan tahan melihat seseorang yang dirindukannya setengah mati terlihat begitu menderita? Tak ada hal lain yang kuinginkan selain mendekap Cherin erat-erat. Melihatnya seperti ini mengingatkanku pada hari kematian ayahnya lima tahun yang lalu. Chaerin menangis seolah tak akan punya kesempatan untuk menangis lagi.
"Maafkan aku, Yoongi-a."
Aku beranjak dari sofa, menghampiri Chaerin lalu meraihnya dalam pelukanku. Alih-alih mengucapkan kalimat untuk menenangkan Chaerin, kutepuk-tepuk pelan pundaknya. Lebih baik membiarkannya menangis sepuasnya, mengeluarkan air mata yang entah sudah tertahan berapa lama.
"Tak apa-apa. Tak ada yang akan menyalahkanmu." Butuh usaha ekstra bagiku untuk mengatakan kalimat itu. Pertama karena sejak tadi pun aku sudah menahan diri untuk tak menitikkan air mata, satu hal yang begitu sulit untuk dilakukan saat ini. Kedua, aku harus menepati kalimat yang baru saja kukatan—tak akan menyalahkan Chaerin sedikit pun.
"Semuanya akan baik-baik saja." Sepertinya kalimat ini lebih pas jika kukatakan pada diriku sendiri. Dibanding Chaerin, sepertinya aku yang lebih butuh keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Yoongi, aku merindukanmu. Sangat merindukanmu."
Kupejamkan mataku. Kurekam baik-baik isak tangis Charin dalam benakku. Di sela-sela isak tangis yang sarat kepiluan, terselip rasa lega yang samar-samar bisa kurasakan.
Min Yoongi, kapan terakhir kali kau bisa bernapas selega ini?
끝
Note:
1. Part pertama FF Yoongi sebagai member BTS yang didominasi kesenduan akhirnya selesai kutulis. Untuk part selanjutnya, semoga aku bisa membawa Yoongi yang SWAG atau lebih ceria. Tunggu next part FF ini ya.
2. Aku ingin berterima kasih ke Kookie yang sudah membantuku secara nggak langsung hari ini, sekaligus membantuku menulis ending untuk part pertama ini. Terima kasih sudah share cover Breathe, ya Dek. Tanpamu, mungkin aku akan absen update malam hari ini, ya meski telat sejam juga sih hehe.
So, my dear fellas, kapan terakhir kamu bisa bernapas dengan lega?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself: Autumn Leaves
Fiksi PenggemarOver there, the autumn leaves that look like they're at stake, seem like they're looking at us. If our hands touch, even if it's all at once, it only seems like it's going to be crumbs... --Min Yoongi-- *** 365 puzzle berserakan. Tak selamanya yang...