The Scar We Shared

22 3 0
                                    

"Kau tahu, orang yang bunuh diri tak bermaksud untuk mengakhiri hidupnya, tapi mengakhiri rasa sakit yang dialaminya."

Kalimat itu terdengar lamat-lamat, digemakan oleh talamusku sendiri. Selalu seperti ini. Kalimat itu selalu terngiang setiap kali aku membaca berita tentang artist yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Berapa kali pun aku menolak, seberapa kuat pun aku berusaha untuk menghalaunya, kenangan kelam itu selalu muncul dengan sendirinya. Kali ini aku tak bisa menahan diri untuk mencemaskan Yoongi setelah membaca artikel yang muncul di portal berita beberapa saat yang lalu.

Kuharap kalian baik-baik saja.

Kukirim pesan itu pada Namjoon karena memang hanya kontak Line Namjoon-lah yang kumiliki.

***

Aku mendekap Yoongi kuat-kuat dalam pelukanku. Kami menangis bersama. Tak ada suara selain isak tangis. Aku tak tahu mana yang lebih keras, suara isak tangisku atau Yoongi. Tidak, aku tak ingin memarahinya, tak ingin membentaknya, tak akan memaksanya untuk bercerita. Sama sekali tidak. Yang kuinginkan sekarang hanya menangis bersama Yoongi, membiarkannya mengeluarkan semua beban yang menyesaki dadanya selama ini, membiarkannya menangis sepuasnya. Jika dia lelah, aku masih bisa mewakilinya untuk menangis.

Kulonggarkan pelukanku saat Yoongi menyandarkan samping kiri kepalanya di bahuku, membiarkannya merasa sedikit lebih nyaman. Kutarik napas dalam-dalam sebelum menempelkan pipiku di kepala Yoongi.

"Yoongi-a, tarik napas dalam-dalam, ya. Aku di sini, aku di sini. Aku tak akan kemana-mana," kataku saat napas Yoongi tiba-tiba tersengal.

"Aku... aku takut, Chaerin-a. Aku takut..."

Lidahku kelu. Sudah sebulan lebih dia takut dengan keramaian, sudah selama itu pula dia terjaga sepanjang malam, bahkan kadang meringkuk di kamar mandi. Tapi meski begitu aku belum pernah melihatnya seterluka ini.

"Aku di sini, Yoongi-a. Semuanya akan baik-baik saja."

Yoongi mempererat cengkeramannya di lenganku sementara air matanya masih deras mengalir.

Ya Tuhan, apa yang telah terjadi hingga Yoongi seperti ini?

"Aku sudah melakukannya dengan baik, kan?"

Aku menganggukkan kepalaku sembari menarik napas dalam-dalam untuk kesekian kalinya. "Kau sudah melakukannya dengan baik. Kau melakukannya dengan sangat baik. Semuanya akan baik-baik saja."

Kugenggam erat-erat botol obat tidur yang tadi kurebut dari Yoongi.

***

—Yoongi—

Kuharap kalian baik-baik saja.

Kubaca pesan yang ditunjukkan Namjoon padaku. Dasar Chaerin. Masih saja seperti dulu. Sampai kapan dia akan terus-terusan memikirkan orang lain dan mengabaikan dirinya sendiri? Aku memiliki banyak orang di sini yang akan memperhatikanku, ah tidak, mengawasiku mungkin lebih tepatnya. Sementara dia, dia hanya sendirian, tapi kenapa dia begitu keras kepala? Kenapa dia tak pernah mau menerima uluran tanganku lagi? Kenapa dia harus bersembunyi dariku?

Sekarang, yang seharusnya cemas ketika membaca berita tentang seseorang yang mengakhiri hidupnya adalah aku, bukan Chaerin. Dialah yang lebih berpotensi membuat orang lain cemas, bukan aku. Aku sudah lama meninggalkan sisi kelam itu, sementara dia...

Chaerin-a, aku tak pernah takut berada di sampingmu. Sama seperti kau yang dulu tak pernah takut bertahan di sampingku. Jangan pernah merasa kesepian lagi di dunia ini. Aku akan selalu ada untukmu seperti kau dulu selau ada untukku. Hanya saja..., jangan pernah mengusirku lagi dari hidupmu.

"Yoongi-a, seseorang yang di luar tampak baik-baik saja, mungkin sebenarnya dia sedang butuh uluran tangan. Pertanyaannya, seberapa pekakah kita untuk menangkapnya?"

Note: I wrote this a day after Jonghyun passed away, but I hold it back, battling with myself whether is it a proper time yet to post it since it's been a hard day for me and the other "Sekte" members too. But here, I wanna do it with all of you guys, to pay more attention to people around us, to care more about them so we could learn together to love ourselves. People who commit suicide don't wanna do it to end their life, but to end the pain they feel. We never know that maybe the-five-minutes we spare to listen, could save life.

Love Yourself: Autumn LeavesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang