Dua

3.2K 254 21
                                    

Update: 2 Desember 2017
Revisi: 13 Desember 2017

"Kalo masih ada typo atau tanda baca yang salah, tolong di tandai. Makasih ♡"

-• Happy Reading •-

.

.

Taksi yang dinaiki Daffa hampir sampai. Matanya menatap lurus ke depan memperhatikan jalan yang sebentar lagi akan ia lalui. Tatapannya menerawang jauh. Siapa gadis berdiri tepat di depan gerbang rumahnya itu?

Seorang gadis memang tengah berdiri di sana seraya memperhatikan rumah yang sekarang di tempati Daffa dan keluarganya itu. Perlahan gadis itu mulai nampak jelas. Daffa menyipitkan matanya memperhatikan gadis itu. Jeane ... apa yang sedang ia lakukan disana?

"Pak stop pak ...."

Daffa segera memberhentikan taksi itu, membayarnya, dan turun dengan terburu-buru. Jean terlihat hendak beranjak dari tempat itu.

"Jean!"

Mata Jean membulat, panggilan tadi sontak membuat langkahnya terhenti. Pikirnya kalut apa yang harus ia lakukan. Jean hanya bergeming tak melanjutkan langkahnya ataupun membalikan badannya.

Daffa menghampirinya dengan perlahan dan berdiri di hadapan Jean. "Lo tinggal di kompleks perumahan sini juga? Daerah mana? Btw ... tadi kenapa lo liatin rumah gue?" pertanyaan yang diajukan itu sudah menyamai wartawan yang mewawancarai narasumbernya dengan terburu-buru.

Sudah dapat ditebak, tak akan ada respon dari gadis dingin itu. Ia hanya tetap terdiam mematung tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

"Gue heran. Sebenernya lo itu bisu?, nggak bisa ngomong? Atau ... nggak mau ngomong karna takut ketauan gugup kalau lagi ngomong sama cowok ganteng kayak gue?"

Jean mengangkat alisnya sebelah. Namun mulutnya masih tertutup rapat dan tetap tak bersuara.

"Ya udah deh gue nggak maksa. Kapan - kapan kalau lo mau ngomong, sama gue aja oke. Gue dengan senang hati dengerin semua omongan lo." Senyuman Daffa terpancar dengan ikhlas di wajahnya. Melihat hal itu, tatapan mata Jean berubah agak surut.

"Lo gak berubah Daf, lo masih kayak dulu," ucap batinnya.

"Itu bukan urusan lo!"

Kalimat yang terdengar ketus itu meluncur dari mulut gadis dingin itu, benar-benar jauh berbeda dengan apa yang diucapkan hatinya.

Jean pergi begitu saja. Daffa menatap punggungnya yang perlahan semakin menjauh. Empat kata yang dikeluarkan gadis itu membuatnya agak tertegun. Namun, reaksi Daffa setelah itu ....

"Satu ... dua ... tiga ... empat!" Daffa menghitung seraya melipatkan jarinya seperti anak TK yang baru saja belajar menghitung. "Wow empat kata," kagum Daffa. "Keren banget lo Daf ..., ciaaa cewe yang nggak pernah ngomong itu ngomong sama lo barusan." Daffa berceloteh kegirangan. Ia bingung dengan dirinya sendiri entah kenapa ia merasa sangat senang. Kini perasaan tercampur aduk antara kagum, senang dan masih tak percaya.

"Lo liat aja. Gue bakal buat lo ngomong terus sama gue mayat hidup. Bakaaal!"

***

Mr. Han dan Devon sedang sibuk memainkan stik di tangan mereka sambil terfokus menatap layar televisi di ruang utama. Mr. Han adalah ayah dari Daffa dengan nama lengkap Handika Pratama Nicollas. Sedangkan Devon adalah kakak laki-laki sekaligus satu-satunya saudara yang Daffa miliki.

ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang