Daffa berjalan menghampiri tangga darurat tempat ia bertemu Jean kemarin. Sebetulnya hari ini ia ada janji makan siang bersama Andin di kantin. Namun entah apa yang ada di pikirannya, ia merasa Jean lebih penting dari itu. Tunggu! Lebih penting dari kekasihnya. Itu bodoh bukan. Tapi begitulah, Daffa lebih memilih memenuhi rasa penasarannya ketimbang makan bersama kekasihnya.
Dengan terlihat agak ragu. Daffa melangkahkan kakinya menaiki setiap anak tangga yang sebenarnya tidak boleh dilalui oleh siswa itu. Namun rasa penasaranya lebih besar dari ketakutannya. Padahal yang dipertaruhkan di sini adalah reputasinya di sekolah baru yang ia tempati kini.
Tak lama ia sampai, ternyata tangga itu mengarah menuju atap. Ia berjalan pelan dan memperhatikan sekitar. Tak ada Jean disana. Tetapi Daffa memutuskan untuk berkeliling karna masih penasaran. Namun ia masih tak menemukannya. Akhirnya ia memilih untuk menunggu, siapa tahu gadis itu akan datang sebentar lagi.
Sudah hampir sepuluh menit Daffa menunggu di sana, tapi gadis yang ditunggunya itu tak muncul juga. Daffa melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Karna bosan, ia memutuskan untuk kembali ke kelas. Selain itu sepuluh menit lagi pelajaran dimulai, ia tak mau kalau harus sampai telat masuk.
Daffa membalikan badannya berniat menghampiri tangga menuju lantai utama tempat ia naik tadi. Namun seseorang tengah berdiri sekitar beberapa meter dari tempat Daffa.
Jean! Gadis itu. Tatapannya kali ini berbeda. Tak terlihat dingin melainkan agak surut. Lebih tepatnya mata ia bengkak seperti sudah menangis. Mungkin karna kejadian semalam, atau bisa jadi karna hal lain. Entahlah mungkin hal itu hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Daffa berjalan menghampiri Jean. Lengkungan bibir yang membentuk sebuah senyuman tak hentinya menghilang dari wajah Daffa. Tunggu, kenapa Daffa tersenyum. Sebegitu senangkah ia menemukan gadis itu.
"Dari mana dulu? gue udah nungguin lo dari tadi" tanya Daffa.
Jean tak menjawab ia hanya menatap Daffa dengan datar.
"Mata lo kenapa? Abis nangis?" tanya Daffa lagi.
Reaksi Jean masih seperti sebelumnya. Itu membuat Daffa menghela nafas berat. Rasanya seperti bicara dengan angin. Ia harus ekstra sabar menghadapi gadis dihadapannya itu.
"Ngomong sama lo itu harus ekstra sabar ya" ucap Daffa.
"Soalnya kayak ngomong sama angin" sambungnya.
Jean masih tak bersuara. Sebenarnya itu membuat Daffa jengkel. Beruntung Daffa adalah orang yang memiliki tingkat kesabaran ekstra.
"Oke karna lo gak mau ngomong, biar gue yang ngomong."
Daffa menarik lengan Jean menuju tangga darurat tempat mereka naik. Lalu daffa mendudukan Jean di salah satu anak tangga itu. Tak ada perlawanan dari Jean.
Daffa duduk di sampingnya, kemudian mulai berbicara.
"Hallo Jeane. Nama lo Jean kan?! Perkenalkan nama gue Daffa, Daffa Anggara Nicollas. Lo bisa panggil gue cogan. Dan gue gak terima penolakan"
Perkenalan Daffa hampir membuat Jean tersenyum. Tapi ia masih belum bisa menunjukan senyumannya itu, apalagi pada Daffa.
"Nama lo Jeane... Jeane apaan?" tanya Daffa.
Daffa menatap name tag yang menempel di baju bagian kanan Jean.
"Jeane Sandra Nicollas." ejanya.
"Oke nama lo Jeane Sandra Nicollas... Wait, Nicollas?, Nama kita sama?" Daffa terkaget mendapati nama belakang gadis itu yang sama dengannya.
"Wow kok bisa? Nama ayah lo siapa?" tanya Daffa.
Pandangan Jean agak berubah menajam, namun memancarkan kesedihan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thantophobia
Novela JuvenilThantophobia (n.) the phobia of losing someone you love. [Cover by @whistleeu_] [Sedang proses revisi part 2] Kisah seorang gadis yang jarang bicara karna sebuah luka dimasa lalunya-Jeane. Dan seorang laki - laki yang baru saja masuk ke sekolah baru...