Sembilan

2.4K 180 13
                                    

Sebuah kamar yang cukup mewah terlihat rapi. Cahaya di ruangan itu nampak redup. Namun meskipun begitu, seberkas cahaya dari sebuah lampu yang diletakan di atas sebuah meja belajar, dapat menampakan bahwa kamar itu memang cukup mewah.

Pemilik ruang kamar itu tengah terduduk di kursi depan meja belajarnya sembari menulis sesuatu. Seorang gadis bernama Jeane. Itulah nama pemilik ruangan kamar ini.

"Aku bersyukur atas semua takdir Tuhan yang terkadang aku takuti. Karna nampaknya, semua selalu ada dalam situasi terbaik. 'When I think, "Maybe I was in destined to not you love, but the God has miracle that make you fall in love again to me, even when you don't recognize me.' Mungkin itu karna ... takdir tak akan salah memilih cintanya."

Seberkas senyuman terpancar dari wajah Jean begitu menyelesaikan tulisannya. Pikirannya melayang ke kejadian tadi siang saat di rooftop.

"Daff, lo suka gue?" mata Jean menatap Daffa dengan penuh harap.

Daffa hanya tersenyum sejenak. Tak lama, mulutnya mulai bergerak melontarkan jawabannya.

"Cieee ... ngarep banget gue suka sama lo."

Ingin rasanya mengumpati kalimat yang di lontarkan Daffa barusan. "Apakah itu sebuah jawaban?" batin Jean mendecak kesal.

"Pinjem tangan lo boleh nggak?" tanya Daffa.

"Lo kira tangan gue barang apa," ketus Jean.

Di luar dugaan Daffa langsung memegangi tangan Jean hingga membuat Jean refleks untuk menariknya.

"Mau ngapain lo?"

"Pinjem dulu bentar," ucap Daffa sembari meraih tangan Jean kembali. Kali ini tak ada penolakan. Daffa memegangi tangan Jean dengan kedua tangannya sembari memperhatikan setiap jari-jemarinya.

"Tangan lo bagus," ucap Daffa membuat Jean sedikit kebingungan dengan ucapannya.

"Tapi sayang nggak bisa gue genggam sekarang," sambungnya sambil menolehkan matanya pada mata Jean.

"Gue suka tangan ini, soalnya tangan ini nggak sedingin pemiliknya."

Suasana hening sekejap, Daffa hanya sibuk memainkan tangan Jean. Dan Jean berfikir keras memahami apa yang Daffa maksudkan.

"Jean?" Daffa menatap mata Jean dengan serius. "Gue nggak peduli apa yang ada di pikiran lo sekarang,"

"Mungkin lo mikir gue adalah cowok brengsek yang lagi mencoba mencari seorang selingkuhan,"

"Tapi gue minta lo percaya ini." Tatapan Daffa terlihat sangat serius.

"Gue belum pernah jatuh cinta sebelum ketemu lo. Dan Andin ... lo udah tau jawabannya kemarin,"

"Gue pikir, gue cuman penasaran sama semua sikap lo yang dingin itu, tapi setelah gue tau bahwa mata lo nggak sedingin itu, gue mulai nyaman sama perasaan gue sendiri,"

"Gue nyaman tiap kali mikirin lo, gue nyaman tiap kali ngeliat lo, gue nyaman sama semua tentang lo,"

"Mungkin cuman butuh waktu beberapa bulan buat gue jatuh cinta sama lo, tapi ...,"

"Gue ngerasa kalau gue jatuh cinta sama lo sejak lama, tanpa gue sadari." Mata Jean telihat berkaca.

"Gue nggak mau tau gimana perasaan lo sama gue, tapi gue cuman mau minta tolong sama lo,"

"Jangan pernah izinin orang lain buat genggam tangan ini selain gue,"

"Dan gue janji, gue nggak bakal lepasin tangan lo saat gue udah bener-bener bisa genggam tangan lo seerat mungkin."

ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang