Sorak suka ria terdengar hampir dari setiap kelas mendapati bel tanda istirahat baru saja menggema hampir di seluruh penjuru sekolah. Kantin yang tadinya hanya berpenghuni para pedagang, kini mulai dipadati oleh orang - orang berpakaian kompak berwarna putih abu.
Daffa masih terlihat memasukan bukunya ke dalam tas. Ia ingat hari ini ada yang menghadiahinya sekotak nasi. Ia pikir, ia bisa langsung ke atap menemui Jean dan tak perlu ke kantin untuk membeli makanan terlebih dahulu. Tunggu, menemui Jean?
"Daf lo gak ke kantin?" tanya Nico yang tiba - tiba muncul di hadapannya.
"Enggak gue ada ini," jawab Daffa mengambil kotak nasi berwarna biru putih dari kolong bangkunya.
"Yaudah deh sob, kita ke kantin dulu ya"
Rayhan dan Nico pergi meninggalkan Daffa. Kini di kelas itu hanya ada Daffa sendirian. Daffa membuka kotak nasi itu dan ternyata kotak itu bukan berisikan nasi, melainkan Roti Sandwich 3 lapis. Ia kemudian mengambil kembali secarik kertas yang berada di saku seragamnya, dan membukanya kembali, disana tertulis.
You won't looked at me. But I always look to the direction of you.
Greetings love
Youre SA
"Lumayan..." gumamnya sembari menutup kembali kotak itu.Ia melihat ke arah luar, baru saja Jean melewati lorong kelasnya. Dengan sesegera mungkin Daffa menyimpan surat itu kedalam tasnya dan menyusul Jean. Baru sampai di lorong yang berarah menuju kantin, Daffa melihat Jean berdiri di depan tong sampah sambil memegang selembar kertas dan menggulungnyal, membuangnya, lalu pergi begitu saja tanpa menyadari bahwa Daffa memperhatikannya dari tadi.
Daffa menghampiri tong sampah itu dan membukanya. Beruntung di dalam sana tidak terlalu banyak sampah, hanya ada kertas yang di buang Jean dan plastik bekas snack yang tidak terlalu banyak.
Daffa membuka kertas itu dan membaca isinya. Keningnya mengernyit, beberapa bayangan kejadian beberapa saat lalu terbesit di kepalanya.
Bayangan yang menunjukan kejadian saat Daffa pergi ke kafe bersama Andin. Ia melihat gadis itu. Gadis yang memegangi kunci dengan gantungan boneka berwarna merah. "Kamu Daffa kan?" suara perempuan itu berulang kali terdengar di telinganya hingga membuat kepalanya terasa sakit.
Daffa menggulung kembali kertas itu dan menyimpannya ke saku celananya. Ia mencoba berjalan kembali mencari Jean. Terbesit pula bayangan saat ia bertemu dengan laki - laki yang menaiki motor. "Riko" suara Jean yang menyerukan nama itu, kini juga terdengar di telingnya. "Lo Daffa kan? Lo apa kabar bro?" suara - suara itu terdengar bergiliran dan membuat kepalanya semakin terasa semakin sakit dan berat.
Daffa berjalan dengan sempoyongan sembari memegangi kepalanya. Rasanya ingin ia teriak meminta pertolongan. Tapi tak ada sesiapa pun di sana. Kepalanya terasa semakin berat seperti ada berpuluh - puluh ton besi yang menimpanya. Daffa hampir sampai, ia masih dapat melihat Jean dengan pandangannya yang sudah agak kabur.
Telinganya sudah tak mampu mendengar apa - apa selain suara orang - orang di bayangannya yang terdengar bergiliran itu. Dan terakhir... "Kita Putus!" suara itu terdengar penuh penekanan dari seseorang yang tak dikenalinya. Kemudian semua berubah menjadi gelap. Ia tak sadarkan diri.
***
Jean duduk sebuah meja di kantin Rumah sakit dengan ice teh di hadapannya. Matanya terlihat sembab setelah menangis hebat tadi.
"Jean, kenapa lo gak bilang sama gue atau papa kalo lo di Indonesia" tanya Devon dengan nada agak gusar. Jean terdiam menundukan kepalanya dalam - dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thantophobia
Teen FictionThantophobia (n.) the phobia of losing someone you love. [Cover by @whistleeu_] [Sedang proses revisi part 2] Kisah seorang gadis yang jarang bicara karna sebuah luka dimasa lalunya-Jeane. Dan seorang laki - laki yang baru saja masuk ke sekolah baru...