Minggu pagi mengawali aktivitas semua orang di kompleks Perumahan Indah Asri Blok 8 tanpa bersiap siap untuk pergi bekerja atau sekolah. Perumahan itu adalah tempat tinggal Daffa sekeluarga. Begitu juga Jean dan kakaknya Giana. Tanpa Daffa tau, rumah Jean memang tidak jauh dari tempatnya. Mungkin saat ingatannya kembali, ia akan mengetahui yang sebenarnya.
Jam menunjukan pukul 05.30 alarm yang di setel pukul 06.00 itu belum berbunyi. Tapi pemiliknya sudah berdiri di balkon kamarnya sembari menikmati udara segar pagi ini. Pikiran Jean masih fresh, matanya berbinar menampakan perasaan senangnya menikmati hari libur ini.
Dari atas sama, ia melihat Giana yang tengah melakukan stretching dengan pakaian khas untuk berolahraga. Pikirannya termenung sembari menatap Giana. Ia teringat ucapan Riko saat di kafe hari itu.
"Jean. Ayolah, semuanya kecelakaan. Lo nggak bisa terus - terusan ngerasa bersalah karna ini bukan salah lo."
"Kak," teriak Jean.
Mata Giana terlihat membulat mendengar suara panggilan itu. Ia segera mengadahkan kepalanya mengarah balkon kamar Jean.
"Tungguin gue."
Ucapan Jean masih terdengar dingin, tapi itu membuat Giana spechless mematung. Tak lama Jean muncul dari balik pintu memakai setelan untuk olahraga. Rambut panjang yang biasanya tergerai, kali ini di ikat kuncir kuda. Tatapannya masih dingin. Tapi bagi Giana, ini adalah permulaan yang baik untuk memulai semuanya dari awal lagi.
Mereka berlari mengelilingi kompleks perumahan tanpa membicarakan apapun. Sebetulnya Giana ingin memulai pembicaraan, tapi ia masih ragu. Akhirnya ia hanya memilih untuk diam.
Di sisi lain— Mr. Han terlihat bersantai di kursi depan rumahnya dengan secangkir kopi dan beberapa lembar koran yang tengah dibacanya. Daffa muncul dari balik pintu. Rencananya, pagi ini ia akan lari pagi untuk membugarkan tubuhnya yang hampir 2 minggu ini terbaring di rumah sakit.
"Mau kemana kamu Daf?" tanya Mr. Han tanpa mengalihkan pandangannya dari tulisan-tulisan di koran itu.
"Lari pagi Pa. Badan Daffa pegel banget kemarin-kemarin baringan terus,"
"Papa nggak mau ikut?"
"Papa itu udah tua Daff, lari 20 meter aja paling udah ngos-ngosan," tolak Mr. Han yang kini memegangi cangkir kopi miliknya itu lalu menyeruput pelan.
"Justru itu Pa. Harusnya Papa sering-seringin olah raga. Bukannya kerja melulu. Kalo libur malah main PS sama kak Devon,"
"Udah ah, Daffa mau berangkat dulu." Daffa pamit sembari beranjak.
"Hati - hati Daff." Mr. Han kembali ke kesibukan dengan kertas korannya.
Daffa keluar dari gerbangnya, tiba - tiba ia di kejutkan oleh 2 orang perempuan yang tengah berlari melewati jalanan rumahnya.
"Kak Gia, Jean," sapa Daffa sumringah.
"Mampus, kenapa Daffa ada di sini." Batin Jean berdecak.
"Hai Daf," sapa Gia. Matanya menoleh ke arah Jean. Ia tahu pasti adiknya itu tengah kebingungan.
"Kak lo suka lari pagi juga? Ngomong-ngomong lo kok bisa sama Jean?" Mata Daffa terlihat menyelidik.
Jean hanya celingukan menatap ke arah lain untuk menghindari pandangannya dari Daffa.
"Oh itu, Jean tetanggaan sama gue. Tadi kebetulan ketemu jadi berangkat bareng deh."
Perkataan Giana yang jauh dari kenyataan itu, membuat Jean mampu bernafas lega kembali. Situasi tadi benar-benar hampir membuatnya kehabisan oksigen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thantophobia
Fiksi RemajaThantophobia (n.) the phobia of losing someone you love. [Cover by @whistleeu_] [Sedang proses revisi part 2] Kisah seorang gadis yang jarang bicara karna sebuah luka dimasa lalunya-Jeane. Dan seorang laki - laki yang baru saja masuk ke sekolah baru...