Peter - TOLONG GUE

10.8K 1.1K 87
                                    


"Ya ampun, lo minum berapa kaleng bir sih?"

Gue mengumpat karena mengenali pemilik suara tersebut dan memilih untuk kembali tidur.

"Bangun kampret! Gue ga kesini buat bersihin kamar lo."

Gue tentu saja tidak menghiraukan omelan tersebut, dan memilih untuk menaikkan selimut gue untuk membungkus seluruh badan gue ,yang sepertinya tidak mungkin karena gue memakai selimut yang biasa dipakai Steph.

Salah satu kebiasaan Steph yang menurut gue aneh adalah, Steph hanya bisa tidur nyenyak dengan bantal, guling, dan selimut dari satu toko di Jakarta. Menurut Steph sih karena sejak kecil Mamanya selalu beli di tempat yang sama, sehingga ketika Steph pindah ke Singapura, Steph membawa dua set bantal, guling dan selimut untuk berjaga-jaga.

Dan satu set sengaja ditaroh di apartemen gue untuk berjaga-jaga kalau Steph nginap. Steph bisa saja tidur dengan bantal, guling dan selimut gue namun Steph akan sering terbangun karena merasa asing. Ataupun, Steph akan bangun lebih awal dari seharusnya.

Gue sedikit bingung awalnya, karena kalau gue dan Steph tidur bareng, pasti Steph akan sering terbangun kapanpun punya gue bangun.

Gue tersenyum sendiri membayangkan betapa imutnya ekspresi Steph saat marah, namun gue juga mengumpat karena lagi-lagi gue ingat Steph.

"BANGUN PETE!"

Gue menghirup aroma Steph yang masih tersisa di selimutnya, namun sepertinya tidak ada lagi yang tertinggal karena Steph sudah jarang ngingap di apartemen gue.

"SAKIT DOMINIC!"

Gue berteriak karena barusan, Dominic si preman kampret menendang gue sampai-sampai gue jatuh berguling di lantai.

"Lo kok kampret sih?" omel gue setelah berdiri dan melihat si kampret di apartemen gue. Semua teman-teman dekat gue memang tahu kode apartemen gue, karena apartemen ini sudah gue tinggal sejak kami masih kuliah dan selalu kumpul di tempat gue.

"Gue barusan ke rumah sakit lo, katanya lo sudah ga masuk tiga hari."

Gue memutar kedua bola mata gue dengan malas. "Makasih perhatiannya, Dom Dom."

"SIALAN!"

Gue tertawa kecil dan duduk di meja makan sementara Dominic memilih untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Obgyn Sabrina lagi cuti, lo bisa ga meriksa Sabrina?"

Gue menyipitkan kedua mata gue kepada Dominic. "Lo mau gue periksa apa?"

Siapapun juga tahu betapa posesif si preman satu ini terhadap Sabrina. Gue kenal mereka berdua dari SMP, dan gue kadang merasa ngeri bagaimana Dominic menjaga Sabrina dengan caranya sendiri.

"Gue sebenarnya malas banget harus nyari lo."

Gue melotot ke arah Dominic. Gini-gini, gue termasuk salah satu dokter kandungan terbaik di negeri ini. Ga terima gue diremehkan oleh si preman kunyuk.

"Kenapa Sabrina lo?" tanya gue dengan nada malas. Bukannya gue ga perhatian ke Sabrina, yang masih termasuk teman dekatnya Steph, tapi gue tahu Dominic tidak mungkin membiarkan gadis kesayangannya sakit, ataupun terjadi apa-apa.

Jadi, ukuran emergency Dominic sama sekali tidak bisa dipercaya.

"Sabrina kan masih menyusui si kembar, tapi tiba-tiba jadwal periodenya datang. Sabrina agak panik karena biasanya kan Ibu menyusui ga menstruasi makanya tadi pagi gue langsung temani Sabrina ke obgyn."

Gue menganggukkan kepala gue dan bertanya, "Dr Denise Renata?"

"Iya, tapi rupanya Dr Denise lagi ga available dan cuti mendadak. Dan begitu pula dengan Obgyn wanita, jadinya kalau mau pilih Obgyn pria, mungkin lo kali ya lebih mending."

Stuck On You - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang