Gue menekan bel dengan tidak sabar, masih bingung kenapa password apartemen Steph diganti tanpa sepengetahuan gue.
"Peter? Sabar dong, tadi aku lagi..."
Gue langsung masuk dan mendorong Steph ke sofa terdekat di ruang tamu. Steph yang masih memakai jubah mandi kelihatan sangat seksi di mataku, tentunya gue ga akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menikmati Steph.
Gue sedikit mendorong Steph sehingga Steph sekarang sudah terduduk di sofa ruang tamu dengan gue yang berada di atasnya. Gue menunduk, langsung memagut bibir Steph dan menghisapnya dengan keras. Gue tidak peduli dengan segala perlawanan dari Steph karena gue yang selalu bertindak impulsif, yang gue tahu adalah gue ingin Steph.
Gue ingin Steph sekarang juga.
Ditambah tubuh Steph yang sangat wangi, jujur gue kurang tahu wangi spesifiknya apa, sepertinya bunga-bungaan, tapi gue suka sehingga gue menambah beberapa hickeys di leher dan juga di bagian dada atasnya. Gue meremas kedua payudara ranum milik Steph, sesekali menghisap pelan putingnya karena selain bokong Steph, bagian kedua favoritku adalah payudara Steph.
"Peter..."
Gue semakin bersemangat untuk membuat bercak-bercak kemerahan di kulit Steph yang mulus, dan lebih terangsang lagi ketika gue berhasil membuka jubah Steph sepenuhnya.
Gue merangkak ke bawah, berniat untuk memberikan tunangan gue beberapa pelepasan dulu sebelum masuk ke babak utama. Baru saja gue ingin mencium bagian inti diri Steph, gue berteriak.
"Sakit Steph, Sakit!"
Gue langsung mendongak untuk protes, namun gue menyadari kalau gue berada di situasi yang kurang menyenangkan karena Steph menatap gue dengan pandangan horror.
Gue mengikuti pandangan Steph dan otomatis membalikkan badan gue untuk melihat pelaku penjeweran telinga gue barusan.
"Pa... Papa?" sapa Steph dengan nada lemah.
Sial, cockblock!
Gue ga tahu harus bersikap bagaimana selain tersenyum dan bertanya dengan kesal, "Halo Om, baru sampai disini lagi setelah tadi paginya balik ke Jakarta?"
Om Martin menatap gue dengan pandangan garang yang gue tetap balas tersenyum. Gue tahu pertanyaan gue sedikit mengandung unsur sarkasme, tapi sumpah, gue sebal karena hampir setiap hari melihat Om Martin di apartemen Steph.
Kalaupun Om Martin ga di apartemen Steph, pastilah ada Tante Olivia.
Gue melihat Steph yang sedikit susah bangkit untuk membenahi bajunya sehingga gue memutuskan untuk membantu Steph.
"Eh, Kamu mau ngambil kesempatan buat nyentuh-nyentuh putri saya?" tanya Om Martin dengan galak ketika melihat gue yang berusaha mengikat kembali jubah mandi Steph.
Gue tersenyum masam, dan menjawab, "Ga Om, memang sudah pengen nyentuh juga jadi sekalian aja."
Gue sedikit meringis karena cubitan Steph, dan Om Martin masih saja menatap gue seolah gue penjahat kelamin.
"Udah kamu pulang saja Peter. Sudah malam, Om mau quality time sama putri Om."
"Yah Om, saya kan baru saja sampai, tiga puluh menit juga ga nyampe."
"Nah itu, belum tiga puluh menit saja sudah berapa banyak tanda yang kamu bikin untuk putri saya?" balas Om Martin dengan galak sambil mendelik ke arahku.
Gue hanya bisa kembali tersenyum dan memilih untuk tidak menjawab. Lama-lama gue bisa jadi patung lilin kerjaannya senyum terus. Gue menghela napas. Semuanya ini berasal dari beberapa bulan lalu, di malam gue melamar Steph di hadapan kedua orang tua kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You - Completed
Romance[Mature Content - 18+] Peter: Gue capek. Bertahun-tahun gue berjuang, gue masih tetap di langkah 0, minus bahkan! Dia sama sekali ga melihat gue. Gue frustasi! Stephanie: Dia seperti adik kecilku. Memang sih hanya beda beberapa bulan, tapi tetap saj...