Steph - WTF

10K 1K 51
                                    

"Peter, jam makan siang kamu sudah selesai?" tanyaku ketika akhirnya Peter mengangkat teleponku di deringan ke empat. Biasanya, Peter lumayan singgap dalam membalas pesanku dan kadang-kadang aku memang menelepon dia saat jam makan siang.

Tadi, memang aku telah mengirim pesan kepada Peter, namun sampai beberapa saat yang lalu aku tidak melihat tanda-tanda pesan yang kukirim telah dibacanya.

Memang bukan hal yang tidak wajar juga, karena Peter juga sering meng-handle situasi darurat dan seringkali aku harus menghubungi Alya ataupun perawat lainnya yang sedang bertugas.

Tapi entah kenapa, aku seperti tidak tenang. Aku akhirnya memutuskan untuk menelepon Peter ke nomor pribadinya.

Aku seperti... Entahlah, aku tiba-tiba saja ingin mendengar suaranya.

Mungkin aku sedang tidak dalam kewarasanku karena pernyataan cinta Peter minggu lalu.

Setelah malam itu, aku sama sekali tidak merasa lega ataupun senang. Malahan, aku sedikit bingung bercampur rasa takut karena Peter tiba-tiba saja mengatakannya.

Kuakui, Peter seringkali mengatakannya, namun tidak dalam ekspresi seserius tersebut. Biasanya Peter akan mengatakannya ketika kami sedang melakukan aktivitas itu, namun aku tahu Peter sama sekali tidak serius dalam konteks tersebut. Bukan tidak serius juga sih, namun menurutku ketika nafsu pria sedang tinggi-tingginya, pasti otaknya tidak berfungsi sama sekali. Atau lebih tepatnya, Peter yang sedang berhasrat tinggi biasanya tidak mempunyai otak. Makanya, aku selalu meragukan perasaannya terhadap diriku.

Aku menggigit kedua bibirku secara tidak sadar sampai-sampai Peter harus memanggil namaku tiga kali untuk memastikan jaringan telepon kami masih tersambung.

"Eh iya, tadi aku lewat di dekat kantor ada café gitu. Mau coba ga? Aku lihat specialty-nya cheesecake kesukaan kamu."

Peter itu memang anak culun dan cupu. Ketika semua pria mungkin akan menatap ngeri ketika melihat café-café lucu beserta kue berwarna warni, Peter malah menyukainya. Peter suka dengan segala jenis kue, dan kue keju tersebut adalah favoritnya.

Ketika aku dan Peter berlibur ke Jepang tahun lalu untuk melihat bunga sakura, Peter sepertinya serius ingin membuka salah satu franchise cheesecake di Singapura untuk dirinya sendiri.

"Peter? Kok ga jawab?"

Aku mengerutkan dahiku. Biasanya si pete jengkol ini paling senang kalau diajak untuk cake-hunting.

"Eh iya, boleh. Malam ini ya? Aku jemput habis aku selesai kerja?"

Äku mengiyakan dan akhirnya aku memutuskan sambungan telepon karena jadwal meeting-ku yang akan mulai sepuluh menit lagi.

Aku tersenyum sendiri menanti membayangkan raut wajah Peter yang terlihat seperti anak kecil setiap kali dia memakan kue.

Dan, aku juga baru menyadari, ini pertama kalinya aku mengajak Peter ke restoran favoritnya. Biasanya, aku tidak terlalu memikirkan dengan preferensi Peter dan selalu mengutamakan diriku sendiri.

Yang berarti restoran-restoran yang menyediakan asian delights menu. Berbeda dengan Peter yang menyukai makanan barat.

Sepertinya aku menjadi sinting karena confession Peter.

---

"Kamu ga suka ya?" tanyaku setelah kami selesai makan dan kembali ke dalam sedan putih metalik milik Peter.

Merasa tidak ada respons dari Peter, aku lalu menepuk lengan Peter dengan pelan dan bertanya, "Kalau kamu ga suka punya café itu, apa aku belajar aja ya bikin yang kayak kita coba pas ke Jepang?"

Stuck On You - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang