"The number you are calling is currently unavailable..."
Gue menghela nafas, dan langsung mematikan sambungan telepon dengan menekan tombol merah di layar ponsel gue.
Gila, gue bisa sinting karena hal ini!
Gue tahu gue mungkin salah karena ucapan gue waktu itu, tapi kenapa sih Steph selalu membuat segalanya menjadi pelik?
Dua ketukan di pintu membuatku harus kembali berkonsentrasi dengan pekerjaan gue, dan gue berdeham kecil untuk mempersilahkan Alya, intern yang baru saja berada di bawah gue selama tiga bulan, masuk.
"Gimana keadaan kamu Alya?" tanya gue dalam Bahasa Indonesia karena Alya adalah mahasiswi Indonesia yang sedang kuliah tingkat tiga jurusan keperawatan di salah satu universitas lokal disini.
"Baik, dok. Aku sudah ikutin saran dokter, makan makanan sehat, dan juga makan vitamin yang dokter rekomendasikan."
Gue berdeham kecil dan kembali bertanya, "Kamu ada keluhan apa lagi?"
Alya menggeleng pelan, dan dengan gugup dia kembali berkata, "Hm, terima kasih banyak dok. Aku... benar-benar maaf kalau sudah menyusahkan dokter malam itu."
Ya, memang Alya adalah penyebab kenapa Steph masih tetap tidak mau menangkat telepon dari gue, atau mungkin nomor gue sudah di-block.
Gue tidak akan kaget juga, mengingat garangnya Steph yang sudah mendarah daging meskipun kadang gue suka kalau dia liar di ranjang.
SHIT!
Gue jadi rindu banget sama Steph sekarang.
"Iya. Ingat, anak di kandungan kamu ga bersalah. Saya ga tahu pacar kamu masih mau melarikan diri atau engga, tapi kalau kamu sudah mikir opsi kedua yang saya tawarkan. Saya bisa coba mencarikan pasangan untuk mengadopsi anak kamu."
Alya hanya menganggukkan kepalanya pelan mendengar nasihat dari gue. Sebagai dokter kandungan, gue paling benci kalau membaca berita aborsi ataupun bayi-bayi tidak bersalah yang dibuang hanya karena kesalahan orang tuanya.
Makanya malam itu gue langsung ke tempat kos-nya Alya ketika Alya menghubungi gue bahwa dia mengalami pendarahan hebat karena pil aborsi online yang dibelinya. Beruntung bayinya masih bisa diselamatkan, dan gue hampir mau mencekik Alya karena kebodohannya.
"Pa... Pacar aku mungkin mau tanggung jawab dok. Tapi gimanapun juga saya mau mempertahankan dok. Terima kasih banyak atas bantuannya."
Gue tersenyum dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Untuk konsultasi sampai biaya lahiran, saya bisa bantu kamu, asalkan kamu janji bakal menjaga kandungan kamu, dan jangan lupa nyelesaiin kuliah kamu."
Kedua mata Alya sontak berbinar-binar mendengar kalimat gue barusan dan bertanya, "Bener dok?"
Gue tertawa kecil dan menjawab, "Bener. Tapi kamu kerjanya juga harus bener! Ngambil file pasien jangan suka ketukar!"
"Iya dok. Makasih banyak ya!"
"Sekarang kamu masukin data kamu di database juga. Biar di jadwal saya terdaftar nama kamu, jadi jadwal kontrolnya bisa secara rutin."
Alya menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat, dan kembali berterima kasih kepadaku lagi sambil memegang kedua telapak tanganku.
Gue hanya kembali tersenyum melihat kepolosan Alya dan menepuk pundaknya dengan pelan. Gue tahu sebagai mahasiswi berprestasi sekaligus pemegang beasiswa, pastinya Alya tidak ingin merusak harapan keluarganya dengan hamil di luar nikah. Gue tidak tahu kenapa Alya yang menurut gue lumayan kompeten dan cekatan bisa kebablasan, namun gue juga tidak berminat mengetahuinya lebih lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You - Completed
Romance[Mature Content - 18+] Peter: Gue capek. Bertahun-tahun gue berjuang, gue masih tetap di langkah 0, minus bahkan! Dia sama sekali ga melihat gue. Gue frustasi! Stephanie: Dia seperti adik kecilku. Memang sih hanya beda beberapa bulan, tapi tetap saj...