Gue ga bisa menahan senyum mengingat tingkah laku Steph yang sangat menggemaskan belakangan ini.
Come on, ketidakpekaan gue juga ga separah itu buat gue untuk ga menyadari kode-kode yang dilemparkan Steph buat gue.
Gue tahu dengan pasti kenapa belakangan Steph lebih sering merajuk, namun dibujuk sebentar saja Steph pasti akan luluh dengan mudahnya.
"Kenapa sih senyum-senyum sendiri daritadi?"
Gue sedikit tersentak dan memandang Steph yang menurut gue terlihat sangat seksi dengan celemeknya. Eh, jangan salah, Steph masih memakai baju rumah kok, jadi maksud seksi definisi gue ya gue merasa Steph sudah cocok banget lah jadi istri gue karena aura istri yang baik terpancar dari dirinya.
Tapi kayaknya bakal lebih cocok kalau Steph hanya memakai celemek doang... Apalagi kalau Steph lagi masak, gue kan bisa memandang kedua bokong kesayangan gue dengan bahagia...
"PETER!"
"Eh iya, iya, kenapa Cupcake?"
"Aku tanya kamu, kenapa si senyum-senyum terus daritadi?"
Gue menatap Steph, lalu menarik pinggang Steph untuk mempersempit jarak di antara kami.
"Ngebayangin kamu yang masak, ga make apapun kecuali celemek, boleh ya? Aku bakal sukaaaaa banget banget deh. Seperti waktu itu..."
Gue langsung menunjukkan puppy eyes gue sebisa mungkin ke Steph dan dengan sengaja gue menggantung kalimat gue tadi karena gue masih ingat, terakhir kali Steph benar-benar hanya memakai celemek saja di tubuhnya, hari itu juga Steph minta break.
Hari paling bersejarah itu memang!
Kalau Steph langsung melakukan hal yang gue pinta, ataupun dengan sukarela membiarkan gue membantu melepas bajunya, gue rela deh beli 10 tas mahal yang kotaknya jingga demi bahagiaiin Steph, dan juga diri gue...
"Ih, Peter! Lagi makan juga mikirnya jorok!"
Steph menatap gue dengan kesal dan tidak lupa melayangkan beberapa cubitan yang membuat gue meringis.
"Kan kamu yang nanya aku kenapa senyum daritadi."
Pembelaan diri gue ga sepenuhnya jujur, tapi ga sepenuhnya salah karena gue memang tadi ngebayangin Steph hanya memakai celemek.
Gila, ngebayanginnya sudah membuat gue ga tahan ingin melepas kaos dan celana rumah yang dipakai Steph sekarang.
"Kamu tuh ya, otaknya perlu aku cuci dan bilas pake pemutih, biar hidup kamu bisa lebih..."
Gue menarik Steph ke pelukan gue dan berkata dengan lembut, "Uda dong Steph jangan diomelin akunya. Baru selesai operasi, capek-capek pulang masa diomelin?"
Steph seketika terdiam, dan harus gue akui belakangan Steph sangat jinak kepada gue sehingga gue senang namun gue terkadang rindu dengan sifat galaknya.
"Makan aja yuk makanya? Kamu juga pasti capek, pulang terus masak," tambahku lagi sambil menepuk pelan punggung Steph. Sudah beberapa minggu terakhir Steph tinggal di apartemen gue, gue sebenarnya ga masalah, malahan lebih senang karena ini rekor terlama Steph mau tinggal sama gue.
Meskipun gue harus ngorbanin waktu tidur gue buat antar Steph ke kantornya yang jaraknya lumayan jauh karena gue ga tega melihat Steph yang harus bangun lebih awal, gapapa-lah, namanya juga cinta.
Yang penting pas gue pulang Steph sudah di rumah gue, dimasakin, dimandiin dan gue bisa meluk-meluk Steph sepanjang malam.
Steph melepas pelukan gue lalu duduk di kursi di samping gue setelah sebelumnya menyendok nasi putih ke piring gue dan mempersiapkan perlatan makan untuk gue. Salah satu hal yang selalu membuat gue suka ketika makan dengan Steph adalah Steph sangat memetingkan gue. Dari dulu sejak pertama kali Steph belajar masak, Steph baru akan makan ketika Steph sudah selesai melayani gue dalam artian gue hanya perlu duduk di meja makan dan memilih lauk pauk sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You - Completed
Romance[Mature Content - 18+] Peter: Gue capek. Bertahun-tahun gue berjuang, gue masih tetap di langkah 0, minus bahkan! Dia sama sekali ga melihat gue. Gue frustasi! Stephanie: Dia seperti adik kecilku. Memang sih hanya beda beberapa bulan, tapi tetap saj...