.
.
.
.
"Tolong tetap tinggal sampai semuanya selesai!"
.
.
.
.
Hanbi menggeliat dengan rentangan penuh di tubuhnya. Rasanya tidurnya kali ini begitu nyenyak hingga tubuhnya pegal karena terus berbaring dalam satu posisi. Biasanya wanita itu akan tidur dengan berbagai gaya entah untuk membuang selimut dari atas ranjangnya ataupun membuang bantal gulingnya karena tidak nyaman. Mungkin ini juga efek dari mengkonsumsi infus dan obat tidur yang diberikan dokter semalam. Hanbi akhirnya terduduk setelah sekian banyak menguap tidak jelas. Sungguh ia sadar rambutnya sangat berantakan saat bangun tidur, tapi kali ini level berantakannya telah berkurang. Wanita itu hanya mengambil sebuah kuncir di balik laci nakasnya untuk membuat ekor kuda di belakang kepalanya. Melihat cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar dari arah jendelanya, rasanya hari ini Hanbi benar-benar seperti telah melupakan masalahnya untuk sesaat. Namun selembar kertas berwarna hitam yang terletak di atas nakas yang sempat Hanbi abaikan membuat sebuah memori terulang diingatannya.
Ia ingat wajah Junmyeon yang menatapnya.
Ia ingat bagaimana kisah kanak-kanaknya bersama Junmyeon kecil di taman sekolahnya.
Ia ingat saat permintaan Junmyeon untuk menjadi tunangannya.
Ia juga ingat bagaimana rencana cadangan Lay telah berhasil untuk mendapatkan perkamen itu.
Mengingat Lay tiba-tiba tangannya tersentak sendiri dengan reflek. Ia seperti telah merasakan aliran hangat di permukaan kulitnya. Waktu itu tangannya bergetar hebat karena menahan sakit namun sentuhan tangan Lay itu entah kenapa membuatnya merasa nyaman begitu saja. Ia telah merasa heran dengan dirinya sendiri. Ia tidak menyangka bahwa sebuah genggaman tangan dari seorang Luhan ia rasa begitu dingin dan terkesan biasa.
Dengan mata sembabnya khas orang bangun tidur ia kembali menatap tangan sebelah kirinya masih dengan keadaan terduduk.
Cup!
"Huh.." desahnya frustasi, bahkan Hanbi ingat mencium Lay di depan Junmyeon dan Zitao.
"Arghh! Memalukan!" pekiknya sembari mengusap wajahnya kasar hingga menggaruk leher belakangnya yang sebenarnya tidak gatal. Ia hanya geli dengan dirinya sendiri. Ingat, Hanbi hanyalah seorang wanita yang tidak memiliki pengalaman tentang bagaimana memperlakukan seorang kekasih palsu seperti Lay. Haruskah Hanbi masih membenci pria, sedangkan di dalam kehidupannya sekarang ini ia terlibat dengan pria juga?
Jujur, jika suatu hari lagi ia bertemu dengan Junmyeon, pria itu pasti akan mempertanyakan hubungannya dengan Lay. Lalu jika saat itu tiba dan ia sudah tidak bisa melihat Lay, apa Hanbi harus menjeburkan diri ke laut? Atau berpura-pura Lay sudah mati?
"Ahhh... Lupakan! Lupakan! Wake up Hanbi!" ujarnya sembari menepuk-nepuk pipinya sendiri hingga kemerahan. Ia selalu melakukan itu untuk menjaga sikap dingin yang ia labelkan sendiri untuk dirinya. Ia ingin menjadi wanita yang kuat. Ia tidak akan mudah terhasut oleh orang lain. Ia tidak akan lengah sampai seseorang akan membunuhnya sekalipun.
Wanita itu terdiam untuk beberapa menit. Diam sampai Hanbi begitu menikmati aksi melamunnya. Lalu dengan malas-malas ia bangkit dan pergi menuju kamar mandi di dalam kamarnya. Matanya bahkan kembali sayu untuk sekedar menatap fokus ke kenop pintu. Sekali lagi Hanbi malas untuk fokus, ia bahkan tidak menatap cermin wastafel dengan benar dan hanya mengambil sepucuk pasta gigi di ujung sikatnya. Baru Hanbi akan menggosok tiba-tiba perutnya sakit dan mulas. Wajahnya meringis, ia sudah tidak sabar ingin mengeluarkannya pada lubang toilet. Sungguh ia selama ini hanya bertanya-tanya kenapa setiap pagi manusia harus buang kotoran?
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION EIGHT (8)
FanfictionSeorang Lee Hanbi, wanita yang membenci pria ini mendapatkan surat kaleng misterius yang membuatnya harus berkencan dengan 8 orang pria berbeda profesi. Ia tidak tahu jika pelatih beladirinya dan seorang pria yang tidak sengaja menabraknya di bandar...