👇👇👇
.
.
.
.
.
"AAHH, lepaskan! Sakit, brengsek!" umpat Hanbi pada orang yang menariknya keluar gedung Gymnastique milik Jongin. Lebih tepatnya ia menyeret Hanbi dengan mencengkeram kuat-kuat lengan Hanbi. Mereka sampai di pelataran tempat mereka memarkirkan mobil sembarangan. Bahkan beberapa pot bunga yang berada di samping bangunan itu hancur karena ulah mereka. Hanbi masih meringis kesakitan. Mereka tidak memperdulikan rintihan dan umpatan Hanbi.
Sebelum Hanbi dimasukkan ke dalam mobil, mereka mendengar suara mobil sport datang tiba-tiba di pintu gerbang masuk pelataran itu menghalangi akses keluar mereka. Hanbi di dorong kasar ke dalam jok belakang dan dikuncinya di sana. Di dalam hanya ada seorang supir dan dirinya. Pria yang menyeretnya tadi berjaga di depan pintunya. Ia hanya sekilas mendengar suara orang berteriak dan mengaduh kesakitan. Sekilas Hanbi melihat orang-orang mereka terjelembab dan terjatuh tanpa melihat siapa yang yang menghajar mereka lewat kaca-kaca mobil. Sungguh suara bising yang terjadi di luar hanya terdengar seperti bisik-bisik ketika di dalam. Hanbi berpikir bagaimana harus keluar dari mobil ini untuk menyelamatkan diri. Supir itu bahkan terlihat kaku sekali dengan mengacuhkan dirinya yang seperti orang kesetanan saat berusaha ingin kabur. Namun sayangnya semua pintu mobil terkunci dari dalam. Ia tahu dalang dari terjebaknya di dalam mobil adalah ulah supir brengsek itu. Ia mencoba untuk menarik kerahnya, menjambak rambutnya, dan memukul punggungnya namun pria itu tidak merespon apapun. Apa dia patung?
Hanbi mulai gelisah, ia berteriak meminta tolong dari dalam mobil yang sayangnya suara teriakannya hanya menggaung di tempat itu. Dan tiba-tiba saja Hanbi merasakan pusing. Matanya seakan berputar-putar tidak jelas. Nafasnya memburu seperti ada seseorang yang mengejarnya. Dadanya sesak dan sulit untuk bernapas. Ia memegangi dadanya sendiri dan meremas kausnya erat-erat. Karena merasa tidak kuat, tangannya kemudian meraih jok tempat ia duduk dan meremasnya gelisah. Matanya menggelap. Perlahan-lahan ingatan masa kecilnya tergambar kembali. Ia bisa merasakan tubuhnya mengecil kala itu berumur 9 tahun. Ketika itu ia masih mengenakan seragam sekolahnya. Berada di dalam mobil dengan seorang supir bisu yang tidak pernah bergerak dari tempatnya, ia berteriak kencang saat melihat ibunya sendiri sedang dipukuli oleh ayahnya sambil dipegangi oleh beberapa orang pengawal ayahnya. Ia menangis kencang. Kencang, seakan-akan Hanbi kehilangan pita suaranya. Ia bahkan tidak bisa mengeluarkan air matanya lagi karena terlalu takut. Ia takut kehilangan ibunya. Ia takut seseorang melukai ibunya. Ia takut tidak bisa hidup tanpa ibunya.
"Lee Hanbi!"
DOR!
Suara panggilan namanya dan tembakan itu tiba-tiba mengantar Hanbi pada kejadian di bandara sebulan yang lalu. Ia mendapati dirinya telah memakai pakaian dewasa, berbaring di atas lantai dingin, dan seseorang meringis kesakitan di atas tubuhnya. Ia ingat telah melihat sebuah pistol entah milik siapa itu, tapi Zitao mengambilnya.
"Dia?"
Hanbi mengumpatkan seseorang dalam benaknya. Ia kenal wajah itu. Ia hafal logat China-nya. Ia ingat telah diselamatkan orang ini di beberapa kali kesempatan.
Entah kenapa ia merasakan kelegaan di palung hatinya. Kelegaan dari semua kepenatan masalah yang telah menumpuk dalam ingatannya. Gumpalan tidak jelas yang menutup saluran pernapasannya perlahan melebur saat beberapa kali ia mendapatkan pertolongan tak terduganya.
Ingat ketika Hanbi akan dijadikan seorang istri ketua geng mafia dan mereka berkelahi di cafe Jepang.
Ingat saat sulitnya Hanbi memecahkan kode-kode rumit surat misteriusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION EIGHT (8)
أدب الهواةSeorang Lee Hanbi, wanita yang membenci pria ini mendapatkan surat kaleng misterius yang membuatnya harus berkencan dengan 8 orang pria berbeda profesi. Ia tidak tahu jika pelatih beladirinya dan seorang pria yang tidak sengaja menabraknya di bandar...