Masa-masa yang mendebarkan

114 12 8
                                    

Pada tahun 1965, terjadi krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Meskipun aku masih kecil, dapat kuingat samar-samar seisi rumah dalam keadaan tegang. Papa yang biasanya bepergian tidak berani keluar rumah selama beberapa hari. Sepanjang hari papa terus menerus mendengar berita dari radio kami yang terbuat dari kayu dan kain.

Papa dan mama berbisik-bisik berbicara mengenai bung Karno yang katanya gak ada di istana. Berita mengenai dibunuhnya beberapa jendral membuat suasana di Djakarta diliputi oleh ketakutan dan kecemasan. Setelah beberapa waktu, demonstrasi ada di mana-mana bahkan melewati depan rumah kami. Kami mengintipnya dari kisi-kisi jendela di dalam rumah. Mereka berteriak-teriak menakutkan sambil membawa berbagai macam spanduk. Sangat berbeda sekali dengan pawai tahun baru Imlek yang kulihat melewati pintu gerbang rumah kami di awal tahun.

Selama beberapa bulan kami hidup dalam ketakutan, hampir setiap hari papa ada di rumah sehingga membuat pemandangan yang tidak biasa bagiku. Untuk ke pasar saja mama tidak berani keluar sehingga bibik saja yang disuruh pergi ke pasar, itupun lewat jalan belakang ke pasar kaget yang berada tepat di belakang rumah kami.

Adikku yang nomor empat baru berusia tujuh bulan waktu itu dan seorang suster menjaganya setiap hari dengan pakaian seragamnya yang berwarna putih. Mungkin karena sekarang lebih sering berada di rumah, papa dan mama bikin satu anak lagi.

Delapan bulan kemudian adikku yang terkecil lahir. Aku masih ingat ketika diajak papa menjenguknya di Rumah Sakit Yang Seng Ie (sekarang RS Husada). Rumah Sakit itu terlihat menyeramkan apalagi hari sudah menjelang sore dan beberapa pohon besar berdiri tegak di halaman depan rumah sakit. Papa menarik tanganku memasuki lorong yang suram. Hatiku kebat-kebit tetapi senang karena dapat melihat mamaku lagi. Beberapa hari kemudian kami menjemput mama dan adikku yang paling kecil. Di rumah sudah disiapkan segala macam peralatan seperti gunting dan jarum sebagai adat kebiasaan waktu itu yang katanya untuk menangkal pengguna ilmu hitam yang suka mencelakai bayi yang baru lahir.

Kehadiran adikku yang terkecil mencairkan suasana yang muram dan tegang di rumah kami. Papa sangat senang akan kehadiran adikku yang terkecil. Ia yang biasanya pemarah sekarang kalem banget di rumah dan jarang marah-marah lagi. Apalagi dengan situasi politik dan keamanan di Djakarta waktu itu, kami lebih sering berada di rumah. Aku kangen sama Prensen Parek, kangen nonton di situ dan kangen sama martabak manisnya yang enak. Tetapi oleh karena situasi yang tidak aman, kami tidak berani ke situ untuk sementara waktu.

Selama hampir dua tahun lamanya kami merasa tidak bebas apalagi kami yang keturunan Cina. Sesekali papa menyelinap keluar lewat pintu belakang untuk menyerap-nyerapi berita dari kawan-kawannya yang menjadi polisi dan mama menunggu-nunggu papa dengan hati cemas. Sampai dua tahun ketegangan ini terus menerus melanda kami sehingga kehidupan kami seperti sampan yang terombang-ambing. Kami merasa tidak aman, tidak jelas, bahkan ketika ada yang menangispun tidak berani keras-keras, tetapi kami survived.

Setiap kali berbisik-bisik dengan mama, papa selalu mengkhawatirkan Bung Karno. Menurut desas-desus keberadaan beliau tidak merasa jelas.

"Sekarang militer yang berkuasa!" begitu kata papa kepada mama.

Betul saja apa kata papa karena beberapa waktu kemudian, Bung Karno sepertinya  kena tahanan rumah dan beliau sakit-sakitan.

Papa adalah pendukung Bung Karno dan ia merasa gelisah karena sebagai keturunan Cina dan pendukung bung Karno sangat berbahaya pada waktu itu sehingga papa hanya berbicara kepada mama dan teman dekatnya.

Waktu itu kelas nol kecil, aku mulai suka jajan dan suka merengek-rengek minta dibelikan ini dan itu di depan gerbang sekolah. Hari itu aku baru saja membeli permen persis seperti milik Hendra. Ketika baru pulang sekolah, dengan hati senang aku berjalan sambil mengibarkan bendera yang ada di ujung permen. Ketika papa melihat bendera yang dipegang olehku, papa sangat terkejut dan panik, ia langsung merebut permenku dan memarahiku. Permen yang kubeli berupa sebuah tabung plastik di sebelah bawah yang berisi permen dan diujungnya ada sebuah bendera. Dan bendera itu adalah bendera Cina Taiwan!

Stories from My ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang