CHAPTER 6 #Dentingan jam berhenti sesaat

180 19 16
                                    

Maaf minna... chap ini berkisar flasbacknya saat pertama kali Dazai melihat Hima dan keseharian Dazai sendiri, juga awal pertemuan Fukuzawa dan Ranpo...

Maaf kalau sedikit mengecewakan tapi author sudah berusaha yang terbaik untuk kalian para penikmat si suicidal maniak kita ///dikejarreaders

Yaudah langsung aja..

please enjoy

.
.

T

epat 12 tahun lalu, kita akan mengulang waktu, dan menceritakan pengalaman kedua anak yang berpengaruh besar pada agency. Tanpa ada yang tahu, di selimuti dengan keceriaan dan kepercayaan dari mereka, hanya menggunakan mata tak mampu untuk mengungkap masa lalu mereka yang kelam. Penuh dengan kebingungan dan bahkan caci makian. Sendirian tidak tau harus berbuat apa.

Begitulah kedua kakak beradik ini, kakak beradik Edogawa yang sendirian tanpa tempat mengadu. Berteduh dari jatuhan hujan di salah satu sisi gedung menjulang tinggi. Mendekati dinding agar tak mengenai tetesan hujan yang semakin lebat.

Menyedihkan memang. Melihat anak lelaki yang baru berusia 14 tahun melindungi sebisa mungkin adik perempuannya agar tak sepertinya, yang sekujur tubuhnya mulai kedinginan. Ironi, mungkin itu yang kalian pikirkan saat mengetahui alasan mereka. Orang tua mereka meninggal karena dibunuh orang yang mereka tidak ketahui. Diakhir nafas mereka, kedua kakak beradik ini digiring oleh arahan orang tua mereka untuk lari bertahan hidup.

Bersusah payah sang kakak laki lakinya dalam menemukan tempat untuk lari dan aman untuk berteduh. Berhari hari sudah kejadian itu berlalu, mungkin berminggu minggu. Tapi mereka berdua saja belum mendapatkan tempat untuk menaung dan makanan untuk melanjutkan hidup. Kelaparan sudah menjadi hal biasa belakangan ini, membiarkan perut mereka tidak terisi juga salah satu penyebab adiknya kembali sakit. Berkelana dari satu daerah ke daerah lain, seperti sudah menjadi kebiasan kaki mungil mereka untuk terus berjalan.

"Aku lelah, Hima chan. Aku tidak kuat lagi" di tengah hujan deras, di peluknya sang adik yang kedinginan, yang menggigil tiada henti. Matanya tertutup seperti tertidur.

"Tapi aku tak akan meninggalkan kau disini setidaknya hingga kau bangun. Aku tau, kau pasti bangun. Kan aku sudah memelukmu, memberikanmu kehangatanku yang terakhir" matanya terpejam memeluk adiknya kian erat. Faktanya adiknya bukanlah tertidur, wajahnya terlalu jujur untuk menyembunyikan keadaan kritisnya. Namun, Ranpo tak bisa berbuat banyak. Pergi kerumah sakitpun, mereka akan diusir karena fisik dan keadaan ekonominya. Oleh karena itulah, Ranpo berniat untuk menitipkan adiknya pada seseorang yang di percayainya agar dirinya bisa pergi dengan tenang.

Ya, Edogawa Ranpo sudah putus asa dengan hidupnya.

Mendengar bahwa adiknya di karuniai hadiah spesial dari Tuhan, dan sedangkan dirinya tidak mempunyainya, cukup untuk menurunkan kepercayaan dirinya dan pandangan terhadap dunia yang tidak adil ini. Ranpo tidak benci, tidak juga dendam. Mengetahui jika adiknya ialah satu satunya keluarga yang ia miliki, membuatnya harus menanamkan tujuan baru, yaitu memberi kasih dan melindungi adiknya. Mana mungkin kakak seperti itu bisa dendam terhadap saudara sedarahnya.

Edogawa Ranpo pasti bisa. Ia dan adiknya akan selamat jika waktu berpihak padanya. Tapi bukanlah waktu yang berpihak penuh ke padanya, melainkan sebuah keberuntunganlah yang membuatnya terus bersemangat tidak berputus asa memberikan harapan baru.

Manik hijau emeraldnya langsung terbuka saat melihat sekerumun orang mengambil perhatiannya. Ia menoleh menegakkan kepalanya penasaran akan apa yang di tangkap telinga kecilnya.

Reason Living [DazaiOsamuxOC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang