"
Aku memberimu waktu dua minggu untuk mengusai 10 bahasa, dan kau hanya dapat mengusai setengah saja? Dazai kun..."
Pria mungil berwajah pucat itu mendangak melihat wajah pria besar di depannya, yang meletakkan tangan besarnya di bahu lembut Dazai. Matanya saling adu menatap meminta penjelasan.
"Katakan, bahasa apa saja yang telah kau kuasai. Hingga sekarang" Mori bertanya, jarak di antara wajahnya dan bocah itu dapat dengan mudah dihitung. Dazai menimbang,
"Prancis, Belanda, Spanyol, Jerman, Inggris, Thailand, Indonesia, Korea, Brazil, Mandarin"
"Diumurmu yang ke 14? Kau hanya memalukan dirimu, Dazai kun"
Jarak di antara mereka menipis. Bahkan Dazai sendiri merelakan tubuh yang semakin mendekat itu merayap ke lehernya, membiarkan kedua tangan musuhnya itu melucuti pakaiannya dan di elusnya secara kasar permukaan perban putih-merah Dazai yang terekspos. Baju kemejanya terbuka hingga kancing di dadanya juga ikut terbuka.
Pria berkepala dua itu tak puas. Ia membawa tubuh mungil Dazai ke gendongannya dan duduk bersama di sebuah kursi, tepatnya di balik meja tahtanya di Port Mafia. Didudukkannya boneka kecilnya di pangkuan pahanya dan memeluknya seakan Mori-lah yang tau apa yang terbaik untuk Dazai. Padahal, hal ini sama sekali tau benar. Bahkan anak itu juga ingin menolak dengan keras.
"Mori san..."
"Hm?"
Ia tak menghiraukan. Mori tetap melanjutkan aktivitasnya dengan membuka perlahan rentetan perban merah di sekitar leher Dazai membuat setengah dari kulit halus di pundaknya tampak. Pria itu menyunggingkan senyum. Sebelum lebih jauh, ia meratapi luka luka yang ada di tubuh muridnya, luka sayatan dan jahitan pada kulit hangat dengan tekstur bayi itu.
"Lukamu masih basah. Jangan terlalu banyak bergerak"
Dazai hanya menuruti. Ia tak bisa berbuat banyak saat dalam keadaan setengah dipeluk seperti ini. Sedangkan Mori sedang mengamati luka sehabis operasinya semalam, seseorang mengetuk pintu dan menyadarkan kedua orang ini.
"Silahkan" sehabis ia berkata, Dazai turun dari pangkuannya lalu membetuli baju dan perban yang tadi di bongkar oleh bosnya.
Hampir tersandung, hampir terjatuh lengan hitam Mori mencegah kulit bayi itu mencium permadani. Kakinya tersandung kaki lainnya dan membuat Dazai terjatuh sebelum Mori mengerahkan kemampuan cekatannya. Dazai yang baru setinggi dada bosnya ini, di gendong seperti membawa bayi dan berjalan menuju pintu besar di sebrang sana.
Dazai sendiri tak merespon apa apa, diam membiarkan bosnya melakukan apa saja.
Saat pintu besar itu terbuka, seseorang masuk dan membuat Mori berhenti sejenak dan tersenyum menyambut, di depannya ada seorang anak sepantaran Dazai sedang berposisi siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason Living [DazaiOsamuxOC]
Fanfiction[Series pertama dari 4 Reason Living] Edogawa Himawari. Percayakah engkau dari sekian milyaran wanita, hanya dia sendiri yang tak mencintai seorang pria tampan yang terkenal, Dazai Osamu? Oh, mungkin tak mencintainya, tapi mengaguminya lebih tepat. ...