3. Rasa Yang Tertinggal

1.1K 73 85
                                    

Ratusan purnama berlalu, tapi cinta yang Zahra miliki tak pernah terkikis waktu. Meski beribu cara ia mecoba mengusir bayang-bayang laki-laki itu, tetap saja hari yang dilewatinya terasa berjalan dengan lambat.

Kenyataanya, bagi Zahra waktu hanyalah detak menerus, esok atau lusa dalam ragam kemungkinan. Setengah gelas kopi akan tenggelam ke dalam ampas membawa pekat lalu kering. Awan akan bergerak atau lenyap termakan gerimis magis pada esok hari yang tak selalu menentu.

Zahra selalu tersenyum di depan orang banyak, tapi ia tak bisa tersenyum untuk dirinya sendiri. karena saat ia mengingat pria itu, rasa sakit akan selalu datang.

Sudah hampir sepuluh tahun Zahra berjuang demi hatinya agar selalu baik dan tak merasa kosong. Tapi nyatanya ia tak sekuat yang terlihat. Jauh di dasar hatinya ia kesepian dan sangat merindukan sosok itu. Seolah ia benar-benar sendirian tanpa cinta, karena tak pernah ada cinta yang lain. Tak bisakah Kau ijinkan aku menata hatiku, Tuhan. Jika memang tak ada lagi jalan untuk kami kembali. Batin Zahra selalu memohon. Bagi Zahra dunianya serasa berputar di satu titik, dan ia lelah sekali.

Awalnya Zahra pikir ia berhasil menanamkan pikiran realistis itu. Bahwa ia tak akan pernah lagi berharap takdir mempertemukan mereka. Faktanya rasa itu masih tetap sama, jantungnya masih tetap berdetak saat mendengar nama laki-laki itu disebut.

Zahra menengadahkan wajah ke atas langit, menatap hamparan bintang yang tersaji di atas sana. Beruntung sekali hari ini alam sedang berpihak padanya. Hingga malam minggunya tak terlalu mengenaskan dengan hanya bergelung di dalam selimut.

Wanita itu menarik napas lelah saat teringat lagi pertemuannya satu minggu yang lalu dengan Wira, Sahabat masa SMA laki-laki itu. Karena kabar dari dia lah yang membuat Zahra tak berhenti memikirkannya lagi.

Zahra turun dari taksi, dan berjalan memasuki Ballroom hotel di kawasan Soedirman. suara ketukan high heels silver nya beradu dengan lantai. Wanita itu memakai gaun biru selutut dengan model simple yang pas di badan. Sementara rambut panjang bergelombang nya dibiarkan tergerai. Zahra menyapu pandangan ke seluruh sudut ballroom beharap dapat menemukan Diandra.

Hari ini ia tengah menghadiri acara pesta pernikahan yang diadakan keluarga Diandra.

Sebenarnya Zahra enggan sekali jika bukan karena Diandra yang merengek. Ia tak habis pikir kenapa Diandra harus mengajaknya jika pada akhirnya ia hanya menjadi sebuah patung di tengah-tengah acara pesta.

Memang ada beberapa orang yang ia kenal. Tapi mereka semua membawa pasangan. Sementara dirinya terlihat seperti ayam kehilangan induk. Diandra bahkan tak terlihat batang hidungnya sedari tadi.

"Isssh ... nyesel banget aku datang ke tempat ini," gerutu Zahra. Lalu wanita itu memilih berjalan menghindari keramaian sembari terus mencoba menghubungi Diandra. ia memutuskan duduk di sebuah taman yang cukup sepi. Zahra tak terlalu suka keramaian, ia lebih nyaman jika berada di tempat yang tenang dan jauh dari hingar-bingar.

Beberapa saat setelah ia duduk sebuah suara menegurnya.

"Mbak, Mbak Zahra bukan?" tanya laki-laki itu sambil mengamati wajah Zahra. Zahra yang kebingungan memilih bangkit dan mengamati laki-laki berperawakan tinggi itu. ingatannya kembali terlempar pada masa-masa SMA.

"Kamu ... " Zahra menggantung kalimat dan berusaha mengingat-ingat namanya.

"Iya, ini aku, Wira. Sahabatnya Davie waktu SMA. Kamu masih ingat 'kan?

"Ah ... ya aku ingat. Ya ampun, dunia ternyata sempit banget ya. Kita bisa ketemu di sini." Laki-laki di depannya tersenyum, dan mengangguk setuju dengan ucapan Zahra.

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang