7. He Is Mr Bossy

866 70 8
                                    

Zahra menghela napas untuk ke sekian kali. Diangkatnya sambungan telepon yang terhubung dengan ruangan GM. Sudah dua minggu semenjak Davie datang sebagai GM baru. Semenjak itu pula hidupnya yang tenang di kantor ini berubah seperti di neraka. Bagaimana tidak, Bos barunya selalu marah-marah setiap waktu jika laporan yang dibuat salah sedikit saja. Dan kali ini entah kesalahan apa lagi yang dia perbuat.

"Iya, Pak,"
"Cepat ke ruangan saya!" ujar suara di seberang dengan nada tegas.

Zahra mengembuskan napas begitu telepon ditutup begitu saja, lalu dia bangkit dan masuk ke ruangan GM.

"Maaf, ada apa, ya, Pak?" tanya Zahra dengan nada takut-takut. Laki-laki yang ditanya masih terlihat serius dengan dokumen di tangan.

"Coba lihat!" Davie berkata dengan nada dingin, sembari melemparkan dokumen tepat di depan mejanya. Zahra meraih dokumen itu dan meneliti laporan yang dia buat. Sepertinya tak ada yang salah menurut Zahra.

Dokumen tersebut berisi laporan hasil kunjungan mereka di hotel cabang Bandung dua hari lalu.

"Bagaimana bisa kamu melewatkan poin penting yang harus ditambahkan pada laporan ini?! Saya sudah menyuruh kamu untuk mencatat laporan keuangan dengan membuatnya jadi diagram 'kan?!"

Nada suara Davi sedikit meninggi, Zahra terkesiap kaget, dia hanya bisa menunduk takut-takut. Bagaimana bisa Davie marah hanya gara-gara masalah sepele, bicara baik-baik kan bisa. Batin Zahra merutuk kelakuan bosnya.

Waktu ternyata benar-benar telah merubah sosok Davie. Tak ada lagi Davie si wajah tampan dengan senyum jenaka dan ramah. Yang berada di depannya adalah Davie dengan wajah datar dan selalu bersikap dingin serta memarahinya hanya karena masalah sepele. Dan sialnya lagi, mereka harus bertemu di satu kantor yang sama.

"Ma-maafkan saya, Pak. Ini akan segera saya perbaiki." Setelah mengatakan itu, Zahra cepat-cepat melangkah keluar.

"Zahra!" Tangannya yang hendak memutar kenop pintu terhenti ketik mendengar suara bariton masuk ke gendang telinganya. Mau tak mau Zahra memutar tubuh lagi.

Jantungnya berdetak lebih cepat begitu Davie berjalan ke arahnya. Davie mengawasi Zahra dengan tatapan tajam, seperti elang yang mengawasi mangsanya. Sementara di tempatnya Zahra berdiri mematung. Manik coklat terang itu terasa menembus jantungnya hingga lututnya terasa lemas. Untuk pertama kali dalam dua minggu ini Davie sudi menatapnya.

Zahra menelan ludah melihat dada bidang di depannya, ingin sekali dia memeluk tubuh itu, dan mengatakan bahwa dia sangat merindukannya hingga ingin mati. Tapi sekali lagi, kenyataan menghantam telak ke ulu hati, saat Zahra ingat ada Luky yang sekarang adalah tunangannya.

Dari jarak sedekat ini, Zahra dapat mencium wangi maskulin yang keluar dari tubuh Davie. Hingga tanpa sadar dia menghirup dalam-dalam wangi itu.

Mereka sama-sama terdiam, Zahra semakin menahan napas. Lalu menutup mata begitu Davie mendekatkan wajah tepat beberapa centimeter di depannya. Apa dia akan menciumku? Batin Zahra setengah berharap.

Napas Davie terasa menggelitik seolah memintanya untuk menarik laki-laki itu. Tapi Zahra masih waras untuk tidak bertindak bodoh. Tiba-tiba Zahra merasakan sebuah tangan mengambil dokumen yang dari tadi digenggamnya dengan kuat. Hingga suara bariton Davie memaksanya untuk membuka mata dan mengakhiri imajinasinya sendiri.

"Kamu kenapa menutup mata?" tanya Davie. Entah keajaiban dari mana sekilas Zahra menangkap senyum tipis laki-laki itu. Wajahnya langsung memerah menyadari dirinya telah bertingkah konyol di depan mantan kekasihnya sendiri.

"Saya belum bilang kamu boleh pergi, kan?" Davie berkata dengan nada datar. Lalu laki-laki itu membuka dokumen, dan mengambil satu lembar kertas yang ada di bawah laporan keuangan.

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang