29. Penantian Panjang Yang Berakhir Manis

99 5 0
                                    

Davie menghempaskan tubuh ke ranjang begitu dia memasuki kamar. Mengembuskan napas berat, lalu memijit pelipisnya yang terasa berdenyut ketika mengingat ucapan Yuda tadi saat di kantor.

Davie dan semua jajaran direksi telah selesai rapat. Laki-laki itu berjalan di belakang pak Nicko dan Yudanta tanpa sepatah kata pun. Dia mendengarkan keduanya berbincang hingga sampai di depan kantor.

"Kalau begitu aku masuk dulu. Kamu temani sahabat lamaku ini untuk berkeliling hotel kita ya, Dav," ujar Niko.

Kemudian perhatiannya dia alihkan pada Yuda. "Maaf aku tak bisa menemani mu karena ada pertemuan penting hari ini," sambung Nico menyesal. Yudanta tersenyum memaklumi.

"Tak masalah. Lagi pula aku ingin berbincang dengan GM-mu yang hebat ini," jawab Yuda melirik Davie.

Davie tersenyum kaku mendengar jawaban laki-laki itu. Kemudian Nico pamit pergi.

Setelah kepergian Nico suasana mendadak menjadi hening. Davie tak bersedia menatap ayahnya bahkan meski untuk sesaat.

Yuda tersenyum melihat hal itu.

"Apa sekian lama tak bertemu begini sambutan mu pada Papa?" Yuda membuka percakapan.

Davie mendengkus mendengar perkataan ayahnya.

"Saya rasa tak ada yang perlu dibahas soal itu. Lagi pula sudah lama saya menganggap ayah saya sudah mati," ucap Davie dengan rahang mengeras, masih tak bersedia menatap ke lawan bicara di depannya.

Bukannya tersinggung, Yuda justru tersenyum lagi.

"Mari, saya antar Anda berkeliling," sambung Davie formal, dia tak ingin memperpanjang obrolan.

"Kamu tunggu saja di mobil, Di. Saya hanya ingin berdua dengan Davie," ucap Yudanta pada asisten pribadinya.

Dua orang itu kemudian berjalan beriringan. Sesekali Davie menjelaskan seluk beluk hotel pada Yuda meski sebenarnya dia enggan.

"Di sekitar sini ak-"

"Keluar lah dari perusahaan ini. Dan bergabung dengan perusahaan Papa." Yuda memotong kata-kata Davie.

Davie terdiam dengan wajah kaku, lalu sedetik kemudian senyum sinis tersungging di bibirnya. Dia hampir saja tak percaya dengan pendengarannya barusan jika saja Yuda tak segera melanjutkan ucapannya.

"Papa serius, pertimbangkan penawaran ini." ada jeda sejenak, Yuda menilik jam di pergelangan tangannya,

"ah, Papa lupa bilang sama kamu. Wanita itu ... kekasihmu bukan? Salam untuknya dari Papa." Ada keheningan sejenak.

Rupanya perkataan Yuda barusan berpengaruh sekali bagi emosi Davie. Yuda tahu putranya kini mulai terpancing.

"Sepertinya Papa harus pergi sekarang. Besok lusa Papa ingin mengajak kamu makan malam di rumah. Jangan lupa bawa kekasihmu juga. Papa ingin kenal dia lebih dekat." Setelah mengatakan itu Yudanta pergi meninggalkan Davie yang menatap punggungnya dengan rahang mengeras. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuh seolah ingin meremukkan tulang-tulang ayahnya.

"Jangan sentuh dia! Atau aku akan menghancurkan mu!" seru Davie menghentikan langkah Yuda.

Yuda tak merespon atau menoleh. Kemudian benar-benar pergi setelah memastikan Davie tak bicara apa pun lagi.

Tanpa membuang waktu Davie menghubungi nomor Zahra. Tapi nomor kekasihnya masih belum aktif hingga saat ini.

Lamunan Davie buyar begitu dering suara ponsel di atas nakas terdengar. Ada panggilan dari nomor tak dikenal.

"Halo, assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Ini Mbak Indri, Dave. Bisa tolong datang ke rumah. Mas Ian mau bicara hal penting sama kamu."

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang