24. Masalah baru

696 54 19
                                    

No edit!

Zahra melajukan mobilnya menuju ke kawasan perumahan daerah Tangerang. Sudah tiga hari semenjak insiden berakhirnya pertunangan dengan Luky, selama itu pula dia lebih memilih mematikan semua sambungan ponsel. Luky terus saja menghubungi, tapi Zahra tak pernah mengangkat panggilan laki-laki itu. Di kantor pun dia memutuskan bersikap formal pada Davie. Zahra butuh memikirkan segalanya kembali.

Beruntungnya Davie tak meminta penjelasan apa-apa pada wanita itu terkait hubungannya dengan Luky. Mungkin Davie paham jika Zahra butuh sendiri untuk sementara waktu.

Beberapa saat kemudian mobil yang Zahra tumpangi memasuki sebuah pekarangan rumah. Rumah bergaya mini malis dengan dua lantai di depannya adalah rumah Ian. Ia butuh setidaknya mengeluarkan unek-unek pada sang kakak agar tak tertekan.

"Assalamualaikum, Mas, Mbak!" seru Zahra membuka pintu.

"Waalaikumsalam," jawab suara orang di dalam. Beberapa saat kemudian terlihat kakak iparnya dan Vanesa keluar.

"Tante!" teriak Vanesa girang, kemudian berlari memeluk Zahra.

"Hai, Sayang." -- Zahra mengangkat bocah itu ke dalam gendongan-- "kamu berat sekali sekarang," sambungnya membopong Nesa masuk.

Tiba-tiba dari ambang pintu ruang tengah terdengar suara Ian bicara. Ian menyilang kan tangan ke dada, dan mengarahkan tatapan mengintimidasi pada adiknya. Jika sudah begitu, bisa dipastikan Zahra akan menerima siraman rohani sepanjang hari ini dari sang kakak.

"Kamu dari mana saja tiga hari ini? Ponsel dan sosial media kamu semua nggak aktif, hah?" Ian menatap Zahra curiga.

Zahra meringis, dan mengabaikan pertanyaan Ian. Wanita itu memilih berjalan melewati laki-laki berperawakan tinggi itu.

"Kalau ada orang tanya dijawab dong, Dek!" seru Ian kesal sambil mengikuti langkah Zahra di belakang. Yang diajak bicara masih diam dan memilih mendudukkan Vanesa di sofa diikuti dirinya.

"lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan hubungan pertunangan kamu?" sambung Ian.

Mendengar sang Kakak membahas tentang pertunangan, Zahra mengembuskan napas berat. Sudah dia duga, Luky pasti akan mengadu pada Ian.

"Kami sudah putus," jawab Zahra seperti tanpa beban.

Ian menatap adiknya tak percaya.
"A-apa. Jadi benar yang dikatakan Luky?" Ian mengulangi pertanyaan, berharap dia sedang tak salah dengar untuk kali ini.

"Iya, aku dan Luky memutuskan mengakhiri pertunangan kami."

Mendengar jawaban serius Zahra, Ian menatap adiknya dengan wajah marah.
"Are you crazy?! Apa yang sebenarnya ada di dalam otakmu!"

"Aku pikir nggak ada yang perlu dipertahankan lagi dari hubungan kami. Dia sudah terlalu banyak membohongi aku, Mas. Dan Mas Ian pikir hubungan yang dilandasi kebohongan akan berhasil?" ujar Zahra penuh penekanan. Sebisa mungkin dia mempertahankan pendiriannya di depan Ian.

"Bilang saja itu hanya akal-akalan kamu agar bisa kembali lagi dengan mantan kekasihmu itu, betul bukan?" ujar Ian dengan nada sinis.

Zahra memutar mata bosan karena lagi-lagi Ian membawa-bawa nama Davie dalam semua hal yang terjadi. Zahra tahu, Ian benci sekali dengan Davie, karena laki-laki itu selalu membuat Zahra menangis.

"Jangan bawa-bawa Davie, karena itu nggak ada hubungannya dengan dia. Ini murni keputusan yang terbaik untuk kami."

Jawaban final Zahra dibalas dengusan kakaknya. "Cih! Terbaik menurutmu? Bagaimana dengan Bapak sama Ibu? Apa kamu nggak memikirkan mereka, Hah? Bagaimana jika mereka tahu semuanya, tidakkah kamu membayangkan wajah kecewa Ibu? Tolong, Za, jangan seperti ini terus," ujar Ian dengan nada frustrasi.

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang